karmilaAvatar border
TS
karmila
Kurang-ajarnya TV Indonesia: Jejali Anak dengan Acara kimpoi Cerai Artis & Sex



TV Indonesia jejali anak dengan acara kimpoi cerai artis dan seks
Kamis, 30 Mei 2013 02:30:00

Dirjen Informasi dan Komunikasi Publik Kementerian Kominfo Freddy H Tulung mengatakan media TV Indonesia belum optimal dalam menjalankan fungsinya sebagai edukasi publik. Berdasarkan hasil survei, tayangan TV tertinggi umumnya merupakan tayangan yang kontennya kekerasan, seks dan mistik. "Berdasarkan UU, fungsi media massa yakni sebagai informasi, kontrol sosial hiburan dan edukasi dan melihat faktanya, porsi konten media TV lebih kuat menjalankan fungsi hiburan dan informasi, TV berita lebih kuat menjalankan fungsi informasi dan kontrol sosial, tapi fungsi edukasinya masih belum optimal," kata Freddy di sela-sela acara pembukaan Asia Media Summit ke-10 di Manado, Rabu (29/5).

Hasil survei juga menunjukkan sebagian besar penonton TV adalah anak-anak. Umumnya mereka berusia 3 tahun-15 tahun. Sementara itu, balita dan remaja yang usianya 3 tahun-15 tahun rata-rata menonton TV itu antara 4 hingga 4,5 jam per hari. Mereka melihat TV pada saat yang bagus (premier time) yang isinya umumnya mengenai kekerasan, seks dan mistik. "Anak-anak kita sekarang ini sering nonton tayangan infotainment yang banyak memberitakan kasus kimpoi cerai artis dan selebritis. Ini merupakan tayangan yang kurang baik bagi generasi muda karena nantinya menganggap kimpoi cerai adalah soal biasa," kata Freddy.

Oleh karena itu, Ditjen IKP bekerja sama dengan dewan pers dan KPI (Komisi Penyiaran Indonesia) melakukan kerjasama melakukan media literasi yakni edukasi kepada masyarakat dan penonton untuk melakukan pemilihan terhadap TV dan tayangannya yang cocok bagi generasi muda.
http://www.merdeka.com/peristiwa/tv-...-dan-seks.html

KPI Bukan Lembaga Sensor
RABU, 17 JANUARI 2007

Pakar Hukum Pidana Prof. Komariah Emong mengkritik KPI yang lamban menyikapi acara televisi. Ia memberikan contoh kasus acara smackdown di salah satu stasiun swasta. KPI baru bersikap mau menggugat setelah masyarakat mengajukan kritik. Menurut Guru Besar Universitas Padjadjaran itu, yang membuat acara smackdown ditarik bukan ancaman gugatan atau surat peringatan dari Komisi Penyiaran Indonesia (KPI), tetapi justeru tekanan masyarakat. Tekanan publiklah yang membuat acara itu ditarik, ujarnya saat tampil sebagai panelis dalam Debat Publik Calon Anggota KPI di Jakarta, Rabu (17/01).

Pada kesempatan yang sama, Komariah menegaskan bahwa KPI bukanlah lembaga sensor yang bisa memotong bagian suatu program televisi. KPI adalah lembaga negara yang tugasnya sudah diatur dalam Undang-undang No. 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran. KPI mengawasi program televisi. Dalam praktek, sudah beberapa kali KPI melayangkan surat peringatan kepada stasiun televisi. Namun surat peringatan itu sering diabaikan, bahkan diminta untuk dicabut.

Bulan lalu, KPI dalam siaran persnya, mengatakan akan segera melimpahkan bukti pelanggaran isi siaran televisi ke polisi. KPI sudah memberitahukan rencana itu kepada seluruh stasiun televisi pada 6 Desember lalu. Dalam suratnya, KPI Pusat memandang bahwa kegelisahan masyarakat terhadap tayangan TV yang tidak mendidik dan meresahkan harus segera ditindaklanjuti sesuai peraturan perundang-undangan. KPI juga mengingatkan telah mengirimkan beberapa kali surat peringatan.

Masalahnya, kata Prof. Komariah, UU tidak mengatur pemberian sanksi jika stasiun televisi mengabaikan rekomendasi KPI. UU tidak memberi sanksi kalau TV mengabaikan pendapat KPI, ujarnya. Peranan KPI dalam mengawasi isi siaran televisi memang menjadi salah satu bahasan yang paling banyak ditanyakan panelis kepada calon anggota KPI yang ikut debat publik. Selain itu, beberapa panelis misalnya anggota Komisi I DPR Marzuki Darusman dan Prof Komariah menyinggung independensi KPI bila berhadapan dengan pengusaha televisi dan Pemerintah.

Pada hari kedua (17/01), ada 13 nama kandidat yang mengikuti debat publik yakni Fetty Fajriati, Darso, Arya Sinulingga, Andrik Purwasito, M. Riyanto, Atmaji S, Dwi Roosdianto, Hartono, teguh Imawan, Achmad Muslih Saleh, Izzul Muslimin, Ade Armando, dan Turmuzi Harun. Namun, wacana yang disampaikan Prof. Komariah tentang sisi hukum rekomendasi KPI, tak mendapat tanggapan memadai dari para peserta debat publik. Padahal, masalah inilah antara lain yang sering menjadi hambatan KPI dalam mengemban wewenang regulasi penyiaran. Patut pula dicatat bahwa UU No. 32 Tahun 2002 mengatur sejumlah pasal yang membawa konsekwensi pidana. Pasal 36 ayat (5) misalnya menyatakan bahwa isi siaran dilarang bersifat fitnah, hasutan, penyesatan atau bohong, menonjolkan unsur kekerasan, cabul, perjudian, penyalahgunaan narkotika dan obat terlarang. Termasuk pula larangan mempertentangkan suku, agama, rasa, dan antargolongan.
http://www.hukumonline.com/berita/ba...lembaga-sensor

Tayangan Televisi Makin Kontroversi
15 Sep 2011 // 06:15

SURABAYA(suarakawan.com) - Terus bertambahnya jumlah stasiun televisi nasional dan lokal di tanah air sejak beberapa tahun terakhir otomatis juga menambah perluasan audiens atau pemirsa TV. Pemilik pesawat TV di Indonesia, menurut data yang dilansir Dirut Indovision, Rudy Tanoesudibyo, saat ini sudah mencapai angka 57 juta. Indonesia memiliki jumlah stasion radio dan TV terbesar di dunia setelah Cina, dengan perincian 10 Stasiun TV Swasta Nasional, 70 TV Swasta Lokal, 2 TV Kabel, 1 TV Satelit, serta lebih dari 1800 Stasiun Radio.

“Celakanya, seluruh stasiun televisi yang kita miliki itu semuanya dikuasai oleh pasar modal. Televisi lebih mementingkan rating dalam menyuguhkan sebuah acara, yang berarti itu iklan. Celakanya lagi, informasi yang diserap masyarakat kita itu sebanyak 90% berasal dari TV, bukan dari Koran,” ungkap budayawan, Goenawan Muhammad, dalam kesempatan di Fakultas Ilmu Budaya Unair, Rabu (14/09) kemarin.

Perluasan audiens yang diciptakan oleh TV dengan berbagai suguhan acaranya yang seragam dikuasai pasar modal ini, menurut Goenawan Muhammad, salah satunya berdampak pada kontroversi di antara berbagai kelas masyarakat itu sendiri. “Dampaknya terlihat pada gejala menurunnya toleransi antar umat beragama,” ujarnya. “Bagaimana tidak, acara-acara yang menjunjung nilai-nilai kreativitas sudah dibelenggu oleh televisi yang telah dikuasai modal. Audiens yang awalnya beragam jadinya kini seragam semua karena dikontrol oleh kekuatan modal itu,” ungkapnya.

Lebih lanjut dia mencontohkan, dilarangnya penayangan Film “?” (baca: Tanda Tanya, red), karya Sineas, Hanung Bramantyo, di stasiun SCTV atas desakan kelompok Front Pembela Islam (FPI) belum lama lalu adalah contoh konkrit bahwa peran pemilik modal begitu kuat bisa mengintervensi pelarangan acara-acara yang menjunjung nilai kreativitas dan mengajak pemirsanya merenung.

Reaksi FPI yang dinilainya sangat berlebihan itu juga menunjukkan kian menurunnya gejala toleransi di berbagai tingkatan masyarakat yang beragam. Padahal, menurutnya, Film “?” justru merupakan sebuah apresiasi terhadap keragaman yang terjadi di Indonesia. “Film ini justru terasa manis, artistik dan justru mentralisir ketegangan di antara berbagai keragaman etnis, agama dan tingkatan sosial yang berbeda-beda,” ujar Goenawan yang mengaku telah menyaksikan filmnya. “Pembelengguan kreativitas semacam ini harus dilawan!,” tegasnya.
http://suarakawan.com/15/09/2011/tay...n-kontroversi/

Ditegur KPI, Trans TV Sensor Tayangan Seks
Senin, 1 Oktober 2012 11:42 wib

JAKARTA - Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) mengeluarkan surat teguran kepada pihak Trans TV untuk program acara Sexophone, karena membahas topik threesome. Karena hal itu, KPI Pusat memutuskan tindakan penayangan adegan tersebut telah melanggar P3 Pasal 9 dan Pasal 16 serta SPS Pasal 9, Pasal 18 huruf e dan h, Pasal 21, dan Pasal 22 ayat (3).

Menurut Ka. Dept. MKT PR Trans TV, Hardiansyah Lubis, program tersebut sebenarnya sudah sempat dibahas dalam internal Trans TV. Namun, untuk episode berikutnya pihaknya telah melakukan perbaikan. "Sebenarnya program itu kita di internal sudah sempat discuss, karena ada hal-hal yang perlu diperbaiki. Yang sekarang sudah dikeluarkan itu sudah dilakukan perbaikan," Kata Hardi saat dihubungi Okezone, melalui telefon selularnya, Senin (1/10/2012).

Untuk episode pembahasan threesome, Hardi mengakui pihaknya tidak akan menayangkan kembali episode tersebut. "Enggak, sudah enggak (episode threesome tidak ditayangkan lagi). Sebenarnya tanpa harus menunggu (ditegur), kita sudah melakukaan sensor internal dan tetap diperbaiki," tandasnya. Seperti diberitakan sebelumnya, KPI menegur Sexophone karena melakukan pelanggaran saat narasumber wanita menceritakan pengalamannya melakukan aktivitas seks threesome. Selain itu, ditampilkan eksploitasi tubuh bagian dada dan paha secara close up. Jenis pelanggaran ini dikategorikan sebagai pelanggaran atas pelarangan adegan seksual serta norma kesopanan dan kesusilaan.
http://celebrity.okezone.com/read/20...-tayangan-seks

KPI Tetap Awasi Perilaku Artis di Televisi
Jum'at, 28 Desember 2012 19:42 wib

JAKARTA- Pihak Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) mengakui jika pihaknya memang tidak bisa memberikan sanksi kepada artis karena keteledoran mereka hingga mengakibatkan acara tersebut melanggar norma dan etika. Menurut Komisioner Bidang Isi Siaran KPI, Nina Mutmainah, berdasarkan aturan, yang bertanggung jawab adalah lembaga penyiarannya sehingga pihaknya tidak bisa menegur artis atau rumah produksi dari acara yang mendapat teguran. "Yang kami berikan sanksi adalah yang kami berikan 'surat cinta' adalah direktur utamanya selaku lembaga penyiaran, karena dia yang harus mengatur artisnya, talentnya, rumah produksinya, semuanya," kata Nina kepada Okezone di kantornya di Jalan Gajah Mada No. 8, Jakarta Pusat, Jumat (28/12/2012).

Namun, para artis tidak bisa merasa aman begitu saja. Menurut Nina, pihaknya juga bisa memanggil artis secara langsung. Bahkan, hal itu pernah mereka lakukan. "Enggak juga yah (merasa aman). Dalam pengalaman kami, lembaga penyiaran itu minta artisnya ketemu dengan pihak KPI, dan itu pernah kami lakukan, terus kami panggil sama-sama secara khusus, terus ketemu dengan para artis, terutama dulu itu adalah komedian, kami bicara tentang aturan ini adannya apa," jelasnya.
http://celebrity.okezone.com/read/20...is-di-televisi

----------------------------

Itu acara infotaiment yang isinya menghibah dan suka bicara kehidupan sex dalam rumah tangga artis, sebaiknya hanya diizinkan jam tayangnya diatas pukul 22.00 WIB saja. Begitu pula acara 'talk show' seperti acara Karni Ilyas di tv-one itu, yang banyak membicarakan secara vulgar kondisi sosial politik nasional, materi dewasa itu, kenapa tak ditayangkan diatas pukul 22.000 WIB saja?
Diubah oleh karmila 29-05-2013 23:27
0
22.8K
165
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Berita dan Politik
Berita dan PolitikKASKUS Official
670KThread40.3KAnggota
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.