Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

getih.sangitAvatar border
TS
getih.sangit
Rumah Sangit




Quote:


Quote:


Spoiler for Disclaimer:


HAPPY READING!!


Diubah oleh getih.sangit 02-06-2023 08:36
rotten7070
arieaduh
letnankimi
letnankimi dan 72 lainnya memberi reputasi
73
63.4K
140
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
Stories from the HeartKASKUS Official
31.6KThread42.4KAnggota
Tampilkan semua post
getih.sangitAvatar border
TS
getih.sangit
#5
Misteri Rumah Sangit Episode-5: Meninggalkan Sahabat di Rumah Pesugihan
Makasih Agan Sista yang udah mau ngikutin cerita Saya hingga episode terakhir. Gak expect sampai hari ini bisa dapet 1700an views, menurut Saya itu udah banyak banget. Mohon maaf bila ada salah dan kekurangan, Saya akan terus belajar buat cerita sekuelnya (loh apa iya emang ada??). Terima kasih Agan Sista buat cendol, views, komen, dan silent reader! emoticon-Cendol Gan

--------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------



“CEPAT ANGKAT BALOKNYAAA!!!” Dari dalam kerangkeng yang puncaknya terbungkus kain merah, Wening berteriak dengan mata memelotot sambil mengguncang-guncangkan jerujinya.

Jeruji itu dikunci menggunakan tiga balok kayu panjang dari luarnya. Wening tidak bisa membukanya sendiri dari posisinya dalam kerangkeng.

“Kenapa… saya harus buka kerangkeng kamu?! Nanti kamu juga nyerang saya! Ngorbanin saya ke iblis kayak keluarga kamu! Nanti kalian bunuh saya juga kayak temen-temen kamu sebelumnya!” Seketika saya merasa curiga.

“Maaf! Saya minta maaf! Saya enggak tau! Saya enggak pernah setuju keluarga saya jadi penyembah iblis, melihara demit! Saya enggak pernah setuju keluarga saya pesugihan! Saya enggak tau kalau selama ini Wenang sering kerasukan iblis untuk pesugihan! Saya juga enggak tau kalau selama ini yang dikorbankan keluarga saya adalah teman-teman saya!” Wening menjelaskan dengan suara gemetar dan air matanya bercucuran.

“Saya enggak percaya lagi sama kamu! Kamu ngejebak saya!” Saya di luar kerangkeng merah ini, berhadapan dengan Wening sambil gemetaran.
“MAAF! Saya sungguh minta maaf! Bantu saya keluar! Saya akan keluarkan kamu dari rumah ini, kalau kamu buka kerangkeng saya!” ujar Wening.

“BOHONG!” Saya menjerit ke wajahnya.

Terdengar raungan suara Wenang yang mengejar saya melalui lorong di belakang, menyeret pasung kayu dengan potongan tangan manusia, dan menggenggam batang bunga sedap malam. Wening pun terlihat semakin panik.

“Cepat angkat balok kerangkeng saya!!! CUMA SAYA YANG BISA SELAMATKAN KAMU DARI WENANG DAN IBU!!!” jerit Wening.

Wenang mengejar saya, akan menjadikan saya tumbal berikutnya. Saya tidak mau berurusan lagi dengannya. Saya hanya mau keluar dari rumah keluarga penyembah iblis ini hidup-hidup!

Buru-buru saya mengangkat balok panjang pertama yang mengunci kerangkeng Wening. Balok itu berat sekaliii!! Tapi, saya tidak mau menyerah pada Wenang yang mau menjadikan saya tumbal pesugihan kepada iblis!!

“Cepaaatt! Saya enggak mau kamu dibunuh kakak saya untuk tumbal pesugihan!!!” Meski panik, Wening menyemangati saya. “Saya mau kamu hidup! SAYA MAU KAMU KELUAR DARI RUMAH SAYA HIDUP-HIDUP!!!”

Kekuatan saya muncul dari ketakutan, sekaligus kesadaran bahwa Wening sepertinya betul ingin saya bisa kabur dari rumah keluarganya yang memuja iblis ini. Saya pun berhasil melepas tiga balok panjang dari kerangkengnya. Sampai akhirnya Wening bisa bebas keluar jeruji yang tidak lagi terkunci.

Wening melompat keluar dari kerangkeng, dan tangannya langsung menyelipkan sebuah amplop putih kotor dan kunci ke tangan saya. “Ambil ini, dan cepat keluar dari pintu itu! Saya akan menahan Wenang supaya enggak menyerang kamu!” Wening menunjuk ke arah pintu kayu di ujung ruangan ini.

Saya melihat sebuah amplop dan kunci yang ditaruh Wening di tangan saya.Saya tahu kunci ini untuk membuka pintu keluar, tapi surat ini… “Surat apa ini?” tanya saya, kepada Wening yang berdiri berhadapan dengan saya.

“Pesan terakhir saya…,” kata Wening. “Kalau nanti saya mati di tangan kakak atau ibu saya… Kamu tetap lakukan apa yang saya tulis di surat itu…”

Wenang muncul di pintu lorong dari ruang makan tadi sambil meraung dan mengacungkan pecut batang bunga sedap malamnya. Tampak siap menerkam saya.

“CEPAT PERGI DARI RUMAH KAMI!! SAYA ENGGAK MAU KAMU MATI!! KAMU SATU-SATUNYA SAHABAT SAYA!!” Wening menangis dan berteriak dengan nada memohon kepada saya, seraya mendorong saya ke pintu.Ning…” Saya menatapnya dengan heran sekaligus sedih. Kenapa dia begini mengorbankan dirinya sendiri demi saya bisa selamat dari rumahnya…

“Ning, kalau kamu bener-bener enggak mau ikut keluarga kamu melakukan pesugihan di sini, kamu bisa ikut saya pergi…” Saya ingin mengajaknya. Dalam relung hati terdalam, saya juga ingin Wening bisa selamat dari sini… bisa selamat dari cengkeraman keluarganya yang melakukan pesugihan.

“Saya harus menahan Wenang supaya dia enggak terus ngejar kamu,” Wening berkata sambil tersenyum, tapi matanya meneteskan air mata. Kemudian, hanya suara nyanyian yang keluar dari mulutnya.

“Nang, Ning, Ning, Nang, Ning, eu… Nang, Ning, Ning, Nang, Ning, eu…”Wening menyanyikan lagu misterius ini, sambil balik badan, dan kini ia berhadapan dengan Wenang yang telah sampai memasuki ruangan ini.

Ini satu-satunya kesempatan saya kabur dari rumah keluarga penyembah iblis yang menjebak saya. Saya segera berlari menghampiri pintu kayu yang barusan ditunjuk Wening. Saya membukanya pakai kunci dari Wening, dan ternyata terhubung langsung ke halaman depan rumah, tempat parkir mobil.

Sebelum keluar, saya sekali menoleh lagi kepada Wening. Perempuan itu terus menyanyikan lagu misterius itu di hadapan Wenang. Seolah-olah lagu itulah caranya untuk menenangkan jiwa iblis dalam diri kakak kembarnya.

“Selamatkan dirimu sendiri juga, Ning!” Terakhir, saya berteriak kepadanya, kemudian cepat-cepat berlari keluar dari rumah ini dan masuk mobil saya.

Pintu rumah tetap terbuka, sehingga saya masih bisa melihat apa yang terjadi di ruangan kerangkeng sana… Wenang dan sang ibu betul-betul telah keluar dari lorong dan kini mereka berada di ruangan yang sama dengan Wening. Mereka tampak memelototi Wening dengan penuh amarah.

“INI SALAH KAMU!!!” Wenang berteriak kasar kepada Wening, kemudian memukul adik kembarnya itu pakai batang bunga sedap malam berdarah.

Wenang menjambak rambut panjang Wening, dan menyeretnya masuk kembali ke lorong menuju ruang ritual. Saya sangat kaget menyaksikannya.

Namun, Ibu Wening mendadak menoleh ke arah pintu yang terbuka… ke
arah saya… Saya tidak mau diseret kembali masuk Rumah Sangit ini!

Saya buru-buru mengendarai mobil, pergi jauh-jauh dari Rumah Sangit ini.
“Nang, Ning, Ning, Nang, Ning, eu… Nang, Ning, Ning, Nang, Ning, eu…”
Diubah oleh getih.sangit 02-06-2023 08:38
rotten7070
itkgid
riri49
riri49 dan 24 lainnya memberi reputasi
25
Tutup
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.