Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

BeritagarIDAvatar border
TS
MOD
BeritagarID
Diplomasi meminang kuota haji negeri lain

Saat ini ada antrian lebih dari tiga juta calon jemaah haji dari seluruh penjuru nusantara.
Presiden Joko Widodo menyempatkan melipir, menemui Wakil Putera Mahkota Kerajaan Arab Saudi Mohammed bin Salman bin Abdul Aziz Al-Saud, di sela Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G-20 di Hangzhou, China (4/9/2016). Ia meminta tambahan kuota haji.

Dalam kesempatan itu Presiden Jokowi menyampaikan persoalan pemberangkatan calon haji. Di beberapa provinsi di Indonesia, kata Presiden, banyak warga yang harus menunggu 20 tahun untuk menunaikan ibadah haji. Karena itu, Pemerintah Indonesia mengajukan kuota tambahan. Caranya, dengan memanfaatkan jatah negara lain yang tidak dipakai.

Permintaan tersebut, tak bisa dijawab seketika. Namun pangeran yang juga Wakil Perdana Menteri II Arab Saudi itu menugaskan Menteri Luar Negeri Saudi untuk membahas lebih detail soal kuota haji tersebut bersama Menteri Luar Negeri Indonesia, Retno Marsudi.

Kuota haji memang salah satu persoalan dalam penyelenggaraan haji di Indonesia. Dari waktu ke waktu, jatah haji Indonesia selalu terbanyak di banding negara lain. Namun, selalu saja tidak cukup untuk menampung animo calon haji yang bertambah setiap tahun.

Musim haji tahun 1437H/2016M, kuota haji Indonesia sebanyak 168.800 orang. Jumlah ini masih sama dengan tahun sebelumnya. Indonesia sebenarnya menginginkan ada tambahan 10.000 orang, namun permintaan yang disampaikan Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin beberapa waktu lalu tidak bisa dipenuhi.

Sampai saat ini, Saudi masih menerapkan pemotongan kuota sebanyak 20 persen kepada seluruh negara, sejak renovasi Masjidil Haram 2013. Bila renovasi rampung, kuota haji Indonesia akan ditingkatkan menjadi 211.000 orang.

Setiap musim haji, Saudi rata-rata mampu menerima sekitar 1.355.000 jemaah mancanegara dan 48.000 jemaah domestik. Kuota haji pernah disepakati dalam KTT OKI (saat masih bernama Organisasi Konferensi Islam) tahun 1987. Hitungannya adalah satu berbanding seribu, atau satu per mil dari penduduk muslim suatu negara berhak mendapatkan kesempatan berhaji.

Cara menghitung kuota dengan azas proporsionalitas tersebut menurut Lukman Hakim, sudah tidak relevan lagi. Alasannya, ada sejumlah negara yang tidak maksimal menyerap kuota yang dimilikinya. Sementara ada negara lain yang antriannya begitu panjang, karena kuota yang ada tidak sebanding dengan animo masyarakat yang ingin berhaji.

Contohnya adalah Indonesia. Sebagai negara dengan jumlah penduduk muslim terbesar di dunia, Indonesia selalu mendapatkan kuota terbesar. Namun kuota tersebut, masih terlalu kecil dibanding animo umat muslim yang ingin menunaikan rukun Islam ke-5 ini. Saat ini saja ada antrian lebih dari tiga juta calon jemaah haji dari seluruh penjuru nusantara.

Andai pun Saudi menyerahkan semua kuota haji mancanegara kepada Indonesia, tak cukup dua musim haji untuk menampung semua calon haji yang terdaftar. Dengan aturan kuota seperti saat ini, calon haji Indonesia harus bersabar menunggu antrian.

Jemaah calon haji dari Kalimantan Selatan, misalnya, harus mengantri hingga 29 tahun ke depan. Sedang dari Nusa Tenggara Barat dan Aceh, bisa menunggu sampai 25 tahun ke depan. Rata-rata antrian calon haji dari Indonesia, sekitar 15-20 tahun.

Kecilnya peluang untuk bisa segera berangkat berhaji, membuat sejumlah pihak memanfaatkan kuota haji negara tetangga. Filipina misalnya, negara itu memiliki kuota 6.800 orang. Namun biasanya yang terpakai hanya sekitar 5.600 orang, sehingga tersisa jatah 1.200 orang.

Sisa tersebut oleh biro perjalanan haji di negara itu, ditawarkan kepada masyarakat Indonesia. Namun karena dilakukan secara ilegal, eksesnya muncul kasus 117 calon haji yang sempat ditahan di Filipina, karena menggunakan paspor palsu. Mereka pun akhirnya batal menunaikan ibadah haji.

Selain meminta tambahan kuota--yang belum tentu disetujui--Kementerian Agama sampai saat ini belum menemukan solusi menghadapi persoalan panjangnya antrian calon haji ini.

Yang dilakukan, saat ini adalah mendahulukan kaum lanjut usia. Bila ada calon haji berusia 75 tahu ke atas, sudah mendaftar sebelum 1 januari 2014, dan sudah melunasi biaya haji, ia bisa mengajukan permohonan. Kemenag akan memprioritaskan untuk pemberangkatan dalam 2 tahun ke depan.

Namun kebijakan tersebut tentu tidak serta merta mengurangi panjang antrian. Membuat terobosan, dengan memprioritaskan pemberangkatan kepada orang yang baru pertama akan berhaji, tak juga dilakukan. Padahal terobosan seperti itu berkali-kali diusulkan banyak pihak.

Memang usulan tersebut cukup dilematis bila dilaksanakan. Di satu sisi terobosan itu akan efektif mengurangi antrian. Namun di sisi lain, Kementerian Agama bisa dituding membatasi hak orang beribadah.

Padahal sesungguhnya bila usulan ini dilaksanakan dengan arif, bisa jadi akan memunculkan kesadaran kolektif. Yaitu, yang dibatasi sesungguhnya bukanlah hak menjalankan ibadah. Melainkan pemahaman bersama bila ibadah haji dilakukan berkali-kali, akan mengurangi kesempatan orang yang akan beribadah haji untuk kali pertama.

Mengurangi antrian calon haji, bukanlah satu-satunya persoalan rumit dalam manajemen haji oleh pemerintah. Kewajiban pemerintah membentuk Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) juga belum terselesaikan.

BPKH merupakan amanat UU No. 34/2014 tentang Pengelolaan Keuangan Haji. Dalam waktu 1 tahun setelah UU tersebut diundangkan (17 Oktober 2014), BPKH sudah harus terbentuk. Namun sampai sekarang, lembaga ini belum terlihat wujudnya.

Dengan BPKH kelak penyelenggaraan haji diharapkan lebih transparan. Harapan lainnya korupsi dana haji yang berkali-kali terjadi sampai menyeret menteri sebagai terpidana, bisa dieliminasi.

Saat pembuatan UU, diilustrasikan BPKH akan memiliki tanggung jawab yang cukup besar dalam pengelolaan dana haji. Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH) pada 2014 mencapai Rp73,79 triliun. Pada 2022 mendatang diperkirakan dana yang terkumpul bisa mencapai sekitar Rp147,67 triliun.

Dana sebesar itu harus dikelola dengan baik dan benar sesuai dengan peruntukannya. Selanjutnya pos anggaran penyelenggaraan haji di APBN yang saat ini besarnya mencapai Rp2 triliun pun seharusnya bisa ditiadakan.

Dengan ilustrasi seperti tersebut keberadaan BPIH memang sangat strategis. Selain akan memperbaiki sistem keuangan haji, lembaga ini juga akan meningkatkan pelayanan haji. Sebab Kemenag fungsinya bisa lebih fokus hanya sebagai operator pelaksanaan haji saja.

Namun peningkatan kualitas penyelenggaraan haji, jangan diharapkan bisa terjadi dalam satu dua tahun ke depan. Peraturan Presiden (Perpres) tentang Tata Cara Pemilihan Anggota Badan Pelaksana, Dewan Pengawas, serta Organisasi Tata Kerja dan Tata Laksana BPKH belum ada. Begitu pula Peraturan Pemerintah (PP) tentang Pengelolaan Keuangan Haji, belum terlihat asapnya.

Apa boleh buat, molornya pembentukan BPIH sampai hampir dua tahun dari perintah UU ini, menunjukkan kekurangseriusan pemerintah dalam memperbaiki penyelenggaraan haji.



Sumber : https://beritagar.id/artikel/editori...ji-negeri-lain

---

anasabila
anasabila memberi reputasi
1
1.6K
1
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Beritagar.id
Beritagar.idKASKUS Official
13.4KThread733Anggota
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.