Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

pacific.frontAvatar border
TS
pacific.front
Selamat Tinggal Sukhoi?


Baru-baru ini kita mendapat jawaban atas pesawat tempur pengganti F-5 Tiger TNI AU. Setelah melihat calon potensial seperti Gripen, Typhoon, Sukhoi, Rafale, dan F-15, kita mendapat bukan hanya satu, tapi dua pemenang. Dassault Rafale dan F-15EX.

Lalu pertanyaan selanjutnya muncul. Kalau kita membeli dua pesawat tempur bermesin ganda baru, apakah kita mampu membiayai biaya operasionalnya? Atau kita akan mempensiunkan salah satu pesawat tempur kita?

Sebelum kita bahas lebih lanjut, Halo Gan! Bertemu lagi di Pacific Front!
Channel YouTube yang membahas topik-topik dan peralatan militer terutama untuk kebutuhan TNI.

Untuk topik militer menarik lainnya bisa dibaca di sini.

Rencana Pengadaan Pesawat Tempur Baru
Di bulan Februari lalu dalam Rapim TNI AU, KASAU telah mengkonfirmasi pengadaan dua pesawat tempur baru berikut pengadaan pesawat angkut dan pesawat MRTT.
Meskipun Beliau tidak menyebutkan secara spesifik kapan kontrak  pengadaan itu akan mulai dilaksanakan, setidaknya ini adalah berita baik bagi program pengganti pesawat F-5.

Di bulan yang sama, kita mendapat beberapa perkembangan berita tentang Rafale. Dimulai dari kunjungan delegasi Dassault Aviation ke Indonesia yang dipimpin oleh Vice President of Business Development dan Vice President of Offset untuk membahas potensi konten lokal dan offset. Lalu kunjungan ke PT. NTP di Bandung untuk melihat fasilitas MRO yang dimiliki.

PT. NTP (Nusantara Turbin dan Propulsi) sendiri adalah anak perusahaan dari PT. DI yang bergerak dibidang pemeliharaan, perawatan dan overhaul gas turbin dan propeller.

Namun, kita belum mendengar banyak tentang F-15EX. Banyak yang bilang, kita akan mendengar berita kelanjutannya pertengahan tahun ini.
Kita tunggu saja, apa yang akan terjadi nanti.

Kekuatan TNI AU
Mari kita melompat ke masa depan sebentar. Anggaplah pengadaan Rafale dan F-15 sudah selesai. Maka Indonesia akan punya Su 27/30, Rafale, F-15, dan F-16. Bersama dengan pesawat latih lanjut dan tempur taktis T-50 Golden Eagle.

Saya hampir lupa. Menurut CNBC Indonesia, ternyata kita masih berkomitmen dalam program KF-X. Jadi kita harus menghitungnya juga.

Dengan 6 jenis pesawat tempur yang berbeda, saya tidak yakin bagaimana kita akan mengurus logistik yang cukup banyak ini. Apakah kita mampu membiayai semua kebutuhan pesawat tempur yang kita miliki?
Saya rasa, bahkan negara-negara NATO hanya memiliki tiga pesawat tempur, maks.
Lebih dari itu akan sangat rumit untuk mengaturnya.

Bila kita melihat komposisi pesawat TNI AU di masa depan berdasarkan data diatas, kekuatan tempur TNI AU akan lebih mengarah ke persenjataan barat. Rafale, F-15, F-16, KF-X, dan T-50 dilengkapi dengan sistem dan sensor buatan barat. Dan tentu mereka dapat dipersenjatai dengan rudal dan bom buatan barat pula. Sedangkan Su 27/30 hanya bisa dipersenjatai persenjataan buatan Rusia saja.

Permasalahan Sukhoi
Meskipun Sukhoi merupakan pesawat generasi ke-4 terbaik yang ada dan masih ditakuti sampai saat ini, biaya operasional pesawat ini sangat mahal. Sekitar 400 juta rupiah sekali terbang. Itupun belum termasuk biaya perawatannya sehari-hari.

Ada laporan yang mengatakan kalau skuadron Sukhoi memakan lebih dari 50% biaya operasional TNI AU setiap tahun. Lebih dari dua skuadron F-16, dua skuadron Hawks, dan satu skuadron T-50 bila digabungkan.
Belum termasuk pasokan persenjataan yang dibutuhkan. Kita harus membeli persenjataan buatan Rusia hanya untuk satu jenis pesawat saja.

Saya tidak mengatakan kalau biaya operasional Rafale dan F-15EX akan lebih murah. Namun memiliki kemungkinan untuk berbagi rudal dengan pesawat lainnya, akan mengurangi beban logistik TNI AU dan tentu menghemat anggaran secara signifikan.

Kita juga harus ingat akan sanksi CAATSA dari AS. Dengan adanya sanksi ini, kita tidak bisa seenaknya membeli peralatan militer dari Rusia tanpa mendapat sanksi dari AS.

Penghalangnya
Mungkin penghalang terbesar, apakah kita tetap mempertahankan Sukhoi atau tidak adalah persyaratan kita untuk membeli persenjataan dari barat dan timur.
Alasannya adalah, sampai tahun 2005, Indonesia dikenai sanksi oleh AS. Menyebabkan berkurangnya kesiapan tempur pesawat F-16 dan C-130 yang kita miliki. Bahkan kita harus mengkanibalkan part dari C-130 agar pesawat sisanya layak terbang.

TNI AU menyadari kalau mereka tidak bisa hanya mengandalkan satu pihak saja. Dan untuk menghindari hal itu terjadi lagi, strategi yang dipilih adalah mendiversifikasi peralatan tempur mereka.

Bukankah itu berarti pengadaan F-15EX bisa terancam juga kalau kita mendapat sanksi dari AS lagi?
Mari kita pikirkan sejenak, kenapa kita mendapatkan sanksi tersebut.

Itu karena kita melakukan kejahatan perang saat operasi militer di Timor Timur. Tentu saja negara lain akan menjatuhkan sanksi terhadap kita. Siapapun yang melakukan kejahatan perang baik itu individu atau suatu negara akan mendapat sanksi dari dunia internasional.

Namun saat ini sudah berbeda. Kita tidak melakukan kejahatan perang lagi, ekonomi kita sudah meningkat, hubungan bilateral dengan AS sangat baik, dan Indonesia dan AS memiliki tujuan yang sama di kawasan.
Kalau keadaannya tetap seperti ini, F-15EX akan baik-baik saja.

Bagaimana dengan Rafale? Kita tidak pernah menggunakan pesawat tempur Prancis sebelumnya, apakah akan ada masalah nantinya?
Jawaban saya sederhana, selalu ada kali pertama untuk hal apapun.
Memang benar kita harus melatih pilot baru, kru baru, membangun infrastruktur, dan masih banyak lagi.
Namun hal itu berlaku bagi semua pengadaan baru.

Masa Depan Sukhoi
Secara personal saya rasa lebih baik kita melepaskan Sukhoi.
Dengan jumlah yang sedikit, biaya operasional tinggi, dan ketidakcocokan dengan armada TNI AU lainnya, hanya akan menjadi beban di masa depan.
Sedangkan untuk kemampuannya sendiri, 36 Rafale dan 8-15 F=15EX sudah lebih dari cukup untuk menggantikannya.

Bagaimana dengan persyaratan membeli dari timur dan barat?
Dengan adanya CAATSA, kita tidak bisa berbuat apa-apa. Selama AS bisa menyediakan apa yang kita butuhkan dan membuat penawaran yang menarik, saya setuju saja.

Bagaimana dengan Agan? Apakah menurut Agan kita masih membutuhkan Sukhoi?
Beritahu di kolom komentar yaa!

Terimakasih sudah membaca, dan jangan lupa cendolnya Gan!


Lihat Video:



0
4.3K
10
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Militer
MiliterKASKUS Official
20KThread7.1KAnggota
Tampilkan semua post
fajr5Avatar border
fajr5
#2
Kejahatan perang? Wowwww... Para pejuang seroja akan menangis membaca ini kisanak,, Kejahatan perang yang dituduhkan oleh AS dan Barat tergantung dari kacamata politik dan kepentingan mereka, hubungan yang baik saat ini dengan AS dan Barat tidak menjadi jaminan dimasa depan kita tidak akan dikenakan sanksi oleh barat jika tidak sesuai dengan politik mereka. Perlu di ingat, pembelian alutsista dari eropa (AS dan Inggris) mempunyai banyak syarat dan ketentuan, ingat, hawk tidak bisa kita gunakan dalam operasi militer di Aceh, Scorpion pun tidak boleh digunakan di Aceh, lalu buat apa beli senjata kalau tidak dapat digunakan? Hanya sebagai pertunjukan di HUT RI??
0
Tutup
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.