Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

rahwonodosomukoAvatar border
TS
rahwonodosomuko
Rupiah Longsor, Jokowi Lengser


R

upiah kini bagai anak malang. Nasibnya terombang-ambing di bawah keperkasaan dolar AS. Sejak kemarin, Selasa (4/9/2018), rupiah terus terpuruk di level Rp15.000. Nilai tukar ini sudah menyentuh level terendahnya sejak krisis moneter 20 tahun lalu. Ini menjadi bukti kegagalan pemerintah mengelola sektor ekonomi. Jadi tidak berlebihan jika rakyat mulai menyuarakan #RupiahLongsorJokowiLengser.
Sejak berkuasa, pemerintahan Joko Widodo (Jokowi) memang tak pernah menunjukkan kepedulian serius terhadap bidang ekonomi. Mereka tampak lebih sibuk mengurusi politik. Apalagi saat ini, jelang masa pemilihan, Jokowi hanya peduli urusan pencitraan. Sementara urusan bangsa diserahkan sepenuhnya kepada para pembantunya. Seperti yang sudah-sudah.
Saat kampanye dulu, Jokowi mengumbar seabrek janji, termasuk membangun ekonomi kerakyatan dan memprioritaskan pasar tradisional. Tapi apa daya, setelah terpilih menjadi pemimpin negeri, janji tinggal janji. Hanya sedikit yang diwujudkan karena banyak yang dilupakan.
Empat tahun rezim berjalan, ekonomi terus mengalami kemerosotan. Harga-harga kebutuhan pokok melambung tinggi, harga BBM mahal, dan tarif dasar listrik melonjak tajam. Sementara utang negara membengkak dua kali lipat, tetapi hasilnya tak juga dirasakan rakyat.
Puncaknya terjadi saat ini. Di tengah melemahnya daya beli masyarakat, nilai tukar rupiah ikut terpuruk ke titik terendah. Meski pemerintah berdalih dengan beribu alasan, namun tetap saja keterpurukan nilai mata uang ini merupakan bagian kegagalan mereka.
Publik mulai menyadari, kinerja tim ekonomi Jokowi sangat abal-abal. Berbagai kebijakan yang dikeluarkan hanya menyengsarakan nasib rakyat. Lihat saja hasilnya, selama empat tahun ekonomi hanya tumbuh rata-rata 5 persen. Negara semakin melarat, rakyat kian sekarat.
Bandingkan dengan zaman Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) memimpin negeri. Ekonomi tumbuh 6 hingga 7 persen. Pendapatan perkapita masyarakat meningkat 400 persen. Karena itulah Indonesia bisa masuk dalam G20, kelompok negara dengan perekonomian besar di dunia.
Hebatnya lagi, bangsa ini juga berhasil keluar dari krisis keuangan global pada 2008 silam. Ini berkat kinerja yang baik dari pemerintahan SBY. Tanpa banyak menyalahkan faktor eksternal, mereka menelorkan sejumlah kebijakan untuk menyelamatkan ekonomi nasional dari krisis yang melanda.
Setidaknya ada empat upaya besar SBY dalam memulihkan ekonomi nasional kala itu. Pertama, antisipasi langkah pada waktu yang tepat, sehingga policy action dan responsnya tepat dan timely. Semua bersatu dan sinergi.
Kedua, SBY menerapkan strategi yang disebutnya “keep buying strategy“. Artinya, meski saat itu perekonomian Indonesia tengah lesu namun masyarakat dipastikan masih mampu membeli barang-barang yang dibutuhkan.
Upaya ini sangat penting. Karena dengan menjaga daya beli, ekonomi rakyat akan terus bergerak. Jadi, selama masih ada permintaan (demand) maka sektor riil tidak akan bangkrut.
Ketiga, porsi belanja pemerintah juga harus dijaga sebaik mungkin agar ada stimulasi bagi pertumbuhan ekonomi Indonesia. Keempat, dengan meringankan beban perusahaan terutama di sektor pajak. Dengan begitu, Jika perusahaan bisa berjalan baik, maka tidak akan terjadi pemutusan hubungan kerja (PHK) besar-besaran.
Sayangnya, kebijakan rezim Jokowi bertentangan dengan keempat upaya ini. Antisipasi terlambat, daya beli masyarakat dibiarkan lesu, anggaran belanja diketatkan, dan pajak-pajak ditingkatkan. Ini benar-benar strategi yang keliru dalam membenahi perekonomian bangsa.
Contohnya soal pengetatan anggaran atau austeriry yang dilakukan Jokowi. Ini merupakan resep yang sudah terbukti gagal di kawasan Eropa. Di negeri-negeri Eropa yang sedang terlanda krisis, austerity yang dipaksakan oleh Troika (Bank Dunia, IMF, dan Uni eropa) malah semakin memperburuk perekonomian dalam negeri, seperti Yunani misalnya.
Jadi bukan tidak mungkin pelemahan rupiah saat ini akan bisa menimbulkan krisis keuangan baru di dalam negeri. Lantaran kebijakan penguasa yang salah, maka seluruh bangsa yang akan menanggung akibatnya. Wajar saja bila rakyat mulai mendengungkan agar rezim ini mundur sebelum waktunya. Seperti tagar #RupiahLongsorJokowiLengseryang merajai dunia maya selama dua hari terakhir.
Karenanya, satu-satunya cara Jokowi mempertahan singgasana adalah segera membenahi persoalan ekonomi. Jika tidak, cepat atau lambat ia pasti akan diusir dari istana. Jika tidak diturunkan di tengah jalan, ia tidak akan dipilih lagi untuk periode mendatang. Ingat, bad economics, bad politics. Penguasa yang gagal menangani ekonomi, jangan harap mendapat banyak dukungan politik dari rakyatnya.

url

kebalikannya,kalau rupiah tidak longsor, jokowi tidak lengser.mungkin.kemungkinan tetap lengser.

tapi memang bisa? longsor terus kayak pupur buzzer  nastak di sini yg sibuk mikirin bensin motornya...
Diubah oleh rahwonodosomuko 06-09-2018 16:12
0
2K
33
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Berita dan Politik
Berita dan PolitikKASKUS Official
671.3KThread41.1KAnggota
Tampilkan semua post
nataliupigai.Avatar border
nataliupigai.
#14
Quote:


Lha ngapain ganti presiden kalau gitu emoticon-Confused
1
Tutup
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.