315EBE89Avatar border
TS
315EBE89
Pak Harto : The Untold Stories


Hingga saat ini, Pak Harto adalah figur Presiden RI terbaik bagiku. Dan bukan saja Presiden, di mataku Pak Harto adalah juga seorang pahlawan bangsa. Mungkin ada yang bertanya 'mengapa?', mengingat rekam jejak Soeharto dan Orde Baru selama ini dinilai otoriter, kejam, dan sarang korupsi. Bagiku sederhana saja, kalau kita mau menilai kinerja seorang pemimpin, cukup lihat saja hasilnya. Jika negara ini menjadi lebih baik, berarti presidennya adalah pemimpin yang baik. Titik. Bagaimana dengan 'dosa-dosa' beliau? Aku hanya akan menjawab, tak ada gading yang tak retak. Tak ada pemimpin yang tak berbuat kesalahan. Tak ada manusia yang sempurna. Yang terpenting, beliau telah berusaha untuk memberikan yang terbaik bagi bangsanya, bagi warga negaranya. Itulah yang dibutuhkan Indonesia, bukan sosok seperti dewa yang bisa dipuja-puja.

Buku Pak Harto: The Untold Stories ini semakin mengukuhkan pilihanku kepada Pak Harto sebagai sosok pemimpin ideal. Dari penuturan 113 narasumber yang diwawancarai--dan bahkan ada yang menulis sendiri, aku jadi makin dapat melihat sosok Pak Harto secara lebih personal dan (seolah) dari dekat. Kalau sampai hari ini aku hanya mengenal beliau dari televisi dan koran (yang mungkin saja--dan kemungkinan besar demikian--telah dipoles demi politisasi pihak tertentu), kini aku dapat mengenal Pak Harto dari penuturan orang-orang yang selama ini pernah bersentuhan langsung dengan beliau.

Yang paling menarik perhatianku adalah penuturan dari para kepala negara anggota ASEAN. Menurutku, merekalah yang pendapatnya paling netral; mereka dapat melihat sosok Pak Harto secara obyektif karena sejajarnya kedudukan mereka dengan Pak Harto. Yang paling menarik adalah kesimpulan Pak Mahathir Mohamad, "Saya berkesimpulan bahwa badai perekonomian yang melanda Asia Tenggara pada tahun 1998 itu memang dirancang untuk menjatuhkan pemerintahan Pak Harto." ~hlm 30. Mungkin saja memang benar, karena pada saat itu ASEAN makin menanjak, yang pasti akan membuat negara-negara maju khawatir. Kalau kesimpulan Pak Mahathir itu benar, kita harusnya berbangga, karena itu berarti negara kita (pernah) menjadi salah satu negara yang dianggap pesat perkembangannya hingga disegani negara-negara maju di dunia.

Dari Mr. Lee Kuan Yew--yang menulis sendiri penuturannya, seperti halnya Pak Sultan Hassanal Bolkiah--kita bisa mengetahui bahwa di bawah pemerintahan Soeharto, kedudukan Indonesia di ASEAN adalah 'the first among equals', yang artinya 'terutama di antara yang sederajat'. Bila negara-negara ASEAN mengalami masalah, biasanya mereka meminta pendapat Pak Harto, dan hal itu membuat persatuan di ASEAN cukup solid.

Keluar dari ranah politik luar negeri, kita diajak menyimak penuturan para anak buah Pak Harto. Rata-rata mereka melihat Pak Harto sebagai sosok kebapakan, sederhana, selalu memperhatikan kebutuhan anak buahnya, tak banyak bicara namun ketika bicara selalu sarat dengan wejangan yang dalam. Di mata mereka Pak Harto adalah pemimpin yang ingin melihat anak buahnya berkembang, dan meski Pak Harto telah tiada, wejangannya selalu menjadi panutan hidup mereka.

Kalau anda membayangkan gaya hidup Pak Harto bergelimang kemewahan, siap-siaplah untuk terkejut--sama seperti kebanyakan orang ketika pertama kali berkunjung ke Cendana. Rumah sang orang nomor satu di negara kita itu ternyata biasa-biasa saja, perabotnya pun tidak mewah. Pak Harto dan keluarga lebih suka menyantap makanan sederhana seperti rakyatnya. Camilan Pak Harto antara lain singkong rebus dan Pop Mie (seperti yang dikisahkan oleh para bawahannya yang datang menghadap). Bahkan ajudannya mengatakan bahwa Pak Harto lebih suka mengenakan kaus golf lamanya yang sudah mulai belel, sementara kaus-kaus barunya malah dibagikan ke para pegawai rumah tangganya.

Dari antara mereka yang pernah berjuang bersama Pak Harto, mengalirlah kisah-kisah jenaka yang masih mereka kenang hingga kini. Des Alwi, misalnya, yang bercerita ketika Pak Harto bersama Faisal Abdaoe melakukan pengintaian di markas Jepang di Malioboro, Yogyakarta. Ketika pasukan Jepang curiga, Pak Harto pun dengan sigap melilitkan scarf yang dipakainya ke kepala Faisal lalu mereka berdua pura-pura menjadi sepasang kekasih. Pasukan Jepang pun akhirnya pergi. Lalu ada juga cerita Sjafrie Sjamsoedin yang meminta Pak Harto memakai helm pengaman (standar PBB) ketika naik pesawat di daerah perang di Zarajevo, namun Pak Harto menolak dan malah menyuruh Sjafrie memasukkan helm itu ke museum Purna Bhakti - Taman Mini ketika pulang nanti...

Pak Harto sangat menyayangi dan memperhatikan bawahannya. Beberapa dari mereka dibiayai dari Pak Harto pribadi untuk mengobatkan anak atau istrinya ke luar negeri. Ada juga yang dibantu untuk bisa mendapatkan rumah dengan proses yang mudah. Ketika kaki pengawalnya bengkak karena asam urat sehingga kesakitan, Pak Harto menyuruh si pengawal memetik daun sigli dari halaman, lalu Pak Harto sendiri yang menempelkan daun itu ke kaki si pengawal yang
sakit, setelah daun itu ditumbuk halus oleh Bu Tien. Masih banyak kesaksian-kesaksian lain yang dituturkan dengan haru oleh para bawahannya, yang persentuhan pribadinya dengan Pak Harto membuat mereka menganggap Pak Harto dan Bu Tien sebagai ayah-ibu mereka.

Bila berkenan bagi emoticon-Blue Guy Cendol (L)nya .
0
19.9K
63
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
The Lounge
The Lounge
icon
922.7KThread82.1KAnggota
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.