andimulyaAvatar border
TS
andimulya
Tuhan menurut agan ini (K.A)

Spoiler for Obat nya gan ...:

Hehe... Pagi2.... dipojok kebanyakan kopi pahit jd mabuk.... ☕️☕️☕️Numpang ngicau kata2 kacau ya duluuur......

Kicauan tentang
Tuhan:

Tuhan... Tuhan... Tuhan...

Tuhan menjadi momok yang selalu di perdebatkan, yang selalu direbutkan, yang selalu di anggap berpihak...

Tiap tiap agama mengklaim bahwa Tuhannya adalah yang paling benar, sehingga terkadang membuat manusia itu sendiri lupa akan eksistensi akan Tuhan.

apa sebenarnya Tuhan itu...?
Dialah sang maha, Dia adalah yang tidak berpihak, Dia yang telah menciptakan apa yang di bumi, dilangit dan di antaranya.

Baik dan buruk telah Dia ciptakan, tanpa sedikitpun Dia berpihak atas keduanya, Dia memberikan semua kepada manusia untuk dipilih, tanpa sedikitpun Dia mengatur atas pilihan manusia tersebut. Dan tidak sedikit manusia yang sering memperebutkannya, merasa Tuhannya yang paling benar, merasa Tuhannya yang paling maha.

Tuhan telah memberikan semua berpasang-pasangan untuk saling mengenal, namun manusia dengan semakin mengenal, maka semakin mudah menimbulkan konflik; menciptakan kelompok satu dengan kelompok lain, dan banyak juga yang merasa dirinya yang paling benar.

Manusia hanya bisa beranggapan bahwa Tuhan itu seperti ini, Tuhan ini seperti itu.. Tapi apa hanya segitu esensi akan Tuhan...? tidak, Dia yang maha segalanya, bahkan lautan pun dijadikan tinta, tidak akan sanggup untuk menuliskan kalimat2 / esensi-Nya.

Jadi buat apa saling bertengkar, buat apa saling menghujat, buat apa saling menyindir, buat apa saling merasa benar.. Karena tanpa disadari, label2 agama menjadi barrier, menjadi jarak akan hablum minannas... Bukankah agama itu hanya menjadi pedoman hidup..? menjadi tuntunan dalam menuju kearah-Nya...? Tetapi nyatanya begitu mudah manusia terpancing, terprovokasi bila membahas masalah agama.

Seharusnya kita manusia sejatinya menjalankan tuntunan hidupnya masing2 dengan benar:

Bila tuntunan hidupnya islam, maka jalanilah sesuai tuntunannya.. Bila tuntunan hidupnya kristen, maka jalanilah sesuai tuntunannya.. Bila tuntunan hidupnya kejawen atau hindu atau budha, maka jalanilah sesuai tuntunannya...

Jadi tidak ada manfaatnya untuk merasa paling benar, untuk merasa kalau kelompok lain yang berbeda itu tuntunannya itu sesat.. Saling menghargai satu dengan lain seharusnya jika kita manusia bisa taat dan takwa kepada agama dan Tuhan kita masing2.

Janganlah begitu mudah mengambil dalil dalam kitab suci maupun kitab pendukung lainnya untuk mengatakan bahwa ajaran agamanya paling benar, tapi apakah itu cukup untuk menjelaskan seluruh esensi akan hidupnya yang Satu?
Hidup nya Yang Esa? Hidupnya yang Maha Segalanya??

Sejatinya esensi Tuhan itu seperti minuman dengan iklan:
"apapun agamanya minumnya Teh botol Sosro"

Berhati-hatilah dengan Label... Karena Labelah yang menjadikan manusia menjadi lebih supperior, menjadi paling hebat..

Semoga sharing ini tidak menjadikan kita sebagai budak iblis...

Tapi...
Tanpa adanya iblis...

Hidup ini tidak akan berwarna dan tidak akan ramai...

Jadi nikmati dan syukuri apa yang selama hidup ini, selimuti ucap laku dengan cinta dan kasih sayang, sinergikan dengan akal pikiran dan iman, sehingga kelak akan menemukan esensi keindahan dari segala perbedaan yang ada di dunia..

Salam.......


Seperti biasa; semoga bermanfaat, kalau nggak yah monggo diabaikan ditinggal pergi aja..


Salam Rahayu Dulur...


Lanjut.....



Sedikit intermezzo:

Dialog dengan Gus Dur:

Tanpa didampingi siapa pun, Gus Dur dan aku bertemu di warung nasi depan kampusku. Pakaian batik dan sarung membungkus tubuhnya, peci yang miring serta kacamata tebalnya melengkapi kediriannya. Dialog yang bagiku aneh pun terjadi. Aneh karena perbincangan kami kesana kemari, tak jelas arahnya.

Gus Dur :
"Sebenar apa pun tingkahmu, sebaik apapun prilaku hidupmu, kebencian dari manusia itu pasti ada. Jadi jangan terlalu diambil pusing. Terus saja jalan.!"

Mughni :
"Iya, Gus. Tapi.."

Gus Dur :
"Bagaimana tidak repot, hidupmu terlalu banyak 'tapi'.!"

Mughni :
"Hehehehe.."

Gus Dur :
"Apa kamu kenal Wa Totoh? Maksud saya KH. Totoh Ghozali."

Mughni :
"Disebut kenal ya tidak, tapi saya sering mendengar ceramah-ceramahnya di Radio."

Gus Dur :
"Belajarlah kamu kepadanya, bagaimana memurnikan tauhid masyarakat. Dia menggunakan bahasa lokal sebagai senjatanya, memakai humor cerdas tanpa hina dan caci."

Mughni :
"Baik, Gus, kalau itu perintah Panjenengan."

Gus Dur :
"Ini bukan perintah, ini memang sesuatu yang seharusnya kamu lakukan sebagai Da'I."

Mughni :
"Laksanakan."

Gus Dur :
"Kamu suka menulis?"

Mughni :
"Tidak, Gus, tulisan saya buruk sekali. Saya coba menulis puisi atau cerita pendek, tapi benar-benar buruk hasilnya."

Gus Dur :
"Rupanya kamu belum pernah dilukai seorang wanita, makanya tulisan kamu tidak bagus."

Mughni :
"Lha, Panjenengan tau darimana kalau saya belum pernah dilukai wanita?"

Gus Dur :
"Ya itu tadi, karya sastramu buruk sekali."

Mughni :
"Hmmmmm.."

Gus Dur :
"Kamu pernah pesantren?"

Mughni :
"Pernah, Gus."

Gus Dur :
"Dimana?"

Mughni :
"Di Al-Falah sama di Al-Musaddadiyah."

Gus Dur :
"Rupanya kamu Santri Kyai Syahid sama Kyai Musaddad."

Mughni :
"Iya."

Gus Dur :
"Saya juga sering bersilaturahmi ke beliau-beliau itu. Mereka salah satu penjaga Islam Ahlussunnah wal Jama'ah."

Mughni :
"Ketika jadi Santri, saya nakal sekali. Saya merasa malu kepada beliau-beliau itu, Gus."

Gus Dur :
"Saya beritahu kamu, kebaikan seorang Santri tidak dilihat ketika dia berada di Pondok, melainkan setelah dia menjadi alumni. Kamu tinggal buktikan hari ini, bahwa kamu adalah santri yang baik."

Mughni :
"Terima kasih, Gus."

Gus Dur :
"Dunia tanpa pesantren, bagi saya adalah siksa. Bersyukurlah karena kamu pernah menjadi bagian di dalamnya."

Mughni :
"Iya, Gus."

Gus Dur :
"Kamu mau tau rahasia hidup saya dalam memandang segala sesuatunya?"

Mughni :
"Tentu, Gus, saya ingin tau rahasia panjenengan."

Gus Dur :
"Dalam memandang segala sesuatu, gunakanlah 'mata' Allah."

Mughni :
"Waduh. Bagaimana contohnya?"

Gus Dur :
"Contohnya begini. Ketika saya didatangi banyak orang yang meminta perlindungan, apakah orang itu benar atau salah, saya terima semuanya dengan lapang dada. Karena apa? Saya selalu yakin, Allah lah yang menggerakan hati mereka untuk datang kepada saya. Jika saya tolak karena mereka bersalah, itu sama saja saya menolak kehendak Allah. Perlindungan saya kepada orang-orang yang disudutkan karena kesalahannya itu, bukanlah bentuk bahwa saya melindungi kesalahannya, tapi saya melindungi kemanusiaannya."

Mughni :
"Duh.."

Gus Dur :
"Lebih jauhnya begini. Jika kamu membenci orang karena dia tidak bisa membaca al-Qur'an, berarti yang kamu pertuhankan itu bukan Allah, tapi al-Qur'an. Jika kamu memusuhi orang yang berbeda Agama dengan kamu, berarti yang kamu pertuhankan itu bukan Allah, tapi Agama. Jika kamu menjauhi orang yang melanggar moral, berarti yang kamu pertuhankan bukan Allah, tapi moral. Pertuhankanlah Allah, bukan yang lainnya. Dan pembuktian bahwa kamu mempertuhankan Allah, kamu harus menerima semua makhluk. Karena begitulah Allah."

Mughni :
"Ya Allah.."

Semoga manfaat dulur..
Salam Rahayu


Lanjoet lg...

Intermezzo:
Suatu hari di Pengadilan Akhirat, menghadap 2 orang yang meninggal dunia, yang 1 gak kenal Tuhan (Atheis) dan 1 lagi Fanatik Agama.

Tuhan pun memutuskan untuk memasukkan si Atheis ke Sorga, dan si Fanatik ke Neraka !

Si Fanatik protes keras, napa aku ke Neraka ?

Tuhan menjawab tenang...

Anak'Ku... Loe ini introspeksi diri lah!!!

Saat mendapatkan kesulitan dalam hidup Loe bilangnya Gue kasih cobaan, memang Gue iseng??? terus sebut2 nama Gue dan puji2, memang Gue sifatnya seperti manusia yang senang dipuji ?

Ngerepotin Gue melulu, sakit bukannya minum obat eehhh... malah nyuruh Gue sembuhin.

Loe yang utang, suruh Gue yang lunasin.

Loe holiday Gue disuruh jadi satpam jagain rumah Loe.

Anak Loe digebukin orang karna narkoba, Loe suruh Gue berikan pertolongan, emang Gue Hakim???

Baru ngasih sedekah cemban aja, Gue disuruh balikin Cepek Tiau emang Gue direktur Bank Dunia???

Loe yang enak2 bikin anak, Gue lagi disuruh pelihara dan jagain dan bilang Gue yang Beri.

Kemaren Loe sekarat gara2 darah tinggi, karena keenakan makan sate kambing dan makan duren ! Loe bilang cobaan dari Gue...

Sekarang Loe mati, seluruh keluarga Loe bilang Gue yang manggil Loe, lantas nuntut Gue harus terima Loe di Surga. Sekarang Loe ke sini mau apa ?

Loe cuma mau rumah Gue kan ?

Enak aja!!!

Loe liat tuh si Atheis !

Kagak pernah ngerepotin Gue!!!

Tiap hari kerja giat, kesulitan hidup dihadapin dan dijalanin dengan gunain akal budi yang udah Gue bekalin.

Meski dulu dia belum tau Gue siapa, tapi sekarang dia pasrah gak nuntut apa-apa, menghadap Gue sebagai TUHAN-nya.

Hatinya tulus tanpa pamrih.

Ya jelas Gue pilih dia daripada Loe yang beragama, tapi kagak ngerti maunya Gue apa!!!

Percuma Loe ngaku anak Gue, tapi kagak pernah jadi kayak Gue!!!

Loe ama Gue kagak ada mirip2nya!!!

Jadi sorry lah yauw!!! tempat Loe gak pantes di Surga, tapi di NERAKA !!!
Loe Gue end ...

Jd beragama lah yang sewajarnya tapi taat, semua tertuai lewat ucap laku.... Jgn sampai gila sm agama yg ada berujung neraka...

Mari lanjut abisin kopi sambil itu dikaji siapa yg dimaksud tuhan, apa itu surga dan neraka dalam percakapan diatas... ☕️

Siapa tau manfaat buat bekel kedepan...


MELIHAT ALLAH

Kata melihat disebut dengan berbagai versi dalam bahasa Arab, dan Al-Qur'an. Melihat berarti dengan mata kita. Sedangkan mata kita ada tiga. Mata kepala, mata analisa fikiran, mata hati.

Dalam konteks hubungan dengan "Melihat Allah" dan "Seakan-akan melihat Allah", maka ada sejumlah ayat, misalnya ketika Nabi Musa as, berhasrat ingin melihat Allah. "Musa as berkata: Ya Tuhan, tampakkan diriMu padaKu, aku ingin memandangMu." Allah menjawab, "Kamu tidak bisa melihatKu." (al-A'raf 143).

Ayat lain menyebutkan: "Sesungguhnya Akulah Tuhanmu, maka lepaskanlah sandalmu, sesungguhnya kamu berada di lembah yang suci." (Thaha 12)

Dan dia berkata, "Sesungguhnya aku akan menyaksikan Allah, dan saksikanlah bahwa sesungguhnya Aku bebas dari kemusyrikan kamu padaKu, melalui selain Dia."

Ayat lain menyebutkan, "Kemana pun engkau menghadap, disanalah Wajah Allah."(Al-Baqarah 115)

"Sesungguhnya aku hadapkan wajahku kepada Dzat yang menciptakan langit dan bumi dengan penuh kepatuhan." (Al-An'aam 79)

Nabi Musa as, gagal ketika hasratnya menggebu ingin melihat Allah, lalu Allah menjawab, "Kamu tidak bisa melihatKu.". Dengan kata lain "Kamumu" atau "Akumu" tidak bisa melihatKu. Karena itu Abu Bakr ash-Shiddiq ra berkata, "Aku melihat Tuhanku dengan Mata Tuhanku." yang berarti bahwa hanya dengan Mata Ilahi saja kita bisa MelihatNya.

Dimaksud dengan "Mata Ilahi" adalah Mata Hati kita yang diberi hidayah dan 'inayah oleh Allah SWT untuk terbuka, dan senantiasa di sana hanya Wajah Allah yang tampak, sebagaimana dalam Al-Qur'an. Ibnu Athaillah menggambarkan secara bijak:

"Alam semesta ini gelap, dan sebenarnya menjadi terang karena dicahayai Allah di dalamnya. Karena itu siapa yang melihat semesta, namun tidak menyaksikan Allah di dalamnya, atau di sisinya, atau sebelum dan sesudahnya, benar-benar ia telah dikaburkan dari wujud Cahaya, dan tertutup dari matahari ma'rifat oleh mendung-mendung duniawi semesta."

Karena itu soal "Menyaksikan Allah" hubungannya erat dengan tersingkapnya tirai hijab, yang menghalangi diri hamba dengan Allah, walaupun Allah sesungguhnya tidak bisa dihijabi oleh apa pun. Karena jika ada hijab yang bisa menutupi Allah, berarti hijab itu lebih besar dan lebih hebat dibanding Allah.

Oleh sebab itu, dalam menggambarkan Musyahadah (penyaksian Ilahi) ini, Rasulullah menggunakan kata, "Seakan-akan", karena mata kepala kita dan mata nafsu kita, keakuan kita pasti tak mampu. Kata-kata "Seakan-akan" lebih dekat sebagai
bentuk kata untuk sebuah kesadaran jiwa dan kedekatan hati.Tetapi ketika Rasulullah bersabda, "Jika kamu tidak melihatNya, kamu harus yakin bahwa Dia melihatmu.". Rasul SAW tidak menyabdakan, "Seakan-akan melihatmu.".

Hal ini menunjukkan bahwa sebuah kedekatan atau taqarrub sampai-sampai seakan-akan melihatNya, adalah akibat dari kesadaran kuat bahwa "Dialah yang melihat kita." Kesadaran jiwa bahwa Allah SWT melihat kita terus menerus, menimbulkan
pantulan pada diri kita, yang membukakan matahati kita dan sirr kita untuk memandangNya.

Kesadaran Memandang Allah, kemudian mengekspresikan sebuah pengalaman demi pengalaman yang berbeda-beda antar para Sufi, sesuai dengan tingkat haliyah ruhaniyah (kondisi ruhani) masing-masing. Ada yang menyadari dalam pandangan
tingkat Asma Allah, ada pula sampai ke Sifat Allah, bahkan ada yang sampai ke Dzat Allah. Lalu kemudian turun kembali melihat Sifat-sifatNya, kemudian Asma'-asmaNya, lalu melihat semesta makhlukNya.

Lalu kita perlu mengoreksi diri sendiri lewat perkataan Abu Yazid al-Bisthamy, "Apa pun yang engkau bayangkan tentang Allah, Dia bertempat, berwarna, berpenjuru, bertempat, bergerak, diam, itu semua pasti bukan Allah SWT. Karena
sifat-sifat tersebut adalah sifat makhluk."

Kontemplasi demi kontemplasi tanpa bimbingan ruhani seorang Mursyid yang Kamil Mukammil hanya akan menggapai kebuntuan jalan dalam praktek Muroqobah, Musyahadah maupun Ma'rifah.

Bagi mereka yang dicahayai oleh Allah maka digambarkan oleh Ibnu Athaillah dalam al-Hikam:

"Telah terpancar cahayanya dan jelaslah kegembiraanya, lalu ia pejamkan matanya dari dunia dan berpaling darinya, sama sekali dunia bukan tempat tinggal dan bukan tempat
ketentraman. Namun ia jiwanya bangkit di dalam dunia itu, semata menuju Allah Ta'ala, berjalan di dalamnya sembari memohon pertolongan dari Allah untuk datang kepada Allah.

Hamparan tekadnya tak pernah terhenti, dan selamanya berjalan, sampai lunglai di hadapan Hadratul Quds dan hamparan kemeseraan denganNya, sebagai tempat Mufatahah, Muwajahah, Mujalasah, Muhadatsah, Musyahadah, dan Muthala'ah."

Ibnu Athaillah menyebutkan enam hal dalam soal hubungan hamba dengan Allah di hadapan Allah, yang harus dimaknai dengan rasa terdalam, untuk memahami dan membedakan satu dengan yang lain. Bukan dengan fikiran:

Mufatahah: artinya, permulaan hamba menghadapNya di hamparan remuk redam dirinya dan munajat, lalu Allah membukakan tirai hakikat Asma, Sifat dan keagungan DzatNya, agar hamba luruh di sana dan lupa dari segala yang ada bersamaNya.

Muwajahah, artinya saling berhadapan, adalah sikap menghadapnya hamba pada Tuhannya tanpa sedikit dan sejenak pun berpaling dariNya, tanpa alpa dari mengingatNya. Allah menemui dengan CahayaNya dan hamba menghadapnya dengan Sirrnya, hingga sama sekali tidak ada peluang untuk
melihat selainNya, dan tidak menyaksikan kecuali hanya Dia.

Mujalasah, artinya menetap dalam majlisNya dengan tetap teguh terus berdzikir tanpa alpa, patuh tunduk tanpa lalai, beradab penuh tanpa tergoda, dan hamba memuliakanNya seperti penghormatan cinta dan kemesraan agung, lalu disanalah Allah
swt berfirman dalam hadits Qudsi, "Akulah berada dalam majlis yang berdzikir padaKu."

Muhadatsah, maknanya dialog, yaitu menempatkan sirr (rahasia batin) dengan mengingatNya dan menghadapNya dengan hal-hal yang ditampakkan Allah pada sirr itu, hingga cahayaNya meluas dan rahasia-rahasiaNya bertumpuan. Inilah yang
disabdakan Nabi saw, "Pada ummat-ummat terdahulu ada kalangan disebut sebagai kalangan yang berdialog dengan Allah, dan pada ummatku pun ada, maka Umar diantaranya."

Musyahadah, adalah ketersingkapan nyata, yang tidak lagi butuh bukti dan penjelasan, tak ada imajinasi maupun keraguan. Dikatakan, "Syuhud itu dari penyaksian yang disaksikan dan tersingkapnya Wujud."

Muthala'ah, adalah keselarasan dengan Tauhid dalam setiap kepatuhan, ketaatan dan batin, semuanya kembali pada hakikat tanpa adanya kontemplasi atau analisa, dan setiap yang tampak senantiasa muncul rahasiaNya karena keparipurnaanNya. Wallahu A'lam.

Maka Hadrat Ilahi, telah menjadi kehidupan hatinya, dimana mereka tenteram dan tinggal. Renungkan semua ini dengan hati yang suci.


Ing Manunggaling Kawulo Marang Gusti

jika kita mencintai dan menyayangi ibu kandung kita, dan mengatakan bahwa ibuku ada dalam diriku (hatiku) dan segenap aliran darahku. Apakah berarti badan ibu kita ada dalam badan kita? Itulah yang juga dimaksud dengan Manunggaling Kawulo Gusti. Adalah sebuah rasa yang mendalam, dan komitmen untuk berprilaku dengan segenap hati yang bersih. Bukan seperti yang diartikan: mempersatukan Tuhan dengan diri kita. Bagi seorang Kejawen, dimana perasaan surgawi dan kejamnya neraka yang hakiki ada dalam hatinya sendiri. Mengapa perasaan surgawi ada dalam hati kita sendiri? Surga adalah sebuah perasaan yang membahagiakan, yang mana dirinya sudah berhasil menikmati hidupnya yang bermanfaat, yang mana sekaligus prilakunya dapat bermanfaat juga bagi pihak lain (orang lain, alam, mahluk halus, sesepuh, dsb).

Mengapa kejamnya neraka ada dalam hati kita sendiri? Neraka adalah sebuah perasaan bersalah, karena merugikan pihak lain (orang lain, alam, mahluk halus, sesepuh, dsb). Perasaan benar dan bersalah bagi seorang Kejawen, didapat dari hasil Olah Roso. Sehingga ketika perasaan kejamnya neraka muncul dalam dirinya, maka seorang Kejawen tidak henti-hentinya untuk meminta ampun pada Gusti, untuk memohon tuntunanNya.

Kalau perasaan surgawi tersebut sudah ada dalam diri seseorang, maka seorang yang berbudi luhur, tidak akan lagi terpengaruh untuk berambisi masuk surga. Tetapi bagi seorang Kejawen yang masih terlalu merasa bersalah, dengan Olah Roso (tidak memerlukan nara-sumber apapun selain dirinya) dirinya akan dapat menemukan jalan keluarnya sendiri.

Insyaalah manfaat selalu,
Salam Rahayu

monggo jikalau ada koreksi☺☺🙏🏻🙏🏻


Penutup: di page 2

Diubah oleh andimulya 15-01-2016 23:43
0
14.2K
146
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
The Lounge
The LoungeKASKUS Official
923KThread83.1KAnggota
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.