Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

afryan015Avatar border
TS
afryan015
AGRAPANA "NYAWA INGKANG DIPUN GANTOSAKEN"
     
Bab 1


“Bu pokoknya Tias maunya kamar di lantai dua ya, sepertinya disana kamarnya nyaman” ucap Tias kepada Ibunya.


“Iya terserah kamu, yang penting kita pindahkan dulu barang bawaan kita ini kedalam, dan nanti kita tata semua bersama sama biar cepat selesai” ucap ibunya sambil melangkah kedalam rumah membawa kardus berisi barang dari rumah lama.


“Pokoknya terserahkamu saja yas, yang penting kamu nyaman tinggal disini, apa lagi di lantai dua ada tempat yang bisa kamu gunakan buat ngerjain pekerjaan kamu kan” imbuh ayah Tiyas yang sedang menurunkan barang – barang dari mobil bak yang membawa perabotan rumah mereka.


Tias dan keluarganya baru pindah ke rumah kontrakan yang baru, karena rumah kontrakan mereka yang lama sudah tidak bisa diperpanjang lagi, dan hari ini mereka mulai memindahkan perabotan rumah ke kontrakan yang baru.


Ayah Tias merasa beruntung mendapatkan rumah kontrakan yang murah dengan luas rumah yang cukup lega dibandingkan dengan kontrakan sebelumnya, ditambah lagi halaman yang juga luas, apalagi kontrakan yang sekarang memiliki dua lantai, dimana dilantai satu memiliki fitur, satu ruang tamu, dua kamar dengan salah satunya kamar utama, satu kamar mandi, satu dapur, satu ruang keluarga yang terbilang cukup luas dan halaman belakang yang terbilang cukup luas untuk menjemur pakaian, sedangkan untuk di lantai dua memiliki firur satu kamar dengan balkon, satu ruangan yang cukup untuk digunakan bersantai atau digunakan sebagai ruang kerja, dan satu kamar mandi, dengan fasilitas seperti itu Ayah Tias mendapatkan harga yang cukup terjangkau, dan rumah itu pun belum lama ditinggalkan oleh penyewa sebelumnya.


Tias membantu orang tuanya membawa masuk barang barang yang berada diluar untuk dimasukan kedalam rumah, satu persatu box kardus mulai dibuka dan dikeluarkan isinya untuk ditata pada tempat yang mereka inginkan, suasana riang keluarga kecil itu terdengar saat mereka sedang beristirahat disiang hari untuk melepas lelah karena sejak pagi berberes dan menata rumah.


“Hahaha, Apa lagi waktu Tias masih kecil ya yah, manjanya bukan main, dikit dikit buk, dikit dikit buk, sampe mau beol aja harus ada ibu, pernah waktu itu ibu di panggil Tias yang katanya mau beol tapi ibu lagi repot masak, bukannya pergi ke WC sendiri malah lompat – lompat kecil dibelakang ibu sambil sambil megangin pantat haha” ucap ibu Tias bercerita sambil terkakak.


“Ah ibu ah, itu kan dulu waktu aku kecil bu, sekarang kan udah nggak” dengan wajah cemberut menahan malu Tias protes pada ibunya.


“Haha terus yah, pas mau ibu angkat Tias buat dibawa ke WC, eh dia malah nangis sambil bilang, udah keluar bu, ahahaha” ucap ibu Tias tidak bisa menahan tawanya.


“Haha, namanya juga masih kecil ya yas, sini nggak usah cemberut, sini ayah cium” ucap ayah Tias membujuknya supaya tidak cemberut.


“Ah ibu tuh, sukanya ngejek aku terus” sambil mendepet ayahnya seolah mengadu.


“Udah nggak papa, eh tapi kok bau apa gitu ya ada yang aneh, kamu nggak beol kan yas?” ucap ayah Tias menggodanya.


“Ah ayah ih, sama aja, nggak lah aku udah bukan anak kecil lagi, ah udah ah aku mau keatas dulu ngerapiin kamar aku” sambil melepaskan pelukan ayahnya, Tias lantas bangkit dari posisi duduknya dan langsung melangkah ke lantai dua dengan menutup wajahnya karena tersipu malu namun gengsi untuk menunjukan pada kedua orang tuanya.


“ih ih ih cemberut sambil cengar cengir itu, nggak usah di tutupin, ibu udah liat kok haha” ucap ibu Tias menggoda.


“Haha, jangan kelamaan ya Yas, habis ini kita keluar buat makan, nanti kalo ayah panggil turun ya” ucap ayah Tias.


“Iya yah” ucap Tias singkat.


Setelah sampai di lantai dua, Tias mengambil beberapa kardus yang berada di ruangan yang sepertinya akan digunakan Tias sebagai tempat bersantai sekalikus beraktifitas, satu box kardus diraihnya untuk kemudian diletakan didalam kamar yang akan ditempatinya, box kardus itu kemuda dibukanya dan dikeluarkannya lah isi – isi didalamnya kemudian diletakan di atas kasur yang sebelumnya sudah ditata bersama dengan ayahnya, beberapa box yang isinya merupakan barang barang milik Tias sudah terbuka, dan satu persatu ditata pada tempatnya, seperti pakaian, buku buku dan lainnya ditata dengan sangat cekatan oleh Tias, dan tidak lupa gorden penutup jendela pun dia pasang, setelah dirasa lelah, Tias memutuskan untuk berhenti sebentar untuk beristirahat sebelum nyelesaikan menata barang yang masih tergeletak bukan pada tempatnya.


Teringat dengan perkataan ayahnya kalau mereka akan pergi makan siang diluar, lantas Tias menuju ke arah anak tangga lalu bertanya dengan nada yang kencang supaya orang tuanya di bawah mendengar.


“Yah? mau keluar makan siangnya jam berapa?” ucap Tias berteriak dari lantai dua.


“Sebentar lagi ya, ini masih tanggung beresin ruang tengah, biar nanti bisa buat santai dulu, soalnya nggak bakal selesai satu hari ini” ucap ayah Tias menjawab dari bawah.


“Oh ya udah yah, aku dikamar ya, mau istirahat sebentar, capek banget, nanti kalau mau berangkat panggil aku jangan ditinggal” ucap Tias membalas jawaban dari ayahnya.


“Iya tenang aja, sana istirahat dulu” dengan suara sambil membersihkan dan menata ruangan ayahnya menjawab.


Tias pun kembali kedalam kamarnya dan langsung mengarah ke kasur yang sepertinya terlihat sangat nyaman untuk ditiduri sebentar, “Bruughhh” suara tubuh Tias beradu dengan kasur umpuk terdengar saat Tias menjatuhkan dirinya dalam kondisi terlentang.


“Hmmhhh nyamannya, rasanya enak banget” ucap Tias berbicara sendiri sembari tangannya merangsak masuk kedalam saku celananya untuk meraih ponsel yang dia simpan disaku.


Tias dengan asiknya mengadu ibu jarinya dengan ponselnya untuk membuka beberapa informasi dan hal hal menarik lainnya yang bisa dia kases dari dalam ponselnya itu, semua aplikasi Novel kemudian dia buka untuk melanjutkan bacaan yang sebelumnya belum selesai dia baca.


Tak lama setelah dia asik membaca Novel dari ponselnya, tiba – tiba mata yang sedang asik memandang layar ponsel itu menjadi sedikit berat untuk membuka matanya, rasa kantuk sepertinya mulai menyerang Tias, maklum lah karena merasa lelah setelah dari pagi hingga siang ini dia terus berberes rumah baru alisa pindahan, dan tanpa sadar ponsel itu pun terlepas dari genggaman tangan Tias yang akhirnya ponsel itu harus beradu dengan wajahnya.


“Aduh, sakit, sakit” sambil menggosok wajahnya untuk meredakan rasa sakit akibat hantaman ponsel itu, Tias kemudian merubah posisi nya menjadi miring kesamping dan berbicara pada batinnya “mungkin tidur sebentar nggak papa kali ya, kan ibu sama ayah masih bersih bersih”. tak perlu waktu lama akhirnya Tias pun terlelap dalam tidurnya karena kelelahan.


“srek, srek, skrek” suara sapu bergesekan dengan lantai terdengar di luar kamarnya, Tias berfikir itu adalah orang tuanya yang sedang membersihkan ruangan yang berada di depan kamarnya itu, karena memang ruangan itu belum dibersihkan karena masih digunakan untuk meletakan barang – barang yang akan ditata di lantai dua ini.


“Bu, udah siap belum, kita mau keluar jam berapa” dengan keadaan masih terpejam Tias berkata.


“......” namun sama sekali tidak ada jawaban dari luar kamarnya.


“Bu, ih jawab lah, aku udah lapar ini” ucap Tias sedikit kesal.


“......” namun kembali lagi pertanyaan yang di ucapkan Tias sama sekali tidak mendapat jawaban dari ibunya.


Karena tidak mendapat jawaban, Tias pun kemudian membuka matanya dan ternyata saat dia membuka matanya kondisi kamarnya sudah sedikit gelap karena adanya awan mendung diluar rumah yang menandakan akan turun hujan, melihat hal itu, Tias kemudian bergegas keluar kamar dan menghampiri suara itu, dan saat sampai diluar kamar, Tias tidak mendapati ibunya berada disana, hanya ada sapu yang bersadar pada tembok dengan bagian sisinya terdapat kotoran yang sudah terkumpul.


“Duk duk duk” suara langkah kaki terengar menuruni anak tangga menuju ke lantai satu, Tias kemudian segera mengejar kearah suara langkah kaki itu sambil bertanya “bu, kapan kita keluarnya ini? keburu hujan lho” namun pertanyaan itu sama sekali tidak dijawab, Tias melihat dari atas lanti dua bahwa ibunya itu turun dan berjalan menuju kearah dapur, karena merasa kesal tidak mendapat jawaban dan dicueki oleh ibunya, Tias kemudian mencoba untuk bertanya pada ayahnya, walaupun dia belum melihat ayahnya berada disana.


“Yah, kapan kita mau keluar buat makan, keburu hujan nih” Tias berkata sambil berjalan turun dan mengikuti ibunya.


Namun hal sama juga terjadi, tidak ada tanggapan atau jawaban dari ayahnya, yang mungkin memang sedang tidak berada disana, karena saat Tias sampai di lantai bawah pun, dia tidak melihat adanya sosok ayahnya disana, yang ada hanya keheningan rumah tanpa adanya aktifitas, namun sosok ibu Tias masih terlihat sedikit berbelok kearah salah satu sudut di ruang dapur, hingga akhirnya dia tidak melihat sosok ibunya lagi, dan karena butuh jawaban diapun mengejar ibunya ke dapur, berharap kalau dia bertanya secara langsung dengan jarak dekat akan langsung direspon.


Setelah Tias berjalan ke arah dapur, kini dia terkejut karena tidak mendapati ada seorangpun yang berada disana, padahal dia jelas jelas melihat kalau ibunya berjalan menuju kearah dapur ini, wajah bingung terlihat jelas pada raut muka Tias, otaknya seakan tidak bisa menerima apa yang baru saja dia liat, hal itu membuatnya berdiri mematung sambil memikirkannya.


Namun tak berselang lama, suara motor terdengar dari depan rumah dan berhenti disana, mendengar saura motor itu, Tias kemudian tersadar dari lamunanya karena memikirkan sosok yang tadi dia lihat, Tias kemudian berjalan menuju ke ruang tamu untuk melihat siapa yang datang.


“Ceklek, ceklek” suara kunci pintu dibuka dari luar rumah.


“Assalamu’alaikum, buruan masuk yah, itu jangan lupa makanannya dibawa masuk, cepetan yah, keburu ujan nih, laper juga” ucap ibu Tias meminta suaminya untuk cepat masuk membawa makanan yang baru saja mereka beli.


“Wa’alaikum salam, loh ibu dari mana sama ayah?” tanya Tias keheranan melihat orang tuanya datang dari luar rumah.


“Ini, baru aja beli makanan buat kita makan siang, maaf ya kelamaan, abisnya lumayan antri tadi dipenjual nasi padangnya, kayaknya sih enak soalnya antri” ucap ibu Tias sambil membawa makanan yang baru saja diberikan ayah Tias padanya untuk segera dihidangkan.


“Loh ayah sama ibu udah dari tadi keluar, kok nggak bangunin aku sih?” dengan nada kesal Tias merajuk pada orang tuanya.


“Nggak tega ayah mau bangunin kamu yas, soalnya dari cara tidurmu kayaknya kamu capek banget, jadi ayah putusin buat biarin kamu tidur dan ayah sama ibu beli makanan buat dibungkus” sambil mengelus kepala Tias, ayahnya berlalu melewatinya.


“Jadi dari tadi aku sendirian dirumah?” tanya Tias pad orang tuanya.


“Iya, maaf ya, udah sekarang yang penting kita makan dulu, ini ibu siapun dulu ya di meja makan, eh iya ayah, tolong tutupi jendela balkon lantai dua ya, soalnya mau hujan, takut airnya nanti masuk kerumah” ucap ibu Tias.


Dengan ekspresi bingungnya, Tias hanya bisa terdiam, dia masih memikirkan sosok yang dia lihat tadi saat turun dari lantai dua, karena apa yang dia lihat itu perwujudannya sangat mirip dengan sosok ibunya.


Tidak mau berfikir macam – macam, Tias berusaha bersikap positif dan beranggapan apa yang dia lihat itu tidak benar, mungkin karena efek dari bangun tidur dimana nyawanya belum kembali seutuhnya.


Tias juga tidak menceritakan hal tersebut pada orang tuanya, dia tidak mau dianggap penakut oleh kedua orang tuanya, apalagi rumah ini baru saja akan dia tempati, tidak mungkin karena menganggap hal seperti itu serius membuatnya menjadi takut untuk tinggal disini.


Mencoba untuk melupakan hal yang baru saja dia lihat, Tias kemudian menyusul ibunya kedapur untuk menyiapkan makanan yang sudah dibeli tadi, sambil menyiapkan makanan, Tias terus melihat kesekeliling dapur, walaupun dalam pikirannya ingin melupakan hal tadi, namun bayangan itu terus muncul didalam otaknya, dengan kata lain otaknya masih belum menerima hal yang masih belum bisa masuk kedalam akal, karena Tias merasa setelah dia bangun tidur, dia merasa sudah sadar sepenuhnya.


Setelah semua makanan siap untuk disajikan, Tias diminta oleh ibunya untuk memanggil ayahnya turun kebawah supaya mereka bisa makan bersama, beberapa kali Tias mencoba memanggil dari arah tangga menuju lantai dua, ayahnya hanya menjawab sebentar, mungkin ayah Tias sambil mengecek barang – barang yang berada di lantai dua.


Karena terlalu lama, Tiaspun kemudian menyusul ke lantai dua dimana ayahnya berada, dan sesampainya di sana, ternyata ayahnya sedang asik melihat atau mengecek isi dari kotak yang belum dibuka, memastikan kalau semua barang sudah berada disini, jadi tidak perlu untuk kembali lagi ke kontrakan lama karena ada yang tertinggal.


“Ih ayah nih, udah ayo turun dulu, aku udah lapar lho, malah asik ngecek barang, kan bisa nanti” dengan sedikit kesal Tias meraih tangan ayahnya untuk segera turun kebawah.


“hehe iya, iya, ayo kita turun, ini ayah nyalain lampu sekalian, kayaknya mau ujan besar soalnya makanya gelap banget” ucap ayahnya sambil meraih saklar lampu dan menyalakannya.


Setelah itupun Tias turun bersama ayahnya menuju kearah meja makan, disana ibu Tias sudah menunggu sambil menonton TV yang kebetulan televisi masih bisa terlihat dari meja makan, Tias dan ayahnya pun kemudian duduk dikursi meja makan dan langsung menyantab makanan yang sudah tersaji.


Obrolan meja makan tak pernah mereka lewatkan, suasana keakraban mereka menandakan keluarga yang sangat harmonis, suasana hangat sangat nampak pada keluarga Tias ini, namun saat sedang asiknya ngobrol sambil menyantab makanan yang sudah dibeli tadi, hujan deraspun akhirnya turun, langit gelap sudah tidak bisa membendung volume air yang ditampungnya.


Suara gemricik air hujan beradu dengan genteng rumah terdengar sangat keras, angin berhembus dengan cukup kencang terlihat dari jendela yang menampakan dedaunan bergoyang dengan cepat karena tertiup angin.


Karena curah hujan yang cukup besar, ditambah petir mulai bergelegar di langit, TV yang tadinya menyala, terpaksa harus dimatikan karena takutnya TV itu akan tersambar petir, dan benar saja tak berselang lama setelah TV itu dimatikan oleh ibu Tias, “DIIIAARRR” suara petir menggelegar seolah tepat berada diatas rumah mereka, listrikpun padam, membuat rumah menjadi sedikit gelap karena masih ada cahaya yang masuk dari jendela.


Karena lampu padam, ibu Tias langsung berinisiatif mencari lilin untuk menerangi meja makan, soalnya tidak nyaman apabila makan namun dalam kondisi minim cahaya, disaat bersamaan dari arah lantai dua, tiba – tiba .....
Diubah oleh afryan015 12-03-2024 13:55
miftah9898
bebyzha
imron444
imron444 dan 26 lainnya memberi reputasi
27
5.5K
271
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
Stories from the HeartKASKUS Official
31.6KThread42.4KAnggota
Tampilkan semua post
afryan015Avatar border
TS
afryan015
#28
Bab 8
  
“Tolong.... Tolong...” Suara ibu Tias berteriak meminta tolong dari dalam rumah karena tidak tega dengan apa yang terjadi pada Tias.


Namun setelah lama dia meminta tolong sepertinya tidak ada respon dari tetangganya yang mendengar, dengan nada bergetar dan menangis ibu Tias terus mencoba meminta tolong dari dalam rumah sembari mencoba melakukan sebisanya pada Tias yang ternyata sedang kejang dan kaku, sementara matanya berubah menjadi putih semua.


Tak berselang lama, suara motor terdengar dari luar rumah dan membuka gerbang dan setehnya suara motor itu semakin mendekat, setelah itu suara motor mati dilanjutkan suara salam sembari pintu terbuka, suara tergesa gesa langsung terdengar masuk keruang tengah.


“Assalamu’alaikum bu, gimana keadaan Tias bu?” tanya ayah Tias penuh kepanikan.


“Ini yah, Tias gimana yah” sambil menangis ibu Tias berkata.


“Udah ibu panggil bu bidan yang ada di ujung gang sana, ayah coba nyadarin Tias” ucap ayah Tias memegangi Tias dan kemudian memijit beberapa bagian yang sekiranya bisa melancarkan peredaran darahnya.


Sambil menghapus air matanya, ibu Tias kemudian berlari keluar rumah dan segera menuju ke rumah bu Bidan yang berada di ujung gang.


Sementara itu ayah Tias terus memijit mijit ujung jembol kaki Tias, berharap aliran darah Tias kembali normal, saat ini wajah Tias mulai memucat dengan bibir mulai membiru, rasa cemas mulai terpancar dari wajah ayah Tias, dia tidak mau kejadian yang beberapa hari lalu terulang lagi saat Tias berhenti bernafas.


Dan saat ayah Tias terus memijit mijit ujung jempol kaki Tias, tiba tiba kejang Tias mulai berhenti dan dengan mengagetkan kepala Tias langsung mengarah kearah ayahnya dengan mata yang masih terlihat putih semua, dan setelah itu, tangan kanan Tias langsung mengarah leher ayahnya, dia berusaha untuk mencekik ayahnya sendiri.


“Biarkan anak ini sendiri” dengan tatapan mata putih dan wajah marah Tias berkata demikian pada ayahnya.


“Astaghfirullah yas, nyebut yas, ini ayah yas” ucap ayahnya berusaha menyadarkan Tias.


Saat Ayah Tias sedang berusaha menyadarkan Tias, cengkraman Tias malah justru semakin kencang dan membuat nafas ayahnya menjadi semakin sesak, tangan ayah Tias kini mencoba meraih tangan Tias dan berusaha melepaskannya, wajah panik mulai nampak padanya.


“Ya…yass, lep..ppass yas, is….tighfar yas” dengan nafas mulai tersengal ayahnya berusaha melepaskan tangan Tias sekaligus menyadarkannya.


“Tias sudah tidak ada sini, dia udah bahagia disana, hahaha” ucapnya sambil menunjuk ke arah halaman belakang dan tertawa.


Karena usaha menyadarkan Tias sepertiya sia – sia, Tangan ayah Tias pun kemudian mencoba meraih sesuatu yang dapat dijangkaunya dengan harapan mendapat alat untuk membuat ruang dan melepaskan dirinya lagi, namun entah kenapa tenaga yang dikeluarkan Tias begitu besar hingga membuat ayahnya begitu kesusahan menghadapinya.


Tak berselang lama akhirnya ibu Tias dan bidan yang dimaksud tadi sampai dirumah, mereka begitu terkejut dengan apa yang sedang terjadi, Tias masih terus mencengkram leher ayahnya hingga lemas di lantai, tatapan minta tolong dari ayah Tias yang mulai lemas pada istrinya langsung direspon.


“Ini Tias kesurupan bu, saya akan coba menyadarkan dia, ibu tolong suaminya ya” ucap bidan itu pada ibu Tias.


Bidan itu kemudian langsung menuju ke arah belakah tubuh Tias dan menempelkan tangannya di ubun ubun Tias, beberpa rapalan doa terdengar dari mulut bidan itu, dan respon Tias langsung melepaskan cengkraman pada leher ayahnya dilanjut dengan reaksi kepanasan dan rasa terganggu dari Tias pada bidan tersebut.


“Panass!! Kurang ajar kamu ikut campur, lepasin tanganmu!!” ucap Tias mengerang kesakitan sambil berusaha menyerang bidan Tersebut.


Ayah Tias yang sudah terlepas dari cengkraman Tias kemudian langsung di tolong oleh istrinya, ayah Tias melihat reaksi yang terjadi pada Tias membuatnya merasa tidak tega dengan apa yang terjadi, dengan wajah yang masih tersengal mengatur nafas dia terus melihat kearah anaknya yang masih memberontak.


Tak berselang lama tubuh Tias kemudian melemah begitu saja dan terjatuh dikelantai tak bergerak, setelah demikian ayah Tias dibantu oleh istri dan bidan yang ada disana kemudian memindahkan Tias ke sofa, bidan itu mengetahui apa yang sedang terjadi pada Tias, dia bukan terserang penyakit, melainkan dia mengalami gangguan gaib, namun bidan tersebut tidak mengetahui sebab kenapa Tias bisa diganggu seperti ini.


“Pak, Bu, ini anak ibu sebenarnya bukan sakit karena penyakit, melainkan karena adanya gangguan gaib” ucap bidan itu.


“Sebenarnya bu, kami juga sering diganggu dengan penampakan sosok yang menyerupai salah satu dari kita, hanya saja kita acuhkan karena tidak begitu mengganggu kami, dan kami tidak tahu kalau Tias ternyata diganggu hingga seperti ini” ucap Ibu Tias menjelaskan.


“Iya bu, sebenarnya saya sudah merasakan ada yang aneh dengan Tias, Cuma saya bingung harus berkonsultasi dengan siapa kalau untuk masalah seperti ini” imbuh ayah Tias.


“Begini saja pak, bu, ini saran dari saya ya, kalau mau, waktu saya lagi sedikit senggang, dan bapak ibu juga ada waktu, kalau saya ajak ke kenalan saya gimana, dia tahu cara mengatasi hal seperti ini” ucap Bidan itu memberikan saran.


“Boleh bu, kapanpun itu insyallah kami siap kok, didaerah mana bu itu” tanya ayah Tias.


“Cukup jauh pak, di kota sebelah, saya ada kenalan namanya pak Harjo, dia udah sering bantu orang yang kena gangguan seperti Tias” ucap bidan.


“Tapi bukan dukun kan ya bu, saya soalnya dulu pernah diwanti wanti untuk tidak berurusan dengan yang namanya dukun” tanya ibu Tias memastikan.


“Oh bukan bu, dia seorang muslim kejawen kok, dan nggak perlu bayar juga, niatkan buat silaturahmi saja kesana beliau sudah senang” ucap bidan itu meyakinkan.


“Ya sudah bu nggak papa kalau seperti itu kabari saja bu, tapi ini Tias gimana suapaya tidak seperti tadi?” tanya ayah Tias menanayakan solusi supaya Tias tidak mengalami hal seperti tadi lagi.


“Sering seringkan saja bacakan ayat kursi pak, insyallah akan aman, seringkan juga membaca Al-Qur’an dikamar Tias biar yang mau masuk tubuh Tias akan berfikir ulang, sementara ini dia akan aman kok” jelas bidan itu lagi.


Setelah apa yang terjadi pada Tias mereda, orang tua Tias kemudian sedikit mengelik tentang rumah yang mereka tempati ini, karena mereka membeli rumah ini juga dengan harga yang masih standar jadi harusnya tidak ada yang aneh, namun menurut penuturan dari bu Bidan yang ternyata bernama bu Indri, dia mengtakan kalau rumah ini sepertinya memang tidak ada yang aneh hanya saja kalau dilihat, mungkin ada indikasi bahwa Tias seperti itu karena dibuat oleh seseorang, tapi bu Indri tidak mau berikir negatif dengan asumsinya sebab dia bukan lah ahli dalam bidang itu, makanya dia menyarankan untuk Tias di bawa ketempat pak Harjo.


Bu Indri ini juga dulunya adalah orang yang berikhtiar ke tempat pak Harjo, dimana dia selain seorang bidan, dia juga memiliki bisnis berjualan pakaian di pasar dan mengalami hal aneh karena tempatnya yang awalnya ramai tiba tiba menadi sepi sepi dan sejak sepi itu juga mulai ada gangguan, padahal sebelumnya tidak ada sama sekali, dan setelah ditelisiki oleh pak Harjo ternyata tempat usahanya mendapat kiriman dan dibuat seolah olah terlihat tutup.


Setelah perbincangan tentang asal usul bagaimana bu Indri mengenal pak Harjo, orang tua Tias kemudian bertanya pada bu Indri, sebelum ke tempat pak Harjo apa saja yang harus dibawa, dan kira kira ongkosnya berapa.


Bu Indri kemudian mengatakan pada orang tua Tias nanti akan dikabari lagi, bu Indri akan mencoba berkomunikasi dengan pak Harjo atas kasus yang sedang dialaminya, dan kalau soal ongkos, bu Indri mengatakan kalau tidak ada ongkos, dan karena tidak ada ongkos cukup dibawakan dua bungkus rokok Gudang Garam enam belas, mendengar hal itu orang tua Tias cukup lega karena mudah untuk mencarikan apa yang menjadi syarat pengganti ongkos.


Beberapa waktu kemudian bu Indri berpamitan karena ada kegiatan lain yang mau dikerjakannya, untuk selanjutnya bu Indri akan menghubungi mereka setelah berkonsultasi ke pak Harjo.


Pada malam harinya, Tias kembali membuka mata setelah selama seharian dia terlelap dalam tidur, namun saat Tias mulai membuka mata, sama sekali tidak ada pergerakan darinya, hanya pandangan kosong mengarah ke langit langit kamarnya dan hanya sesekali mengedipkan matanya untuk menjaga matanya supaya tetap lembab.


Ibu Tias yang sedang membaca Al-Qur’an disamping ranjang Tias menyadari kalau dia sudah kembali membuka matanya, dan oleh karena Ibu Tias kemudian mencoba untuk mengajaknya berbicara.


“Yas, sudah bangun? kamu mau makan apa? ibu udah masakin rendang kesukaan kamu, makan sekarang ya?” tanya ibu Tias menawari makan karena seharian perut Tias belum terisi makanan sama sekali.


“.....” Tak ada jawaban dari Tias, dia hanya mengedipkan mata sambil terus menatap ke arah langit langit.


“Yah!! Tias sudah sadar yah, sini buruan” dengan nada senang ibu Tias memanggil suaminya yang sedang berada ruang keluarga.


Mendengar pemberitahuan dari istrinya, ayah Tiaspun segera menuju ke lantai dua, dia begitu lega melihat Tias sudah mulai sadar walau belum mengucapkan sepatah katapun, yang penting Tias sudah dalam keadaan sadar.


Beberapa kali orang tua Tias mencoba mengajaknya untuk berbicara, namun reaksi yang dibalaskan oleh Tias hanya diam sambil menatap kearah langit langit rumah dengan tatapan kosong, sempat satu kali dari matanya terlihat mengalirkan air mata yang turun hingga ketelinganya karena dia dalam keadaan berbaring.


“Kenapa yas, bilang sama ayah, apa yang kamu rasakan? apa yang kamu liat? ngomong ke ayah” ucap ayahnya dengan nada seolah menahan tangis.


Jelas sebagai seorang ayah, pasti akan dibingungkan dengan keadaan anaknya yang seperti ini, medis sudah tidak bisa mengatasi karena tidak ada gejala medis yang nampak, dan sudah jelas ini gangguan gaib, yang belum pernah orang tua Tias alami.


Saat mereka sedang mencoba mengobrol dengan Tias, tiba tiba mereka dikejutkan dengan suara gebrakan pintu dari arah balkon rumah,  “BBRRRUUAAAKKK, BRRRUUAAKKK” dan disaat bersamaan, suara dari arah dapur juga terdengar begitu riuh karena adanya suara barang barang di dapur yang dilemparkan kesana kemari “PYYAARRR, BREENG” suara panci, wajan dan piring saling beradu.


Mendengar suara itu ayah Tias langsung mengecek ke arah sumber suara itu, dan meminta istrinya untuk tetap berada dikamar Tias sambil terus membacakan doa doa dan ayat kursi.


Ayah Tias menutup pintu kamar itu dan langsung menuju kearah balkon untuk melihat sumber suara itu datang dari mana, setelah sampai di balkon tidak ada siapa siapa, dan sama sekali tidak ada bekas benda yang dipukulkan hingga menjadi sumber suara itu, karena tidak melihat ada hal aneh di balkon, ayah Tias lantas langsung menuju kearah dapur yang di perkirakan pasti akan berantakan jika mendengar suara tadi.


Namun saat dia sudah sampai di dapur, ayah Tias sama sekali tidak melihat apa apa, semua dalam keadaan utuh, tidak ada piring yang pecah berantakan, tidak ada panci yang terjatuh atau apapun itu, semua terlihat rapi didapur.


Karena tidak melihat hal yang mencurigakan, ayah Tias kemudian berniat kembali lagi kekamar Tias, namun saat dia berniat untuk kembali, entah bagaimana bisa dia tiba tiba terjatuh hingga tersungkur ke lantai, ayah Tias merasa kalau dia baru saja tersandung oleh sesuatu, namun saat dilihat apa penyebab dirinya terjatuh, dia sama sekali tidak mendapati ada barang yang bisa dibilang sebagai penyebab dirinya jatuh, rasa herannya semakin bertambah setelah tidak menemukan sumber suara itu namun kini dia harus terjatuh dengan sebab yang tidak jelas.


Dan saat dia akan mencoba kembali berdiri, tiba tiba, di kakinya, dia merasakan ada sebuah tangan yang mencengkramnya begitu kuat, tangan berhawa dingin itu saat dilihat oleh ayah Tias dibagian kakinya sama sekali tidak terlihat, dan tiba tiba secara aneh ayah Tias diseret dengan begitu kencang, dia diseret menuju kearah pintu belakang yang ada didapur, pintu itu merupakan jalan keluar menuju ke halaman belakang.


Dengan keadaan panik, ayah Tias mencoba untuk meraih sesuatu untuk dijadikan pegangan, sebab apabila tidak dia akan membentur pintu itu dengan cukup keras, beberapa benda mencoba diraihnya, baik itu kursi meja atau apapun yang ada didekatnya, namun semua gagal total usahanya itu, dia tidak berhasil meraih satupun dan hingga akhirnya terdengar suara benturan pintu.


Tubuh ayah Tias menabrak pintu belakang itu dengan cukup keras, rasa sakit di bagian kaki dan badan seolah tidak bisa dia tahan, akibat benturan itu membuat nafas ayah Tias sempat kesusahan yang mengakibatkan dia terbatuk.


Sambil mencoba berdiri, rasa pegal ditambah perih begitu terasa di pergelangan kakinya yang menjadi bekas cengkraman tangan yang tidak terlihat itu, dan saat ayah Tias mengecek pergelangan kakinya, ternyata disana terdapat bekas sebuah cengkraman tangan yang berwarna keunguan.


Menyadari dia sedang diserang secara astral, ayah Tias kemudian beranjak menuju ke arah kamar Tias dengan kakinya yang menjadi pincang, dalam batinnya terus membaca ayat kursi dengan harapan sosok yang ingin mengganggunya tidak bisa lagi menjamah karena bacaan itu.


Dengan langkah pincangnya, ayah Tias berusaha naik kelantai dua, dan sesampainya disana kemudian ayah Tias langsung menutup kamar itu, istrinya yang masih terus membaca Al-Qur’an begitu terkejut dengan keadaan kaki pincangnya.


“Ini ayah kenapa ya, buruan duduk di kursi, biar ibu liat dulu” ucap ibu Tias panik melihat keadaan suaminya.


“ini udah nggak normal bu, gangguan ini udah kebangetan, coba telfonin bu Indri, ini baiknya gimana” ucap ayah Tias meminta istrinya menelfon bidan.


Dengan sigap ibu Tias kemudian meraih hp nya yang memang sudah siap sedia diatas meja milik Tias, dan setelah dihubungi, bu Indri mengatakann kalau pak Harjo baru bisa ditemui Lusa atau tiga, empat hari lagi, karena pak Harjo sedang ada keperluan diluar kota, dan karena ibu Tias juga melaporkan kalau suaminya baru saja diserang dan memberikan bekas ungu dikakinya kepada bu Indri, lalu bu Indri memberikan saran untuk mempersiapkan air putih lalu dibacakannya surat tiga qul, ditambah alfatihah dan ayat kursi masing masing tiga kali, untuk selanjutnya air itu di oleskan pada kaki yang terluka itu.


Dan setelah itu Ibu Tias langsung meraih gelas dan teko yang sudah sedia di meja kamar Tias yang memang disediakan untuk Tias sebenarnya, karena adanya itu maka langsung digunakanlah oleh ibu Tias lalu membacakan apa yang diberitahu oleh bu Indri, dan setelah itu langsung dioleskan pada kaki suaminya.


۩
pulaukapok
regmekujo
bebyzha
bebyzha dan 6 lainnya memberi reputasi
7
Tutup
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.