INILAHCOM, Jakarta - Merosotnya harga minyak mentah dunia, membuat petinggi PT Pertamina (Persero) pusing tujuh keliling. Mau tak mau, ketika pemasukan anjlok maka pengeluaran harus bisa ditekan alias efisiensi.

Direktur Utama Pertamina, Dwi Soetjipto menyadari harga minyak mentah dunia saat ini di bawah US$30 per barel. Padahal dalam Angggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2016, Indonesia Crude Price (ICP) dipatok US$50 per barel.

Atas kondisi itu, pelaku usaha hulu migas nasional khususnya Pertamina merasa sangat terpukul. Lantaran adanya ketimpangan beban biaya operasi dengan pendapatan yang diperoleh.

Imbasnya, fokus utama Pertamina mempertahankan kinerja di tahun ini dengan memangkas beban biaya operasi atau melakukan efisiensi.

"Kami lakukan efisiensi. Di hulu kami cutting cost hingga 30 persen," kata Dwi di Jakarta, Senin (1/2/2016).

Meski begitu, 30% efisiensi beban biaya operasi di hulu migas masih sebatas target dan harapan Pertamina. Sejauh ini, efisiensi yang bisa terkejar dalam kegiatan hulu migas sebesar 23%. "Kami cari potensi, Jumat pekan lalu kami bisa kejar 23%. Kami akan teruskan dan mencari untuk bisa melakukan efisiensi," ucapnya.

Asal tahu saja, banyak perusahaan yang menahan kegiatan eksplorasi migas menyusul melorotnya harga minyak mentah dunia. Akibatnya, perusahaan jasa penunjang hulu migas menanggung rugi lantaran tidak melaksanakan kegiatan usahanya.

Bahkan perusahaan-perusahaan itu telah melakukan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) ke karyawannya. [ipe]

- See more at: http://ekonomi.inilah.com/read/detai....k7gUmlBH.dpuf

aman kumendan?

amaaaan