• Beranda
  • ...
  • The Lounge
  • Menggapai Revolusi Mental dengan Sistem Pendidikan yang Bebal. Bisakah?

skydaveeAvatar border
TS
skydavee
Menggapai Revolusi Mental dengan Sistem Pendidikan yang Bebal. Bisakah?


Pendidikan adalah hal paling penting dalam kehidupan dan keberlanjutan sebuah bangsa.

Saking pentingnya, maka faktor ini lah yang pertama kali tersirat dalam benak penguasa tempat Akari Hayami berasal.

Dalam tulisan ini, saya tidak berbicara, atau menawarkan bagaimana pemerintah seharusnya membuat program pendidikan yang baik. Karena itu bukanlah kapasitas dan domain saya.

Tulisan sederhana ini, hanya ajang curhat dari saya pribadi dalam menyikapi permasalahan tentang pendidikan, yang saya amati dari anak-anak zaman sekarang.

Golden period atau periode emas pada anak, adalah masa dimana anak bisa diibaratkan bagaikan busa basah. Dia akan mudah menyerap apa saja yang didengar oleh telinga, dan tertangkap oleh mata.

Pada periode ini, yakni masa 7 tahun pertama dari kehidupan sang anak, tentunya akan membentuk pola pikir dan kebiasaannya kelak ketika dewasa.

Sayang sungguh teramat sayang, pada masa keemasan ini, justru para orang tua banyak mengekang dan menjejali aktifitas belajar super padat, daripada gerakan fisik dari mereka.

Usia 3-4 tahun, sudah pada sibuk mendaftarkan anak ke pra sekolah. Menjelang 5 hingga 7 tahun, anak dikungkung di sekolah dengan judul Taman Kanak-kanak.

Selanjutnya, mendaftarkan ke Sekolah Dasar, lengkap dengan seabrek les private dan segala macamnya.

Belum lagi, punggung mungil nan ringkih seringkali dipaksa harus membawa beban buku yang kadang terlalu berat. Kasihan hidupmu nak!!!

Tujuan tersebut sebenarnya bagus. Tapi pertanyaannya, ini kah yang di inginkan oleh anak, atau keinginan orang tua?

Bukankah sudah menjadi rahasia umum bahwa banyak para orang tua kurang memperhatikan aspek pertumbuhan anak secara psikologis? Cara memperlakukan anak juga dari perspektif dan ekspetasi orang tua.

Celakanya lagi, anak dilihat dari cara pandang dan status orang tua? Benar atau bener? Pernah kita bertanya-tanya akan hal ini?

Jika dulu pada masa SD saya pernah mendengar pepatah Arab yang mengatakan "Tuntutlah ilmu sampai ke negeri Cina", tampaknya saya harus mengubahnya dan menggantinya "Belajarlah seperti orang Finlandia".

Saya tidak ingin bermimpi terlalu tinggi dan menggantungkan harapan besar kepada pemerintah agar semua hal positif dan metode pelajaran ala Finlandia diterapkan di Indonesia.

Karena jika itu saya lakukan, itu tidak ada bedanya seperti mengajari Iblis bertata krama dan tidak bersikap serta berprilaku secara sadis. Gak mungkin. Setidaknya, untuk satu dasawarsa ke depan. Entah kalau beberapa abad kemudian.

Konsep pendidikan yang diajarkan dan dilakukan oleh Finlandia, sukses mengantarkan pelajar berusia 15 tahun disana, dan membungkam pelajar lain dari penjuru dunia, dalam duel ujian Internasional Programme for International Student Assessment (PISA). Hal ini membuktikan betapa suksesnya program pendidikan disana?

Apa resepnya? Apakah harus seperti resep memasak bumbu sayur lodeh yang njelimet? Yang harus pakai bumbu anu dan una? Atau harus dilakukan dengan cara ini dan itu?

Spoiler for pelajar Finlandia yang sarat dengan prestasi:


Beri mereka porsi lebih untuk melakukan interaksi. Itu salah satu kunci suksesnya, seperti rangkuman dari artikel yang saya baca.

Di sana, anak-anak diberi kelebihan bermain dalam belajar, berimajinasi, dan menemukan jawaban sendiri. Anak-anak di usia itu justru dimotivasi untuk dilebihkan porsi bermain dan bersosialisasi dengan rekan sebaya.

Tidak hanya itu, mereka juga dibiasakan untuk meneliti atau melakukan observasi sendiri terhadap lingkungannya.

Bahkan penilaian tugas tidak dilaksanakan guru sampai mereka memasuki kelas 4 SD. Sampai jenjang SMA pun, permainan interaktif masih mendominasi metode belajar.

Para pelajar disana juga didoktrin untuk mengartikan proses belajar itu tak lebih dari sebuah permainan belaka.

Ingat, belajar itu sama dengan bermain. Bukankah memang sudah kodrati dan naluri anak itu gemar bermain?

Terakhir, yang saya tangkap adalah proses penemuan bibit unggul, tidak ditentukan oleh standard kelulusan berdasarkan nilai Ujian Nasional semata.

Dalam kesehariannya, para pengajar mengamati dan mengarahkan anak didiknya sesuai dengan bakat dan minat yang paling dominan.

Jika mereka gemar melukis dan menyanyi, maka kemungkinan nilai akademik dibidang lain akan kurang.

Bisa jadi, mereka adalah calon maestro pelukis yang kelak bisa lebih hebat daripada Leonardo da Vinci. Atau menjadi penyanyi bersuara emas layaknya Whitney Houston.

Bila sang anak gemar mengutak atik angka dalam kesehariannya, mungkin saja mereka akan menjadi generasi luar biasa seperti Pak Habibie.

Kesemuanya berdasarkan minat masing-masing dan kecendrungan sang anak. Sebab, tiap-tiap anak memiliki kelebihan dan kekurangannya.

Yang cakap dibidang orasi, mungkin akan jadi politisi, meski nilai matematikanya bisa bikin guru emosi setengah mati.

Yang hebat dalam berhitung, mungkin akan jadi ilmuwan penemu hal-hal inovasi, walau nilai ulangan bahasanya bikin sang guru gigit jari.

Yang pintar dalam melukis , mungkin saja bisa jadi pelukis kelas dunia, meski nilai IPA-nya bisa bikin guru nyaris meregang nyawa
.

Semua gak bisa disama ratakan. Karena itu, sama saja artinya kita tanpa sadar ingin membentuk wajah dunia dengan satu warna.

Bukankah orang yang menganggap dunia ini terdiri satu warna justru menolak perbedaan dan mengingkari bahwa, pelangi memanjakan mata karena banyaknya warna-warni dan itu terlihat indah?

Kesimpulannya, saya tidak membandingkan dan meminta pola pendidikan harus meniru mutlak dari negara lain. Sebab, tiap-tiap negara memiliki kebudayaan, kebiasaan yang tak sama.

Namun, tidak ada yang berbeda terhadap anak-anak. Mereka dibentuk dan di pola, seperti apa yang orang tua dan lingkungannya inginkan.

Menginjeksi program kedalam benak dan memori anak-anak yang kadang dilakukan tanpa sadar.

Bray, ini Indonesia, bukan Finlandia....!!!


©Skydavee...

referensi ;
1. https://www.ibudanbalita.com/forum/d...Pada-Usia-Dini
2. uty.ac.id/2016/10/psikologi-perkembangan-aspek-penting-pendidikan-anak/
3. https://indonesiana.tempo.co/read/99...-no-1-di-dunia
Diubah oleh skydavee 18-11-2017 23:08
0
16.5K
123
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
The Lounge
The LoungeKASKUS Official
922.7KThread82.2KAnggota
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.