Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

j.16Avatar border
TS
j.16
Keinginan Terakhir Bunda
Keinginan Terakhir Bunda




Aku memanggilnya Bunda Nina, beliau adalah salah satu wali muridku yang sangat baik. Karena tempat aku mengajar bimbel persis disebelah rumahnya, beliau sering memberi aku dan rekan guru lainnya makanan dan sering mengajak kami makan siang bersama.

Nina adalah anak pertamanya yang tergabung dibimbel yang aku ajar, dia mempunyai adik perempuan yang terpaut 2 tahun, namanya Pipi. Kebetulan hari ulang tahunku dan Pipi sama yaitu 9 Juli. Mereka persis seperti aku dan kakakku yang juga terpaut usia dua tahun dan sama - sama anak perempuan semua.

Setahun lalu beliau divonis mengidap kanker payudara, dan sempat melakukan kemoterapi hingga bolak - balik kontrol. Syukurlah beberapa bulan ini kondisinya sudah membaik karena satu payudaranya terpaksa dioprasi untuk mengambil kanker tersebut.

Hari ini adalah hari ulang tahunku sekaligus hari ulang tahun Pipi yang ke 5 tahun. Bunda Nina tentu saja mengundang kami untuk ikut dalam syukuran ulang tahun Pipi sekaligus syukuran karena Bunda Nina sudah sehat kembali.

" Ayo bu Jeje ikut tiup lilin sama Pipi.. " ucap beliau yang terlihat senang sekali.

" Wah, makasih loh bun, jadi terharu deh ulang tahunnya bisa dirayain bareng - bareng gini.. " kataku sedikit terharu karena banyak juga sodara sodara, dan tetangga Bunda Nina yang hadir.

Akhirnya setelah acara tiup lilin dan makan - makan, aku, beserta guru lain dan bunda Nina mengobrol banyak hal. Kami banyak membahas tentang sakit kanker yang bunda Nina alami.

Beliau terlihat sumringah ketika bercerita jika keadaannya sudah mulai membaik, meskipun kata dokter harus tetap rutin kontrol dan minum obat.

" Bu makasih ya, udah rayain ulang tahunku dan Pipi barengan.. " ucapku ketika hendak pamit pulang.

" Sama - sama bu, saya juga senang sekali. Tahun depan kita rayain ulang tahun ibu dan Pipi bareng - bareng lagi ya. Pokoknya lebih meriah dari ini. " Ucapnya dengan binar kebahagian.

Aku tersenyum dan mengangguk, " Iya bun pasti. Pokoknya bunda sehat - sehat dan semangat terus ya, biar kita bisa ikut tiup lilin lagi tahun depan. " Kataku.

Bulan demi bulan berlalu dan bunda Nina kembali sehat, kami semuapun sangat bersyukur akan hal itu.

Namun memasuki awal tahun baru, bunda Nina merasa ada yang salah dengan tubuhnya, beberapa kali beliau bilang padaku.

" Bu Jeje, dada saya kok sakit banget ya bu.. " keluhnya saat menjemput Nina bimbel.

" Masuk angin kali bun.. " kataku, " bunda jangan kecapekan yaa.. " nasihatku karena melihat beliau beberapa minggu ini sibuk.

" Bu, mamah dibawa periksa lagi ke dokter katanya sakit lagi. " Nina bercerita padaku saat ia baru datang.

" Nggak papa, nanti juga sembuh kok. " Kataku menenangkan.

Beberapa minggu kemudian, dokter memvonis ternyata ada kanker lagi di tubuh bunda Nina. Semakin hari kondisinya semakin parah, beliau kembali harus bolak - balik untuk menjalani kemoterapi lagi.

" Ada kanker lagi ternyata bu.. " ucapnya lirih saat aku beserta guru lainnya menjenguk. " Aku takut, anak - anakku masih kecil. "

" Bunda pasti kuat dan sembuh kok.. " kata rekanku memberi semangat.

Aku tak banyak bicara, aku tak bisa menahan kesedihanku. Memikirkan kemungkinan terburuk dan melihat betapa kesakitannya Bunda Nina membuatku sedih, apalagi anak - anaknya masih kecil - kecil. Beliau juga menceritakan betapa sakit yang ia rasakan setiap harinya.

Semakin hari kondisinya semakin parah bahkan kini Bunda Nina hanya bisa tiduran diatas kasur. Payudaranya terpaksa dioprasi lagi agar kanker tidak menyebar lebih luas. Dua minggu sebelum ulang tahun aku dan Pipi kami kembali menjenguknya.

Aku dan guru lainnya tak bisa menahan tangis kami melihat bunda Nina tak berdaya ditempat tidurnya bahkan. Appa atau suaminyalah yang menceritakan detail kondisi Bunda Nina. Karena beliau sudah sulit untuk bersuara.

" Pi-pi u-lang ta-un.. " ucapnya terbata - bata.

Kami semua mengerti maksud yang bunda Nina ucapkan. Bahkan Nina dan Pipi juga terlihat sedih melihat ibunya yang kesusahan untuk berbicara.

" Iya makannya bunda semangat biar kita bisa rayain ulang tahun Pipi sama - sama. " Kata rekanku lagi - lagi memberi semangat.

" Ti-up li-lin y-ya sa-ma pi-pih.. " kata Bunda Nina padaku.

Aku tak bisa menahan rasa air mataku, bahkan disaat kondisi beliau yang sangat tak berdaya beliau masing memikirkan ulang tahun anaknya dan aku. Aku mengangguk dan mencoba tersenyum memberi semangat.

" Iya, bunda yang kuat yaa. Biar cepet sehat.. " kataku sambil memijit kakinya yang tertutup selimut.

" Sa-kit.. sa-kit.. " lirihnya pelan.

Kami semua lagi - lagi menitikan air mata, aku melirik Nina dan Pipi yang terus berada disamping bundanya. Nina masih berusia 7 tahun dan baru masuk SD, sementara Pipi sebentar lagi baru berusia 5 tahun. Meskipun usia mereka masih kecil mereka seolah mengerti kondisi bundanya yang tengah sakit dan mereka tidak pernah rewel.

Hari ini adalah hari ulang tahun aku dan Pipi, aku dan rekan guru yang lain membelikan kue ulang tahun untuk Pipi. Tahun ini tidak ada perayaan makan - makan seperti sebelumnya, kami hanya tiup lilin.

Hanya ada aku, dua rekan kerjaku, Nina, Pipi, Bude Nina dan Appa yang menyaksikan tiup lilin ini. Kami tiup lilin tepat disamping ranjang Bunda Nina yang keadaannya semakin parah, bahkan beliau sudah tak bisa menggerakkan tubuhnya dan berbicara. Tubuhnya juga semakin kurus dan memucat.

" Tiup lilinnya sekarang juga.. " kami menyanyi dengan lirih karena tak ingin mengganggu Bunda Nina.

Aku dan Pipi meniup lilin dan kami mendoakan yang terbaik untuk kesehatan Bunda Nina. Kami terharu ketika Pipi memeluk dengan sayang sang bunda. Meski tak bisa merespon apapun, kami yakin bunda Nina merasa senang hari ini. Karena keinginannya untuk melihat tiup lilin ulang tahun aku dan Pipi sudah terlaksana.

Ternyata Tuhan memang lebih sayang pada bunda Nina, karena dua hari setelah ulang tahunku dan Pipi, beliau menghembuskan nafas terakhirnya.

" Maafin bunda Nina kalo ada salah ya bu..." Ucap Appa saat kami melayat. Appa adalah orang yang menurutku paling tegar dan sabar, beliau selalu menemani bunda Nina selama sakit. Tapi aku bisa melihat kesedihannya saat ditinggalkan sang istri tercinta.

Nina dan Pipi terlihat sudah tidak menangis, entahlah apakah mereka sudah mengerti jika bunda mereka pergi untuk selama - lamanya.

Aku dan rekan guruku memeluk Nina dan Pipi, " Mamah udah gak sakit lagi sekarang, kalian disini sama Appa, nenek dan ada bu guru juga disini. Nggak boleh rewel ya anak pinter. "

Nina mengangguk, sepertinya ia sudah paham jika bundanya sudah tiada. " Iya, kasian mamah kalo kesakitan terus.. "

" Pipi sayang mamah.. " lirih si kecil.

Aku tak bisa membendung air mataku, membayangkan anak sekecil itu sudah bisa terlihat tegar, mereka anak - anak yang hebat. Mungkin mereka juga kasihan melihat kondisi bunda mereka yang terlihat sangat kesakitan selama ini. Ternyata melihat aku dan Pipi tiup lilin dihari ulang tahun kami berdua adalah keinginan Bunda Nina yang terakhir.



***


sumber: pengalaman ts dan google
towi76
simplepaper
bukhorigan
bukhorigan dan 6 lainnya memberi reputasi
7
699
20
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
Stories from the HeartKASKUS Official
31.6KThread42.4KAnggota
Tampilkan semua post
j.16Avatar border
TS
j.16
#3
Quote:


Quote:


Iyaa gan, true story salah satu murid ane
without.space
69banditos
69banditos dan without.space memberi reputasi
2
Tutup
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.