Dalam dua bulan terakhir ini kita disuguhi serangkaian peristiwa penembakan terhadap aparat polisi. Setidaknya sudah empat polisi yang sedang bertugas tewas di tempat. Terakhir dialami Ajun Inspektur Dua Sukardi yang ditembak orang tidak dikenal di depan Gedung Komisi Pemberantasan Korupsi.
    
Sukardi sendiri hari itu sedang melakukan pengawalan terhadap enam truk yang membawa peralatan kontruksi berat dari Tanjung Priok ke Rasuna, Kuningan. Seperti penembakan terhadap polisi sebelumnya, tiba-tiba ada pengendara motor yang menembak Sukardi. Bahkan orang itu sempat turun dan menembak lagi petugas polisi yang sudah tidak berdaya di atas aspal sambil mengambil pistol yang ada di pinggangnya.
      
Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Djoko Suyanto memerintahkan Kepala Kepolisian Republik Indonesia Jenderal Timur Pradopo untuk menangkap pelaku penembakan. Tindakan yang dilakukan para penjahat dengan menembaki polisi yang sedang bertugas sudah di luar batas yang bisa ditolerir.
     
Sejak penembakan yang pertama, kita sudah menyampaikan bahwa peristiwa itu tidak bisa dibiarkan. Bahkan ketika peristiwa penembakan berulang, kita menyampaikan bahwa harus dilakukan kajian yang lebih mendalam dilakukan polisi.
     
Ini bukan sebuah kejahatan biasa. Ketika terjadi serangkaian penembakan terhadap polisi, pasti ada motif yang khusus. Kalau tidak pelakunya mengalami masalah kejiwaan atau ada kelompok yang sengaja mau menebar teror.
     
Semua itu tidak bisa hanya sekadar direka-reka. Polisi harus menurunkan tim penyidik terbaik untuk melakukan kajian terhadap apa yang terjadi. Bahkan harus bisa diketahui motif dari para pelaku menembaki polisi yang sedang bertugas.
     
Dengan penembakan yang terjadi di tengah kota Jakarta, maka ini benar-benar sudah serius. Para pelaku tidak takut dan berani beraksi di pusat kota yang seharusnya pengamanannya lebih ketat. Mereka benar-benar percaya diri untuk melawan aparat keamanan.
     
Inilah yang seharusnya polisi bertindak lebih cepat untuk menghadapi aksi kejahatan tersebut. Ketika polisi saja terus menerus menjadi sasaran dan mereka tidak berdaya untuk menghentikannya, bagaimana masyarakat bisa mengharapkan polisi sebagai pelindung keamanan mereka?
    
Situasi yang tengah terjadi sekarang ini tidak salah jika disebut "darurat rasa aman". Rasa aman masyarakat benar-benar berada dalam posisi paling rendah melihat terus menerus polisi ditembak mati para pejahat dan polisi hanya bisa menyebar foto yang diduga menjadi pelaku.
     
Rasanya hanya di Irlandia Utara keadaan seperti ini bisa terjadi. Ketika ada kelompok yang berani melawan aparat keamanan dan sengaja menjadikan aparat sebagai musuh. Itu pun karena mereka sedang berjuang menuntut kemerdekaan dan polisi dijadikan simbol perlawanan mereka.
      
Setelah persoalan politik selesai, keadaan kembali normal. Tidak ada lagi yang berani melawan polisi. Apalagi sampai menembak aparat hingga meninggal. Di mana pun polisi adalah aparat yang dihormati dan tidak pernah ada yang berani melawan.
     
Penjahat mana pun akan berpikir dua kali ketika harus berhadapan dengan petugas. Kalau pun mereka sudah terdesak dan tidak punya pilihan, para pejahat hanya akan melukai, tidak akan pernah menghabisi. Sebab, mereka tahu bahwa ia akan menerima hukuman berlipat ganda apabila sampai melawan petugas.
      
Ketika sekarang polisi dianggap sebagai musuh dan bahkan dihabisi, maka yang ikut tercoreng adalah pemerintah. Ini merupakan bentuk perlawanan terhadap pemerintah dan bahkan bentuk ketidakpercayaan kepada masyarakat.
      
Untuk mengembalikan kewibawaan pemerintah, maka seluruh komponen negara harus bangkit untuk menghadapi ancaman ini. Kita harus menumpas kelompok yang menggerogoti wibawa pemerintah dan menyebar rasa tidak aman.
     
Kecepatan polisi dan negara untuk memberantas kelompok yang menembaki polisi ikut membangun rasa aman masyarakat. Terus terang rasa aman itu sangat terganggu sekarang ini, karena polisi yang bersenjata pun mereka bisa habisi. Masyarakat sangat menginginkan rasa aman itu agar mereka bisa tenang melakukan aktivitas sehari-hari.