Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

  • Beranda
  • ...
  • The Lounge
  • Ucok (Morgue Vanguard) Homicide dan Elemen Hip Hop Ke 5 Yang Hilang: KNOWLEDGE

bxxmbapAvatar border
TS
bxxmbap
Ucok (Morgue Vanguard) Homicide dan Elemen Hip Hop Ke 5 Yang Hilang: KNOWLEDGE


HERRY SUTRESNA begitulah nama yang sudah "dibubur merah bubur putihkan" oleh kedua orang tuanya. Herry Sutresna lebih dikenal dengan nama Ucok, dengan bandana yang selalu melilit di kepala sebagai identitasnya yang khas. Adalah Homicide yang membuat Ucok menjadi sosok terdepan, nyaris menjadi legenda di ranah musik Hip Hop lokal dari kota Bandung.

1999. Satu tahun pasca pergantian alaf rezim Suharto bangkrut, jauh sebelum saya mendengarkan musik Homicide, saya lebih banyak membaca artikel tulisan-tulisan Ucok yang tersebar di berbagai zine, sebutan untuk sebuah majalah yang dibuat sendiri berbentuk fotokopi dan tersebar hanya di kalangan terbatas. Majalah itu bernama Tigabelas Zine yang dibuat oleh Arian, sewaktu masih menjadi vokalis band favorit saya, Puppen. Di sana saya sering menemukan nama Ucok, entah sebagai kontributor tulisan atau sebagai peresensi musik atau buku. Bagi yang terbiasa dengan bahasa formal media pada umumnya, barangkali gaya menulis Ucok yang tak ambil pusing dengan kaidah-kaidah menulis yang baik sebagaimana mestinya, akan terasa "seenaknya" tapi justru disitulah daya tariknya. Disanalah letak istimewanya.

Bahasanya lugas. Kritiknya pedas. Kadang terselip humor yang satir, meskipun ada pula satu-dua kisah yang ditulisnya dengan nada yang murung. Kadang mengejek. Ucok menulis dengan diksi-diksi yang mendesak nyaris meledak-ledak. Kadang tulisan itu seperti menggumamkan sesuatu yang tersembunyi di balik ceruk kesadarannya yang terpencil, kadang tampak seperti sedang entah memarahi siapa. Kadang terdengar nada menghujat tapi menyimpan sebuah renungan. Tulisannya itu seperti menyimpan gelisah ketika segala sesuatu tidak seluruhnya harus menyimpan kebenaran, seperti halnya setiap kesalahan tak mesti dibebankan disetiap pundak zaman.

Hingga pada suatu hari disebuah lintasan waktu yang entah kapan, saya mendengarkan sebuah lagu yang terdapat di dalam sebuah album kaset kompilasi band-band hardcore – punk, Brain Beverages rilisan Harder Record. Terselip sebuah lagu yang terdengar aneh dan ganjil di kuping saya yang awam. Di antara hentakan musik yang pekak dengan raungan suara gitar yang bising dari band-band keras, yang ditingkahi dengan suara teriakan yang parau, mengalun (aha, kata ‘mengalun’ sungguh sangat tidak tepat!) sebuah lagu dengan irama yang tak kalah aneh dan asing.

Kelak suatu hari saya tahu kalau jenis musik itu adalah musik Hip Hop. Homicide nama band itu. Lagi-lagi ada nama Ucok sebagai salah satu personil di band tersebut. Apakah Ucok yang selalu saya temukan namanya di setiap lembar kolom-kolom tulisan yang tersebar di berbagai zine itu? Ya, ternyata memang begitulah adanya. Hingga beberapa tahun kemudian Homicide merilis album Nekhrophone Dayz dan Illsurekshun yang sangat menyita perhatian saya sedemikian rupa. Hari-hari yang saya lewati tidak pernah lepas dari dentuman musik Homicide beserta kompleksitas internal grup band ini hingga pada medio 2006 Homicide dinyatakan bubar.

***

Bagaimana Ucok mampu meramu kata-kata verbal yang lugas, metafora yang sompral, penguasaan wacana cerdas atas suatu isu krusial atau rima-rima bak puisi berpantun yang di muntahkan dalam musik Homicide? Sepertinya Ucok selalu siap mengencingi apa saja yang ia yakin bahwa apa yang di serangnya itu memang salah dan memang patut dikencingi dengan kata-kata. Mencincang sebuah masalah, lalu dikerat-keratnya, kemudian ditusuk-tusuknya sehingga siap untuk di bakar di atas arang membara. Dan segala kesadaran itu tidak turun begitu saja dari langit. Mesti ada penyebab dasar atas terbitnya sebuah gagasan.

Dari mana Ucok memperoleh ilham kata-kata? Saya yakin dari bacaan. Dan bacaan itu tentu saja mesti berupa buku. Dan kemudian saya tahu kalau Ucok pastilah seorang pembaca buku yang rakus. Saya pun kemudian tergoda untuk meng-index beberapa judul buku yang ada di sampul CD album Homicide. Di sana terdapat nama-nama filsuf atau tokoh-tokoh di dalam lirik lagu-lagu Homicide yang sedikit banyak memberi pengaruh khusus untuk Ucok, khususnya untuk kepentingan penulisan lirik lagu Homicide. Di lembar lirik album Nekhrophone Dayz ada gambar tumpukan buku-buku yang berbaur dengan kaleng Pylox, tumpukan piringan hitam dan seperangkat boombox ringkih.

Saya intip ada: Jalan Lain karya Mansour Fakih, Jurnal Kalam: Kisah Dan Nalar, Orgasm of History karya Yves Freemon, Hantu-Hantu Marx karya Jacques Derrida terbitan Bentang Budaya, Days of War – Night of Love, Reklaiming Kedaulatan Rakyat, My Life For My Friends karya Nestor Paz, Maling Teriak Maling karya Noam Chomsky, Catatan Pinggir Jilid 4, Animal Farm karya George Orwell terbitan Sumbu, Society of Spectacle karya Guy Debord, ZINES: Notes From Underground karya Stephen Duncombe, KAPITAL karya Karl Marx terbitan Ultimus, NIETZSCHE karya St. Sunardi terbitan LKiS, TAN MALAKA Jilid I karya Harry A. Poeze dan Bayang Tak Berwajah terbitan Insistpress.

Di dalam penggalan lirik-lirik Homicide tercatat juga beberapa nama: Lenin, George Soros, Francis Fukuyama, D’Anunzio, Walter Benjamin, Antonio Gramsci, Michel Foucault, Genghis Khan, Abu Jahal, Albert Camus, Martin Heidegger, Kahar Muzakar, Eurico Guiterrez, Pramoedya Ananta Toer, Aa Gymnastiar, Kurt Cobain, Sid Vicious, Franz Kafka, D.N Aidit, Siti Jenar, Bob Marley, Tan Malaka, Jim Morisson, Wiji Thukul, Guy Debord, Leo Tolstoy, Munir, Mussolini, Hasan Hanafi, Subcomandante Marcos, Rupert Murdoch, Hugo Chavez.

Sepengetahuan saya, barangkali Homicide adalah satu dari sekian banyak band lokal yang disampulnya memasukan gambar tumpukan buku, yang tidak melulu memasukan foto-foto bernuansa gelap dan murung agar terlihat keren. Dan itu tentu adalah keputusan yang diambilnya secara matang. Lagipula gambar buku jauh lebih seksi dan melek wacana serta menyimpan kesadaran tanpa cela bahwa buku adalah palang pintu dan daun jendela untuk melihat dunia. Ya, membaca dan mengkoleksi buku adalah aktifitas tua dan asketis. Demi menunjukan kecintaannya pada buku dan marah jika hasil kreasi budaya manusia yang sudah setua sejarah para nabi itu di ganggu, ada sepenggal lirik tentang bagaimana Ucok begitu mengumpat marah pada kaum biblioklas, para pembakar buku, “…aku bersumpah untuk setiap BUKU yang nampak berguna jika terbakar…”
Oleh: Andrenaline Katarsis

Sumber
Diubah oleh bxxmbap 28-04-2014 09:59
0
10.9K
19
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
The Lounge
The LoungeKASKUS Official
923.1KThread83.3KAnggota
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.