- Beranda
- Berita dan Politik
Titik Balik Regulasi Beras yang Lebih Baik
...
TS
sitorusborus
Titik Balik Regulasi Beras yang Lebih Baik
Quote:
POLEMIK yang terjadi di industri perberasan dalam sepekan terakhir berangsur menemui titik terang. Usai Kementerian Perdagangan memastikan tidak akan memberlakukan Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 47 Tahun 2017 tentang Penetapan Harga Acuan Pembelian di Petani dan Harga Acuan Penjualan di Konsumen, pada Jumat (28/7). Kini pihak-pihak terkait yang terdiri dari petani, pengusaha penggilingan, Komisi Pengawasan Persaingan Usaha (KPPU) dan pengamat duduk bersama dan sepakat untuk mengawal bisnis perberasan menjadi lebih baik di masa mendatang. Ketua KPPU Syarkawi Rauf mengatakan persoalan yang terjadi saat ini harus menjadi momentum bagi pemerintah dan seluruh pihak terkait untuk menata ulang industri perberasan mulai dari hulu hingga hilir. "Kita harus menjadikan momen ini sebagai starting point untuk menata industri beras agar lebih adil bagi semua pihak," ujar Syarkawi di Jakarta, Sabtu (29/7). Saat ini, ia menilai masih ada ketidakadilan, khususnya bagi para petani, dalam bisnis beras di Tanah Air. Mata rantai yang begitu panjang, mulai dari dalam bentuk gabah di petani, lalu ke pengepul, ke penggilingan, ke pedagang, ke agen dan sub agen, sampai ke pengguna terakhir yakni konsumen dalam bentuk beras, membuat harga menjadi tinggi karena semua pihak mengambil keuntungan. "Di tengah rantai distribusi itu ada pelaku usaha yang dominan yang mencoba mengambil untung besar. Itu yang membuat adanya ketimpangan antara harga di petani dan di konsumen," terangnya. Berdasarkan data yang didapatkan KPPU di Sragen, Jawa Tengah, harga penjualan gabah di petani hanya Rp3.100 per kilogram (kg). Gabah tersebut dijual ke tengkulak yang kemudian dijual lagi ke penggilingan dengan harga Rp3.700 per kg.
Dari titik itu saja tengkulak sudah mengambil keuntungan Rp600 per kg yang seharusnya menjadi milik petani karena harga pembelian pemerintah (HPP) ditetapkan sebesar Rp3.700 per kg. “Petani tidak bisa menjual itu sendiri karena mereka tidak memiliki posisi tawar yang kuat akhirnya mereka jual sebisanya.” Kemudian, berdasarkan data Badan Pusat Statistik, harga tersebut naik terus menjadi rata-rata Rp10.500 per kg di konsumen. Jika dirunut, ada disparitas harga yang begitu besar yang bisa didapatkan middleman. Satu contoh kasus ketidakadilan yang terjadi di bisnis perberasan lainnya terjadi di Pinrang, Sulawesi Selatan. Di salah satu sentra produsen beras itu terdapat 116 penggilingan padi kecil yang hidup dari hasil panen setempat. Suatu ketika, satu perusahaan penggilingan besar mencoba masuk namun ditolak oleh pemerintah setempat. Pertimbangannya, jika penggilingan besar masuk, pasti akan menggiling nasib para penggilingan kecil yang ada di sekitarnya. Ditolak, penggiligan besar tersebut tidak kehabisan akal. Mereka kemudian masuk ke daerah tetangga yang bersebelahan dengan Pinrang. "Di situ mereka diizinkan dan akhirnya penggiligan kecil Pinrang mati karena gabah yang diambil tetap dari Pinrang juga. Mereka berebut dan penggilingan kecil pasti kalah bersaing. Ini persoalan peradilan yang harus diselesaikan ke depan," tegas Syarkawi. Hal serupa diungkapkan anggota Kelompok Kerja Ahli Dewan Ketahanan Pangan Khudori. Ia mengungkapkan saat ini memang menjadi saat yang tepat bagi pemerintah untuk memperbaiki segala regulasi yang mengatur dunia perberasan.
Pasalnya, kebijakan terkait perberasan secara kerangka tidak pernah berubah dan usianya sudah sangat tua. Regulasi yang mengatur tentang industri hulu beras diciptakan pada 1969 dan sejak saat itu tidak ada perubahan kerangka peraturan, bahkan tidak ada juga regulasi yang mengatur kebijakan di hilir. "Sementara, ada perilaku konsumen yang terus berubah, terus tumbuh, ada perubahan luar biasa. Industri ritel sudah masuk ke daerah. Beras tidak hanya urusan di hulu. Maka dari itu harus ada peraturan yang sesuai dengan kondisi sekarang," jelasnya. Ia juga menyebutkan saat ini, di hilir, tidak ada aturan yang mengklasifikasi jenis-jenis beras. Di sisi lain, kelas menegah terus tumbuh dan mereka menginginkan adanya jenis dan kualitas beras yang lebih baik untuk dikonsumsi tanpa ada mempermasalahkan harga. Untuk itulah, lanjut Khudori, pemerintah tidak bisa lagi memandang beras sebagai komoditas yang bersifat homogen. "Pemerintah harus memandang beras sebagai komoditas heterogen. Ada kualitas, rasa, jenis, dan lain-lain yang bisa membedakan. Sementara tidak ada peraturan tentang ini," paparnya.
Senada, Anggota Komisi IV Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) menekankan pemerintah harus membuat aturan tentang perberasan dengan jelas dan tegas. "Banyak hal yang masih abu-abu dalam dunia perberasan. Jenisnya, kandungan gizinya, mana yang premium mana yang medium. Pemerintah harus jelas mana yang putih mana yang hitam karena wilayah abu-abu ini menjadi temoat bermain beberapa pihak," tegasnya. Adapun, Ketua Umum Persatuan Penggilingan Padi dan Pengusaha Beras Indonesia (Perpadi) Soetarto Alimoeso menyebutkan, jika ingin memperbaiki tata niaga beras, pemerintah harus berpihak kepada para pengusaha penggilingan kecil. Pasalnya, pihak tersebut saat ini masih kesulitan dalam mengakses permodalan. Sementara, mereka membutuhkan berbagai fasilitas pendukung seperti mesin pengering sebagai upaya mengoptimalkan produksi dan nilai tambah. "Karena kesulitan itu akhirnya yang menang ya yang besar-besar lagi, yang punya akses ke pasar, yang punya modal besar," tuturnya. Saat ini, berdasarkan data Perpadi, ada sekitar 182 ribu penggilingan padi di seluruh Indonesia yang terdiri 2 ribu penggilingan besar, 8 ribu penggilingan sedang dan 172 ribu penggilingan kecil. Walaupun hanya berjumlah 2 ribu, penggilingan besar bisa berkontribusi terhadap 25% produksi beras di seluruh Indonesia yang menurut klaim Kementerian Pertanian mencapai 40 juta ton per tahun.
Dari titik itu saja tengkulak sudah mengambil keuntungan Rp600 per kg yang seharusnya menjadi milik petani karena harga pembelian pemerintah (HPP) ditetapkan sebesar Rp3.700 per kg. “Petani tidak bisa menjual itu sendiri karena mereka tidak memiliki posisi tawar yang kuat akhirnya mereka jual sebisanya.” Kemudian, berdasarkan data Badan Pusat Statistik, harga tersebut naik terus menjadi rata-rata Rp10.500 per kg di konsumen. Jika dirunut, ada disparitas harga yang begitu besar yang bisa didapatkan middleman. Satu contoh kasus ketidakadilan yang terjadi di bisnis perberasan lainnya terjadi di Pinrang, Sulawesi Selatan. Di salah satu sentra produsen beras itu terdapat 116 penggilingan padi kecil yang hidup dari hasil panen setempat. Suatu ketika, satu perusahaan penggilingan besar mencoba masuk namun ditolak oleh pemerintah setempat. Pertimbangannya, jika penggilingan besar masuk, pasti akan menggiling nasib para penggilingan kecil yang ada di sekitarnya. Ditolak, penggiligan besar tersebut tidak kehabisan akal. Mereka kemudian masuk ke daerah tetangga yang bersebelahan dengan Pinrang. "Di situ mereka diizinkan dan akhirnya penggiligan kecil Pinrang mati karena gabah yang diambil tetap dari Pinrang juga. Mereka berebut dan penggilingan kecil pasti kalah bersaing. Ini persoalan peradilan yang harus diselesaikan ke depan," tegas Syarkawi. Hal serupa diungkapkan anggota Kelompok Kerja Ahli Dewan Ketahanan Pangan Khudori. Ia mengungkapkan saat ini memang menjadi saat yang tepat bagi pemerintah untuk memperbaiki segala regulasi yang mengatur dunia perberasan.
Pasalnya, kebijakan terkait perberasan secara kerangka tidak pernah berubah dan usianya sudah sangat tua. Regulasi yang mengatur tentang industri hulu beras diciptakan pada 1969 dan sejak saat itu tidak ada perubahan kerangka peraturan, bahkan tidak ada juga regulasi yang mengatur kebijakan di hilir. "Sementara, ada perilaku konsumen yang terus berubah, terus tumbuh, ada perubahan luar biasa. Industri ritel sudah masuk ke daerah. Beras tidak hanya urusan di hulu. Maka dari itu harus ada peraturan yang sesuai dengan kondisi sekarang," jelasnya. Ia juga menyebutkan saat ini, di hilir, tidak ada aturan yang mengklasifikasi jenis-jenis beras. Di sisi lain, kelas menegah terus tumbuh dan mereka menginginkan adanya jenis dan kualitas beras yang lebih baik untuk dikonsumsi tanpa ada mempermasalahkan harga. Untuk itulah, lanjut Khudori, pemerintah tidak bisa lagi memandang beras sebagai komoditas yang bersifat homogen. "Pemerintah harus memandang beras sebagai komoditas heterogen. Ada kualitas, rasa, jenis, dan lain-lain yang bisa membedakan. Sementara tidak ada peraturan tentang ini," paparnya.
Senada, Anggota Komisi IV Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) menekankan pemerintah harus membuat aturan tentang perberasan dengan jelas dan tegas. "Banyak hal yang masih abu-abu dalam dunia perberasan. Jenisnya, kandungan gizinya, mana yang premium mana yang medium. Pemerintah harus jelas mana yang putih mana yang hitam karena wilayah abu-abu ini menjadi temoat bermain beberapa pihak," tegasnya. Adapun, Ketua Umum Persatuan Penggilingan Padi dan Pengusaha Beras Indonesia (Perpadi) Soetarto Alimoeso menyebutkan, jika ingin memperbaiki tata niaga beras, pemerintah harus berpihak kepada para pengusaha penggilingan kecil. Pasalnya, pihak tersebut saat ini masih kesulitan dalam mengakses permodalan. Sementara, mereka membutuhkan berbagai fasilitas pendukung seperti mesin pengering sebagai upaya mengoptimalkan produksi dan nilai tambah. "Karena kesulitan itu akhirnya yang menang ya yang besar-besar lagi, yang punya akses ke pasar, yang punya modal besar," tuturnya. Saat ini, berdasarkan data Perpadi, ada sekitar 182 ribu penggilingan padi di seluruh Indonesia yang terdiri 2 ribu penggilingan besar, 8 ribu penggilingan sedang dan 172 ribu penggilingan kecil. Walaupun hanya berjumlah 2 ribu, penggilingan besar bisa berkontribusi terhadap 25% produksi beras di seluruh Indonesia yang menurut klaim Kementerian Pertanian mencapai 40 juta ton per tahun.
Smga saja...
Spoiler for :
0
1.7K
Kutip
13
Balasan
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Berita dan Politik
671.6KThread•41.3KAnggota
Terlama
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru