"The Tartan Army" begitulah nama mereka para hooligan timnas Skotlandia. Mereka telah beberapa kali mendapat beberapa penghargaan dari berbagai organisasi atas keramahan dan kegiatan amal yang mereka lakukan. Mereka didominasi oleh supporter club Rangers dengan proporsi terbesar yakni 21%, sementara dari Katolik-Barat Skotlandia yakni supporter Celtic masih kurang mewakili untuk join pada The Tatan Army, maklum mereka memang lebih condong mendukung aliran politik Inggris ketimbang negaranya sendiri, itulah yang menambah bara panas rivalitas Rangers dengan Celtic alias Old Firm Derby, selain dari aliran keyakinan Rangers berkeyakinan Protestan dan Celtic memegang teguh aliran Katolik. Di kehidupan politik Skotlandia, yang mendukung Partai Nasionalis Skotlandia adalah 2 dari 5 anggota The Tartan Army, efek yang cukup besar diciptakan dari sebuah permainan bernama sepakbola.

Lepas dari hal tersebut nampaknya The Tartan Army dan seluruh rakyat Skotlandia mesti berbangga diri ketika mendapati 2 orang pemuda mereka melesat jauh didunia persepakbolaan Inggris, ialah "The Scottish Red" Scott McTominay dan "The Scottish Blue" Billy Gilmour. Keduanya bermain di tim papan atas Liga Primer Inggris dan sama² berposisi di lapangan tengah. Kehadiran mereka berdua dipercaya mampu memaksimalkan kinerja lapangan tengah timnas Skotlandia ketika mereka bermain bersama.

Gilmour adalah pemuda Skotlandia yang tinggal di kota Ardrossan, baru menginjak usia 8 tahun dirinya sudah menimba ilmu di akademi Glasgow Rangers namun masih bersekolah akademik di Stanley Primary School. Ia bisa dikatakan sebagai pemain terbaik di sekolah akademiknya hingga bakatnya tercium oleh federasi sepakbola Skotlandia (SFA) yang kemudian menggiring Gilmour ke Grange Academy di Kilmarnock, salah satu dari 7 tempat program unggulan Seven Performance School federasi.

Mendapat program dari federasi sepakbola di negaranya, mendongkrak nama Gilmour ke tim nasional di berbagai level usia, mulai dari u-15 sampai ke u-21. Sementara itu, karir di akademi Rangers membuatnya dipantau banyak klub, khususnya Chelsea yang langsung mendatangkan Gilmour pada 2017 ketiak usianya masih 16 tahun, dengan catatan bukan kontrak profesional.

Larangan transfer yang menimpa Chelsea menjadi kesempatan tersendiri untuk para pemain muda menunjukan kualitas. Sang juru taktik Frank Lampard punya peran vital dalam mengembangkan potensi pemain mudanya yang sebelum² nya lebih sering dipinjamkan atau dilepas lalu justru menjadi bintang di tim lain. Etika dalam sistem kepelatihan dan disiplin waktu jadi salah satu metode Lampard untuk mempercepat perkembangan karakter dan skill pemain muda dan juga Chelsea bisa bersaing di 5 besar kompetisi Liga Inggris. Setelah melakoni debut melawan Sheffield dengan menggantikan Tammy Abraham, sulit bagi Gilmour untuk kembali mendapat panggilan ke tim inti Chelsea apalagi posisinya sama dengan pemain kenamaan N'Golo Kante. Ia sesekali mendapat kesempatan pada laga Carabao Cup atau FA Cup. Jika tidak ada panggilan dari tim utama Chelsea, Gilmour sering mengisi squad U23 Chelsea yang bertarung di Premier League 2.

Secara penempatan posisi dan visi bermain, Gilmour berkecimpung soal urusan intersep dan insting dalam memberikan tekel yang pas kepada lawan. Saat bermain, Gilmour menunjukkan apa yang mainkan di tim junior yakni sebagai gelandang bertahan, menyikapi lawan dengan tenang, akurasi operan yang membuat nyaman lini serang, dan pintar menutup ruang serangan lawan. Kehadirannya di depan dua bek Chelsea seperti Zouma dan Rudiger membuat Mount dan Barkley yang diplot sebagai gelandang serang nyaman untuk mencari ruang gerak dan mengacak ngacak ⅓ lapangan tengah milik lawan. Ia bisa menjadi key player untuk Chelsea agar bermain dominan. Satu hal yang sepertinya patut menjadi acuan bagi Gilmour yakni ketahanan fisik dari hantaman body charge, mengingat ia bermain di Inggris dimana kekuatan fisik adalah segalanya. Sebagaimana pemain muda pada umumnya, dilapangan tengah ia kadang kewalahan jika harus berhadapan dan kontak fisik dengan pemain yang berpengalaman.

Gaya bermain Gilmour bisa dibilang dinamis dan selalu ada ketika ia dibutuhkan pada setiap situasi permainan. Permainan Gilmour terkadang bisa meringankan tugas dua centerback yang sering diisi oleh Rudiger dan Zouma untuk sebagai benteng pertahanan terakhir. Motor serangan Chelsea yang diisi Barkley dan Mount serta satu lapis sebelum pemain belakang yang dilakoni oleh Gilmour adalah trisula pemuda yang bisa memenangi lini tengah Chelsea. Ketiganya telah menunjukkan kepada Lampard arti keseimbangan antara bertahan dan menyerang, hanya masalah waktu yang tinggal ditunggu kapan mereka akan benar² melesat.

Naik sedikit ke yang lebih senior, berbeda 5 tahun dengan Gilmour namun para pecinta sepakbola yakin dirinya bisa bermain bersama Gilmour di lini tengah timnas Skotlandia, ialah Scott McTominay produk asli United Academy. Lebih berpengalaman dari Gilmour baik di level timnas maupun klub. Dan berposisi lebih kedepan dari posisi Gilmour.

Permainan McTominay bukan tipikal sekali mata memadang maka kita akan dibuat takjub. Tidak sedikit di jagat sepakbola yang mempertanyakan kemampuan dari McTominay, apakah ia benar² pemain muda yang bagus?. Sudah sering terdengar bahwa ia mendapat setinggi langit dari Mourinho dan sekarang menjadi nama yang pasti dibawa Solskjær dalam pertandingan. Tak tanggung², raja kepelatihan terbesar MU ialah Sir Alex Ferguson bahkan pernah menyarankan Mourinho untuk lebih sering memainkan McToninay. Hal² tersebut semakin membuat dunia sepakbola penasaran akan permainan McTominay.

McTominay gak punya kaki lincah layaknya Zidane atau Totti, atau sekedar tembakan keras layaknya Frank Lampard. Tekelnya pun tidak sekeras dan sekuat Gattuso atau Roy Keane. McTominay tidak bermain secara demonstratif, juga tidak mengeluarkan hal spektakuler saat bermain. Namun, kesederhanaan yang ia miliki yang selalu menjadi sanjungan para orang penting di sepambola. 'Tetap bekerja' adalah kalimat yang menggambarkan kualiasnya dan cara bermain McTominay.

Kesederhanaannya mencakup tugas, fungsi, dan peran yang harus ia jalankan dalam pertandingan dengan serius dan matang. Menjalankan apa yang diinstruksikan pelatih dengan nurut dan manut, bahkan tanpa sekedar berinisiatif untuk bereksperimen, hal ini tentu yang membuat diri McTominay berbeda dengan pemain lakn. Hal tersebut juga yang membawa McTominay disegani pelatih maupun rekan satu timnya. ia seolah telah berpengalaman banyak dalam bermain.

Tentu yang mesti dilakukan McTominay adalah terus meningkatkan performa dan juga membawa United ke prestasi terbaiknya. Tetapi ada kemungkinan pelik yang bisa saja didapat oleh McTominay dari gaya mainnya yang sederhana dan tidak neko². Bisa saja namanya menjadi kurang dihargai seperti Gareth Barry, Sergio Busquets, dan tentu seniornya di United, Michael Carrick. Ia bisa kalah popularitas dengan Paul Pogba yang fenomenal atau gelandang baru United, Bruno Fernandes yang bermain secara atraktif di lini tengah menjadi motor serangan tim. Yang pasti namanya tidak pernah dilupakan oleh sang juru taktik. Tinta emas yang catatkan McTominay bukan dari cara yang spektakuler, tetapi lewat kesederhanaan dan kerja keras.