Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

yinluckAvatar border
TS
yinluck
Isu & Wacana SBY bikin Dekrit Presiden pasca Pipres Rusuh. Balik ke UUD'45 asli?
Ketua PP Muhammadiyah, Din Syamsuddin:
Jangan Gunakan Dekret Presiden Redam Sengketa Pilpres
Senin, 14 Juli 2014 , 23:09:00

JAKARTA - Ketua Umum Pengurus Pusat (PP) Muhammadiyah Din Syamsuddin mengingatkan seluruh elemen bangsa terkait dengan wacana penerbitan dekret presiden untuk mengatasi dinamika politik setelah pemungutan suara pemilu presiden 9 Juli 2014. Menurutnya, penerbitan dekret presidn justru memperbesar peluang konflik dan menjadi Pilpres menjadi rumit. "Jangan pernah berpikir untuk mengeluarkan dekret sebagai jawaban atas tingginya eskalasi politik setelah pemungutan suara pemilu presiden," kata Din Syamsuddin, di gedung DPR, Senayan Jakarta, Senin (14/7).

Menurut Din, yang perlu dilakukan saat ini adalah pihak-pihak terkait harus menghentikan tensi politik. Di antaranya penayangan quick count dan real count.bDin mengatakan apapun bentuk metodologi hitungan hasil pemilu presiden, sepanjang tidak bersumber dari Komisi Pemilihan Umum (KPU) sebaiknya tidak perlu dijadikan referensi untuk membangun opini. "Ada quick count dan real count yang dilakukan oleh masing-masing kandidat capres-cawapres. Yang bersama-sama kita tunggu adalah konstitusi count yang dikeluarkan KPU. Konstitusional count yang harus jadi penentu. Semua pihak harus menerima itu," kata Din.

Jika para pihak merasa tidak puas dengan konstitusional acount, Din menyarankan agar ditempuh upaya hukum ke Mahkamah Konstitusi (MK) sebagai salah satu bentuk implementasi siap menang dan siap kalah. Din mengatakan apapun bentuk putusan MK kandidat harus menerimanya dengan sikap kenegarawanan. "Bagi kandidat yang gugatannya dipenuhi oleh MK, Muhammadiyah mendorong agar tidak menerapkan politik membumi-hanguskan yang ada," pintanya
http://www.jpnn.com/read/2014/07/14/...gketa-Pilpres-

SBY Mendengar Kecemasan Akan Potensi Rusuh dalam Pilpres 2014
Kamis, 03/07/2014 13:42 WIB

Jakarta - Presiden SBY memberikan tujuh instruksi kepada jajaran Polri dan TNI untuk mengamankan Pilres 2014. Instruksi tersebut terkait dengan kecemasan sejumlah pihak akan potensi rusuh jelang dan pasca Pilpres 2014. "Saya mendengar sejumlah kecemasan dari berbagai pihak kalau-kalau terjadi gangguan keamann, gangguan ketertiban dan sosial. Saya dengar respon dari berbagi kalangan dalam dan luar negeri yang mengkhwatirkan dua capres ini berimbang, maka bisa terjadi masalah. Setelah pemungutan suara dilakukan. Jika ada pihak-pihak yang kalah dan tidak bisa menerima kekalahan itu," ujar SBY.

Hal itu dikatakan SBY dalam jumpa pers di kantornya, Jl Veteran, Jakarta, Rabu (3/7/2014). Atas kecemasan tersebut SBY menegaskan bahwa pemerintah tidak akan tinggal diam. Dalam rapat terbatas yang dipimpinnya pagi ini, SBY menjelaskan apa saja yang harus dilakukan pemerintah baik pusat maupun daerah, terutama Polri dan TNI.

"Saya ingin masuk apa yang mesti dilakukan oleh jajaran Polri dibantu TNI dan ini merupakan instruksi saya. Inpres untuk sekali lagi menjaga situasi aman dan damai dan tentunya tetap menjamin berlangsungnya pemilu demokratis utamanya saat pemungutan suara pilpres dan hari-hari atau minggu-minggu setelah itu sehingga pada akhir penggantian pemerintahan dari saya ke pengganti saya berlangsung baik ini sejarah yang hendak kita bangun bersama," tuturnya.

SBY yakin jika Polri/TNI bekerjasama dengan baik, maka pilpres tahun ini akan berjalan damai dan demokratis sebagaimana yang terjadi pada pemilu 2004 dan 2009. Sejauh ini menurut SBY situasinya relatif aman dan tenang. "Mari kita jaga terus jangan sampai berubah oleh niat dan sebab yang tidak baik dan ganggu yang akan merusak perjalanan demokrasi kita yang berlangsung dengan baik," imbaunya.

SBY juga meminta masyarakat internasional untuk mempercayakan kepada pemerintah Indonesia dalam hal keamanan dan pengamanan dalam proses pilpres 2014 ini. "Negara sahabat, masyarakat internasional, kami akan bekerja sebaik-baiknya, menjaga keamanan negeri kami. Jalin
persahabatan dan kerja sama cumiarkan demokrasi dan kerja sama dalam bentuk yang lain," tutupnya.
http://news.detik.com/pemilu2014/rea...m-pilpres-2014


TNI Tetapkan Status Siaga Tertinggi
Kamis, 10 Juli 2014 | 00:16

Bogor - Tentara Nasional Indonesia (TNI) saat ini mulai mengantisipasi potensi kekacauan yang terjadi pascapemungutan suara pemilu presiden (Pilpres) 2014. TNI bahkan kini dalam kondisi siaga tertinggi. Demikian yang disampaikan Panglima TNI Jenderal Moeldoko dalam telekonferensi dengan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).

"Dalam teleconference dengan Presiden malam ini, Panglima TNI menyatakan bahwa TNI berada pada siaga tertinggi untuk memastikan keadaan aman terkendali," ujar Juru Bicara Presiden Julian Aldrin Pasha dalam pesan singkat, yang diterima wartawan, di Kediaman Presiden SBY, di Puri Cikeas, Kabupaten Bogor, Rabu (9/7) malam.

Sebelum bertemu Prabowo-Hatta, Presiden SBY sempat melakukan telekonferensi dengan jajaran TNI dari kediamannya di Cikeas.

Di sana, SBY memantau pergerakan di setiap unit melalui layar yang terhubung dengan Mabes TNI, Mabes TNI AD, Mabes TNI AU, Mabes TNI AL, Mako Kopassus, Kodam Jaya, dan Kopaskas.

Sebelumnya, dalam jumpa pers sore tadi, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono meminta masyarakat Indonesia untuk menjaga ketertiban dan keamanan Tanah Air pasca perbedaan hasil hitung cepat pemenang Pemilu Presiden. SBY berharap agar tidak ada kekerasan yang timbul dari perbedaan itu. Hal ini menyusul adanya perbedaan hasil hitung cepat dan aksi saling klaim kemenangan setiap kubu.

"Kepada rakyat Indonesia, saya minta juga ikut menjaga situasi aman dan tenteram di negeri tercinta ini. Saya sangat berharap saudara-saudara menjadi benteng, agar kita bisa hadapi situasi seperti ini. Agar bisa menahan diri, sehingga tidak ada apa pun yang tidak kita inginkan terjadi, seperti bentrokan, kekerasan horizontal, atau pun kekerasan yang mengganggu ketertiban," kata Presiden SBY sore tadi.

SBY juga menginstruksikan ke jajaran TNI/Polri menjaga situasi aman dan damai. SBY menilai semua pihak seharusnya menunggu terlebih dulu hasil perhitungan resmi yang akan dikeluarkan Komisi Pemilihan Umum (KPU). "Jangan cederai pemilu yang berjalan demokratis," kata presiden.

Sementara itu, dalam siaran pers yang diterima SP dari Kementerian Pertahanan (Kemhan) menyatakan, apapun hasil dari Pemilihan Presiden (Pilpres) 2014, dijamin aman karena aparat TNI/Polri sudah bersiaga dan berkomitmen menciptakan pesta demokrasi yang kondusif.

Hal itu disampaikan Wakil Menteri Pertahanan (Wamenhan) Sjafrie Sjamsoeddin menanggapi kekhawatiran masyarakat terhadap kondisi keamanan pasca-pilpres.

Terciptanya suasana kondusif tersebut diyakinkan karena Presiden telah menginstruksikan kepada Panglima TNI sebagai pemegang kendali operasional TNI dan Menhan sebagai perumus kebijakan pertahanan maupun Kapolri, untuk menyiagakan jajarannya serta melakukan langkah-langkah antisipasi pengamanan selama berlangsungnya Pilpres.

Dalam hal menyiagakan pasukan TNI, para Kepala Staf Angkatan bertugas menyiapkan personel yang meliputi latihan-latihan sampai siap operasional yang secara keseluruhan di bawah kendali Panglima TNI.

Kemudian sikap netralitas aparat TNI dalam Pemilu sudah ditegaskan oleh Panglima TNI, hal ini menepis isu adanya keterlibatan oknum aparat dalam politik praktis, bahkan apabila benar terjadi akan ditindak tegas sesuai aturan yang berlaku.

Kondisi keamanan harus dapat dijamin, tanpa memandang selisih presentase dari 0 persen hingga 100 persen. Jadi walaupun hanya selisih lima persen di antara dua calon presiden, situasi negara harus tetap aman dan kondusif.
http://www.beritasatu.com/nasional/1...tertinggi.html

SBY Dianggap Malah Mendorong Pilpres Rusuh
Friday, 04 July 2014, 19:11 WIB

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pernyataan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) tentang adanya ancaman kerusuhan pada pilpres 2014 dianggap malah mendorong kerusuhan. Jika itu terjadi, maka malah akan memberikan beban tambahan. "Apa yang disampaikan (SBY) seolah mendorong dan memberikan beban tambahan. Ini tidak bagus," ujar pengamat politik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Siti Zuhrokepada Republika, Jumat (4/7).

Ia menuturkan, pernyataan itu menjadi tidak bagus. Karena seharusnya pemerintah menciptakan rasa aman pada pilpres 2014. Bukan malah memberikan rasa takut. "Pemerintah harus menciptakan rasa aman. Jangan memberikan rasa ketakutan," ungkapnya.

Menurutnya, pernyataan SBY yang mengintruksikan polri dan TNI agar siaga justru terkesan menunjukan pilpres 2014 sebagai sebuah perang. Padahal, pemerintah dan penegak hukum seharusnya menciptakan suasana damai. "Tim sukses juga harus memberikan pelajaran yang bagus," ungkapnya.

Hal itu, katanya, justru menjadi pintu masuk ketidakmampuan pemerintah dalam memberikan rasa nyaman pada pilpres 2014. Karena kampanye dinilai menciptakan kampanye yang tidak positif. Sehingga potensial menimbulkan konflik dan silang pendapat. "Jangan terus dikasih pe-er melulu," tegasnya.
Ia pun mengingatkan, kerusuhan memang rentan terjadi pada masyarakat Indonesia. Jhususnya di daerah. "Jauh sebelum pemilu 2014, di Lampung, NTB, Palopo kerusuhan terjadi," katanya.
http://www.republika.co.id/berita/na...-pilpres-rusuh

Dekrit Presiden 5 Juli 1959; Hal yang Luput dari Perhatian
22 October 2013 | 15:06

Tanggal 5 Juli 1959, Presiden Soekarno mengeluarkan Dekrit Presiden yang sangat menentukan perjalanan bangsa dan negara RI ke depan. Isinya; 1. Menyatakan berlaku kembali UUD 1945 dan karena itu UUDS tidak berlaku lagi. 2. Membubarkan Konstituante dan akan membentuk MPR Sementara.

Mengherankan, hampir tak ada reaksi yang berarti terhadap dekrit presiden yang bisa dikatakan sebagaia pukulan telak terhadap fungsi peran partai-partai politik. Termasuk dari PNI sebagai partai politik terbesar pada saat itu.

Mengapa ?

Sebenarnya Dekrit Presiden pada 5 Juli 1959, hanya sebagai puncak atau “kata akhir” dari dekrit (sikap politik) yang telah dilakukan oleh berbagai elemen masyarakat politik di berbagai daerah. Misalnya, pada bulan April 1959, berbagai kekuatan politik di Tanjung Pandan Belitung dengan secara bersama-sama telah menyatakan berlakunya kembali UUD 1945 di daerah tersebut. Dekrit yang sama juga dilakukan oleh berbagai kekuatan politik di daerah-daerah lain.

Langkah politik ini terutama dilakukan oleh kelompok-kelompok beraliran nasionalis melalui ormas-ormas yang telah menjalin kerjasama dengan unsur militer. Hal itu dimungkinkan karena sebelumnya Presiden telah menyatakan Indonesia dalam keadaan bahaya (SOB).

Pimpinan PNI (DPP) pada awalnya juga tidak setuju jika Presiden Soekarno mengeluarkan dekrit tersebut. Maklum sebagian pimpinan PNI berlatar belakang Sarjana Hukum (Mr) dan konsisten pada ketentuan hukum yang berlaku (antara lain Mr Sartono yang kala itu menjabat Ketua Konstituante). Tapi ormas-ormas PNI/Front Marhaenis, seperti GMNI, GSNI, Pemuda Marhaenis dan lain-lain mengambil sikap berbeda.

Ormas-ormas marhaenis inilah yang menjadi salah satu penggerak dilakukannya “Dekrit Kembali ke UUD 1945” oleh Rakyat di daerah-daerah. GMNI, meski pada saat itu berada dalam paying PNI/Front Marhaenis, namun tampak kurang akrab dengan DPP PNI. GMNI lebih dekat dengan Bung Karno dan Roeslan Abdul Gani (Roeslan Abdul Gani tidak duduk di DPP PNI, tapi menjadi pembantu dekat Bung Karno di Dewan Nasional).
(source)

---------------------------

Kedua kubu capres kagak ada yang mau ngalah hingga sengketa MK diputuskan. Lalu bentrok dan terjadi 'chaos". Negara kacau seperti Mei 1998 sehingga Presiden menyatakan dalam keadaan darurat. Untuk itu, Presiden mengambil kebijakan seperti Dekrit Presiden Soekarno 5 Juli 1959 (kok pas bulannya sama, Juli), yaitu kembali ke UUD 1945.

DPR akan dibekukan, Pemilu dilakukan setahun kemudian, dengan dasar Konstitusi baru yaitu UUD 1945 yang asli. MPR dihidupkan kembali, pemilihan dilakukan tidak dengan sistem langsung 'one man, one vote' lagi, tetapi melalui perwakilan. Presiden akan dipilih oleh sekitar 1.000 anggota MPR, yang terdiri dari 500 anggota DPR hasil Pemilu Legislatif dan sisanya dari utusan Golongan. Presiden yang akan menerbitkan Kepres, siapa saja yang boleh menjadi utusan golongan itu, sebab kalau menunggu UU dulu, tidak mungkin, soalnya DPR nya belum bekerja atau malah sedang dibekukan.

Maka bila Dekrit untuk kembali ke UUD 1945 yang asli, seperti kejadian tahun 1959 dulu, calon Presiden yang sekarang diperbolehkan maju kembali. Sementara Capres yang bisa dibuktikan secara hukum dan ilmiah, bukan WNI asli (misalnya si Capres masih berbau keturunan China, Arab atau Eropa), maka otomatis gugur karena tak sesuai dengan syarat Konstitusi UUD 1945 yang asli


emoticon-Matabelo
0
4.2K
20
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Berita dan Politik
Berita dan PolitikKASKUS Official
671.4KThread41.2KAnggota
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.