- Beranda
- The Lounge
Arti Hidup, Buat Apa Kita Hidup Bila Pada Akhirnya Kelak Kita Mati?
...
TS
donex.donkeng
Arti Hidup, Buat Apa Kita Hidup Bila Pada Akhirnya Kelak Kita Mati?
Arti Hidup.
Sebenarnya apa sih arti hidup, untuk apa kita diciptakan dan apa tujuan hidup?
Dulu ketika saya masih muda dan prima (kira² usia 15 tahun), saya berfikir seperti kebanyakan orang, bahwa tujuan hidup itu untuk mengejar kebahagiaan, dan kebahagiaan itu adalah berkeluarga, sukses (minimal jadi pns), menikah dengan istri idaman, anak² yg sholeh-sholehah, santuy di hari tua sambil ditemani cucu, dan mati khusnul khatimah. Tapi, pikiran saya berubah setelah menghadapi kenyataan pahit, kira² saat memasuki usia senja (21 tahun). Saya mengerti bahwa hidup ini adalah tempat perjudian, surga bagi pemenang dan neraka bagi p.e.c.u.n.d.a.n.g. Dengan mengamini fakta bahwa hidup itu memang demikian adanya yg ditentukan oleh seleksi alam. Hanya ada sedikit ruang bagi kaum tak berdaya dan tak berpunya. Oleh sebab itu, kebahagiaan ideal yg diimpinkan oleh sebagian besar masyarakat hanya bisa terwujud bila Anda punya modal yg cukup.
Ketika kita berfikir untuk melamar seseorang yg selama ini Anda cintai, kemudian kita belum memiliki karir yg jelas atau finansial yg memadai untuk berkeluarga, dan tiba² mencoba memberanikan diri untuk berkembang biak, maka itu sama halnya dengan melahirkan estafet penderitaan. Anak kita menjadi korban dr ketidakmampuan kita, lalu cucu² kita akan bernasib sama terus seperti kita. Kita berharap supaya anak² kita kelak akan menjadi kaya, itu tidak ada bedanya dengan menyerahkan tanggung jawab kepada orang lain. Anak itu bukan aset buat investasi bro, kalau mau kaya, seharusnya kita yg berjuang, bukan malah mengandalkan anak kita untuk menambal kelemahan kita, dan itu adalah sifat pengecut!.
Kami berfikir untuk mulai menerima kenyataan, dengan memutuskan hidup selibat, membuang pikiran untuk menikah, berlatih untuk hidup sendiri, dan menikmati hidup sambil menunggu ajal menjemput, sebab itu lebih baik daripada berkeluarga tapi mewariskan beban penderitaan kepada anak cucu. Akan lebih afdhol jika kita seorang saja yg menderita, jangan sampai melibatkan orang lain untuk menanggung beban hidup kita.
Makna Hidup.
Hidup itu sejatinya tidak ada artinya, manusia sebagaimana organisme lain, tak lebih dari alat tunggangan bagi gen untuk mereplikasi diri. Tubuh kita itu seperti mesin, dan gen itu yg mengendalikannya. Tugas kita itu hanya satu, yakni bereproduksi untuk mempertahankan spesies dan ras, ketika tubuh kita sudah menua, gen tak membutuhkan kita lagi, kita akan mati seperti rongsokan sampah yg tiada arti.
Kita hadir di dunia akibat keserakahan orang tua kita, mereka jatuh cinta dan memutuskan untuk menciptakan kita, tapi sesungguhnya, perasaan cinta itu juga diakibatkan oleh keegoisan gen yg memanipulasi isi otak orang tua kita dengan menggunakan efek hormonal yg diciptakan oleh tubuh kita. Sehingga mereka jatuh cinta, lalu lahirlah kita.
Kita yg tak sengaja lahir harus menerima berbagai tuntutan hidup yg tak kita inginkan, sewaktu memasuki usia remaja, para pujangga juga akan terjebak oleh ilusi cinta yg tujuannya tak lain adalah bereproduksi. Ketika sudah menjadi orang tua, kita secara terpaksa harus menanggung biaya hidup kloningan dari gen kita (anak²) demi kebahagiaan mereka besok, tapi perasaan itu tak lain juga disebabkan oleh keegoisan gen yg mengontrol otak kita supaya salinan dr gen² kita (anak²) bisa terus survive yg tujuannya sudah bisa ditebak! Yakni untuk kebahagiaan cucu² kita!.
Mati adalah keniscayaan, sedangkan kebahagiaan adalah kefanaan, hidup ini memang tidak ada artinya, kita lahir, lalu mati dan seperti itu terus sampai matahari berubah menjadi bola merah raksasa. Buat apa repot² memperjuangkan harta, tahta, wanita kalau ujung²nya semua itu akan kita tinggalkan, tapi mengejar kebahagiaan semu di dunia juga tidak ada salahnya, daripada mengejar sesuatu yg belum pasti ada wujudnya.
Sebenarnya apa sih arti hidup, untuk apa kita diciptakan dan apa tujuan hidup?
Dulu ketika saya masih muda dan prima (kira² usia 15 tahun), saya berfikir seperti kebanyakan orang, bahwa tujuan hidup itu untuk mengejar kebahagiaan, dan kebahagiaan itu adalah berkeluarga, sukses (minimal jadi pns), menikah dengan istri idaman, anak² yg sholeh-sholehah, santuy di hari tua sambil ditemani cucu, dan mati khusnul khatimah. Tapi, pikiran saya berubah setelah menghadapi kenyataan pahit, kira² saat memasuki usia senja (21 tahun). Saya mengerti bahwa hidup ini adalah tempat perjudian, surga bagi pemenang dan neraka bagi p.e.c.u.n.d.a.n.g. Dengan mengamini fakta bahwa hidup itu memang demikian adanya yg ditentukan oleh seleksi alam. Hanya ada sedikit ruang bagi kaum tak berdaya dan tak berpunya. Oleh sebab itu, kebahagiaan ideal yg diimpinkan oleh sebagian besar masyarakat hanya bisa terwujud bila Anda punya modal yg cukup.
Ketika kita berfikir untuk melamar seseorang yg selama ini Anda cintai, kemudian kita belum memiliki karir yg jelas atau finansial yg memadai untuk berkeluarga, dan tiba² mencoba memberanikan diri untuk berkembang biak, maka itu sama halnya dengan melahirkan estafet penderitaan. Anak kita menjadi korban dr ketidakmampuan kita, lalu cucu² kita akan bernasib sama terus seperti kita. Kita berharap supaya anak² kita kelak akan menjadi kaya, itu tidak ada bedanya dengan menyerahkan tanggung jawab kepada orang lain. Anak itu bukan aset buat investasi bro, kalau mau kaya, seharusnya kita yg berjuang, bukan malah mengandalkan anak kita untuk menambal kelemahan kita, dan itu adalah sifat pengecut!.
Kami berfikir untuk mulai menerima kenyataan, dengan memutuskan hidup selibat, membuang pikiran untuk menikah, berlatih untuk hidup sendiri, dan menikmati hidup sambil menunggu ajal menjemput, sebab itu lebih baik daripada berkeluarga tapi mewariskan beban penderitaan kepada anak cucu. Akan lebih afdhol jika kita seorang saja yg menderita, jangan sampai melibatkan orang lain untuk menanggung beban hidup kita.
Makna Hidup.
Hidup itu sejatinya tidak ada artinya, manusia sebagaimana organisme lain, tak lebih dari alat tunggangan bagi gen untuk mereplikasi diri. Tubuh kita itu seperti mesin, dan gen itu yg mengendalikannya. Tugas kita itu hanya satu, yakni bereproduksi untuk mempertahankan spesies dan ras, ketika tubuh kita sudah menua, gen tak membutuhkan kita lagi, kita akan mati seperti rongsokan sampah yg tiada arti.
Kita hadir di dunia akibat keserakahan orang tua kita, mereka jatuh cinta dan memutuskan untuk menciptakan kita, tapi sesungguhnya, perasaan cinta itu juga diakibatkan oleh keegoisan gen yg memanipulasi isi otak orang tua kita dengan menggunakan efek hormonal yg diciptakan oleh tubuh kita. Sehingga mereka jatuh cinta, lalu lahirlah kita.
Kita yg tak sengaja lahir harus menerima berbagai tuntutan hidup yg tak kita inginkan, sewaktu memasuki usia remaja, para pujangga juga akan terjebak oleh ilusi cinta yg tujuannya tak lain adalah bereproduksi. Ketika sudah menjadi orang tua, kita secara terpaksa harus menanggung biaya hidup kloningan dari gen kita (anak²) demi kebahagiaan mereka besok, tapi perasaan itu tak lain juga disebabkan oleh keegoisan gen yg mengontrol otak kita supaya salinan dr gen² kita (anak²) bisa terus survive yg tujuannya sudah bisa ditebak! Yakni untuk kebahagiaan cucu² kita!.
Mati adalah keniscayaan, sedangkan kebahagiaan adalah kefanaan, hidup ini memang tidak ada artinya, kita lahir, lalu mati dan seperti itu terus sampai matahari berubah menjadi bola merah raksasa. Buat apa repot² memperjuangkan harta, tahta, wanita kalau ujung²nya semua itu akan kita tinggalkan, tapi mengejar kebahagiaan semu di dunia juga tidak ada salahnya, daripada mengejar sesuatu yg belum pasti ada wujudnya.
Helm.Proyek memberi reputasi
1
494
2
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
The Lounge
922.7KThread•82.2KAnggota
Terlama
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru