ih.sulAvatar border
TS
ih.sul
[REVIEW] Suzume no Tojimari : Haduhh! Reviewnya Gimana Ya?


Setelah bersusah payah menghindari spoiler akhirnya saya berkesempatan untuk menonton anime terbaru yang disutradarai oleh Makoto Shinkai: Suzume no Tojimari. Jarak antara perilisan di negara asalnya dengan perilisan di Indonesia cukup membuat saya khawatir, tetapi pada akhirnya saya tetap bisa menonton tanpa mengetahui apa-apa selain cuplikan trailer.

Buat yang belum kenal siapa itu Makoto Shinkai maka silahkan googling sendiri. Untuk yang sudah kenal tapi belum menonton maka tenang, review ini bebas spoiler.

Allright. Fasten your seatbelt. Kira-kira dari mana saya harus memberikan penilaian untuk anime ini?


Pertama, Kualitas Animasi.



Well, tak ada yang perlu diragukan dari Comix Wave Film yang secara beruntun berhasil membuktikan kualitas mereka dalam menyajikan grafis yang indah. Lima tahun sejak Kimi no Nawa dan kualitas animasi CWF terus mengalami peningkatan, terutama latar belakang fantasi yang menjadi keunggulan film ini.

Meski demikian CWF tampaknya kurang memperhatikan kualitas animasi untuk karakter saking fokusnya mereka pada latar belakang. Ada beberapa scene yang mana karakter-karakternya terlihat tak lebih baik dibanding kualitas anime musiman. Jika Anda berharap dimanjakan dengan kecantikan Suzume maka silahkan kubur harapan tersebut dalam-dalam.


Kedua, Cerita.



Sama seperti film-film sebelumnya, Shinkai kembali mengangkat tema bencana alam di film ini. Setelah meteor dan banjir kali ini masalah utamanya adalah ancaman gempa bumi di berbagi wilayah di Jepang dan Suzume harus menutup seluruh pintu yang menyebabkan bencana tersebut. Fantasi, supranatural, dan petualangan, itulah tiga genre utama yang disajikan di sini.

Menarik, menghibur, tapi terlalu malas. Jika Anda mengikuti film-film Makoto Shinkai maka Anda akan melihat beberapa plot yang diulang-ulang. Konfliknya sendiri terlalu tipis dan tak memberikan kesan wah yang bertahan lama. Dasar dari konflik itu sendiri tidaklah serius, malah terlalu sepele.

Dalam Kimi no Nawa konflik terjadi akibat ikatan takdir yang berujung pada selamatnya ribuan orang. Dalam Tenki no Ko konflik terjadi akibat cuaca yang menuntut pengorbanan yang berujung pada tenggelamnya seluruh Tokyo. Keduanya meninggalkan kesan yang dalam karena skala yang besar dan tidak main-main. Namun di film ini … lah, gitu doang? Cuma gara-gara “itu”?


Ketiga, Musik.



Faktor yang satu ini membuat saya bertanya-tanya, apakah Shinkai kekurangan dana untuk memesan lebih banyak lagu? Biasanya akan ada 4 atau 5 lagu yang diputar di sepanjang film, tetapi di film ini hanya ada dua dan itu pun diputar di akhir. Ke mana perginya Shinkai dan montase-montase yang diiringi dengan lagu energik? Memang tidak perlu atau tak ada cukup budget untuk itu?

Meski demikian tak bisa dipungkiri bahwa lagunya amat merdu dan memanjakan telinga. Lagu Suzume karya Nanoka Hara sangat berpeluang untuk menduduki tangga teratas Oricon. Beberapa musik latar cukup berhasil membangkitkan bulu kuduk. Meski sangat berbeda dari film-film sebelumnya, secara keseluruhan tidak terlalu buruk.


Keempat, Karakter.



Jujur saja, ini adalah bagian yang paling parah.

Saya pertama kali mengenal Makoto Shinkai melalui karyanya 5 Cm per Second. Anime itu membuat saya menangis karena saya seolah bisa merasakan betapa berat beban seorang Takaki melalui monolog-monolognya. Pendalaman kedua karakter dalam film ini sungguh mengesankan. Kesannya masih tertanam kuat hingga sekarang.

Melalui Kimi no Nawa, Shinkai seolah keluar dari zona nyamannya dengan mengusung intrik remaja dan fantasi. Plotnya luar biasa sehingga kekurangan dalam pendalaman karakter bisa tertutupi. Dalam Tenki no Ko kekurangan ini semakin jelas terlihat dan dalam Suzume no Tojimari saya tak lagi bisa menahan kekecewaan.

Karakter utama bernama Iwato Suzume, seorang gadis 17 tahun asal Kyushu. Porsi yang diberikan untuk mendalami karakter utama ini mungkin tak sampai lima menit yang membuat saya tak bisa merasakan apa-apa terhadap si karakter utama. Karakter utama yang lain, Munakata Souta, bahkan lebih parah. Dia ini siapa, apa masalahnya, apa konflik yang bisa dia tawarkan untuk memperkaya cerita, semua terasa hambar.

Dan karena itulah hubungan emosional di antara mereka seolah tak bisa menyentuh penonton. Kurang greget dan kurang relatable. Bahkan sampai akhir pun saya tak bisa menyingkirkan pemikiran who the fvck are you? I don’t care dari kepala ini. Jangankan menyentuh, kesannya malah dipaksakan.


Kelima, is it fun?



Film yang bagus belum tentu menyenangkan untuk ditonton dan begitu juga sebaliknya. Jadi, apakah Suzume no Tojimari menyenangkan untuk ditonton? Jawabannya … ya, menyenangkan. Cerita dibuka dengan sedikit lambat, tetapi setelah melewati 30 menit pertama Anda akan melihat berbagai adegan yang cukup mengundang tawa. Tak ada fan service, karena ratingnya dibuat untuk semua umur.

Di sepanjang perjalanan Anda akan melihat scene yang … absurd, tapi sangat cukup untuk membuat Anda betah di tempat duduk. Komedinya tidak terlalu berlebihan dan diletakkan di tempat yang tepat sehingga tidak mengganggu ketegangan saat konflik berlangsung.



Kesimpulannya, Suzume adalah tontonan yang cocok ditonton bersama keluarga, bahkan orang-orang yang tidak familiar dengan anime pun akan mampu menikmati film ini. Meski demikian, coba turunkan ekspektasi Anda serendah mungkin demi kepuasan maksimal. Suzume no Tojimari adalah tontonan yang bagus, tetapi jika Anda mengharapkan The Next Kimi no Nawa maka Anda pasti akan kecewa.

Sekian dari saya mari bertemu di thread saya yang lainnya.
jhon_fc
freddyloegio973
futatabi
futatabi dan 32 lainnya memberi reputasi
31
10.1K
137
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Anime & Manga Haven
Anime & Manga HavenKASKUS Official
6.5KThread8.5KAnggota
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.