Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

nevildaveAvatar border
TS
nevildave
Faisal Basri Pertanyakan Kasus Pajak Asian Agri


Jakarta, GATRAnews - Ekonom Faisal Basri mempertanyakan kasus pajak Asian Agri. Menurut Guru Besar Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia ini, kasus tersebut tidak masuk akal. Pasalnya, sulit membayangkan bagaimana suatu pihak diminta membayar pajak yang jumlahnya lebih besar dari laba yang diperolehnya, dalam hal ini, Asian Agri.

"Ini tidak masuk akal. Jangan sampai kita biarkan otoritas pajak itu ugal-ugalan. Kalau saya disuruh bayar pajak melebihi pendapatan saya, saya berontak. Kalau laba 100, bayar pajak 150, kan tidak masuk akal. Saya ingin mengangkat akal sehat," kata Faisal kepada wartawan di Jakarta, Rabu (19/2).

Seperti diberitakan, Asian Agri dituduh memperkecil perolehan laba dengan cara memperkecil penerimaan dan memperbesar biaya. Saat ini, kasus tersebut masih dalam proses di pengadilan pajak setelah banding Asian Agri di PN Pusat ditolak

Faisal menjelaskan, jika benar tuduhan Ditjen Pajak, maka itu bisa terlihat dalam EBITDA (Earning Before Interest, Tax, Depreciation, and Amortization) Asian Agri. Sedangkan dari data penelitiannya, EBITDA Asian Agri masuk tiga besar dari enam perusahaan besar minyak sawit di Indonesia.

"Yang namanya orang pajak, di masa lalu menentukan kalian bayar pajak segini. Itu agar ada ruang untuk nego. Harusnya kalau ada perusahaan yang EBITDA-nya dibawah rata-rata, itu dulu yang diinvestigasi," tuturnya. (*/DKu)

sumber : Gatra - Asian Agri

Bela Asian Agri, Faisal Basri Sebut Ditjen Pajak Salah Hitung

Asian Agri telah divonis melakukan penyelewengan pajak dalam kurun waktu 2002-2005 senilai Rp 1,3 triliun dan dikenai denda pajak oleh Mahkamah Agung (MA) senilai Rp 2,5 triliun.

Atas vonis tersebut, Asian Agri mengaku keberatan dan meminta kepada Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak untuk menghitung ulang denda pajak yang diganjarkan kepadanya.

Dalam media briefing yang digelar Asian Agri di Gedung Annex, Wisma Nusantara, Jakarta, Rabu (19/2/2014), hadir sebagai pembicara Ekonom sekaligus Peneliti Indonesia Research and Strategic Analysis (IRSA) Faisal Basri.

Dalam diskusi ini, Faisal membela Asian Agri soal perhitungan tunggakan pajak yang ditagih Ditjen Pajak. Menurut Faisal, Ditjen Pajak harus cermat dalam penghitungan pajak alias jangan asal menghitung. Pihak Asian Agri menyatakan, Ditjen Pajak menghitungan pajak berdasarkan besaran pendapatan.

"Ditjen Pajak jangan ugal-ugalan. Karena lazim di masa lalu, orang pajak selalu memaksa, tetapi akhirnya membuka ruang untuk nego," tegasnya.

Faisal menyebutkan, perhitungan pajak yang dilakukan Ditjen Pajak keliru. Faisal meminta Ditjen Pajak menghitung ulang perhitungan pajak Asian Agri dengan menggunakan EBITDA.

"Metode penghitungan memakai EBITDA bisa lebih pasti tidak akan terjadi manipulasi," ujarnya.

Menurut Faisal, meskipun tidak bisa menjadi patokan utama, setidaknya EBITDA dapat dijadikan bahan valid dalam perhitungan besaran pajak.

"Jika terjadi rekayasa hasil penjualan dan mark up (penggelembungan) biaya akan tercermin pada EBITDA. Akan mudah sekali dikenali," tandasnya.

Tercatat, EBITDA Asian Agri dalam kurun waktu 2002-2005 mencapai Rp 7,2 juta per hektar. Sementara luas lahan yang dimiliki Asian Agri mencapai 146.000 hektar. Sementara total penjualan tercatat Rp 7,6 triliun dalam kurun waktu 2002-2005.
(drk/dnl)

sumber : Detikcom - Asian Agri

Faisal Basri: Asian Agri Diminta Bayar Pajak Lebih Besar dari Laba

JAKARTA, KOMPAS.com — Penasihat Indonesia Research and Strategic Analysis (IRSA) Faisal Basri menilai ada yang janggal dalam perhitungan pajak Asian Agri Group (AAG) yang ditetapkan Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan.

"Masa orang disuruh bayar pajak lebih besar dari laba? Tidak masuk akal kan," kata Faisal dalam sebuah diskusi, di Jakarta, Rabu (19/2/2014). Dalam penelitiannya terkait pajak Asian Agri, selama kurun waktu 2002 hingga 2005, laba sebelum pajak sebesar 16,7 persen, sedikit lebih rendah dari rata-rata laba bersih delapan perusahaan sejenis yang sebesar 18,4 persen.

Padahal, perhitungan DJP menyebutkan, kekurangan bayar pajak Asian Agri selama itu adalah sebesar Rp 1,3 triliun. Faisal mengatakan, laba yang dihasilkan untuk besaran pajak senilai itu seharusnya 57,3 persen, dengan asumsi harga crude palm oil sebesar 1.338 dollar AS per ton selama 4 tahun.

"Inilah yang membuat saya geram. Jangan sampai kita membiarkan otoritas pajak itu ugal-ugalan. Lazim di masa lalu itu yang namanya orang pajak itu, tentukan pajak "segini" agar ada ruang untuk nego," tukasnya.

Penelitian Faisal Basri ini telah digunakan sebagai bukti saat dia bersaksi di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat beberapa waktu lalu, dalam kasus pengemplangan pajak Asian Agri. Ketika ditanya kenapa hasil penelitian ini tidak dijadikan pertimbangan pihak pengadilan, Faisal mengatakan mungkin memang tidak dijadikan pertimbangan.

"Mungkin MA (Mahkamah Agung) tidak mempertimbangkan, saya enggak tahu ya," pungkasnya.

sumber Kompas - Asian Agri

Asian Agri attempts to deflect accusations through joint study

Research conducted jointly by the Indonesia Research Strategic Analysis (IRSA) and Asian Agri claims to have found “irregularities” in the tax evasion charges against the company.

IRSA advisory board chief Faisal Basri said on Wednesday that the taxation directorate general irrationally accused Asian Agri of evading Rp 1.3 trillion (US$110.4 million) in taxes between 2002 and 2005.

“How is Asian Agri supposed to pay more taxes than the profits it takes in? That does not make sense,” he said in a press briefing.

According to the research findings, which quoted Asian Agri’s financial report, the company booked Rp 7.6 trillion in total sales for the 2002-2005 period with a profit margin of 16.7 percent, which translated to Rp 1.27 trillion in net profits.

But if the company had failed to pay Rp 1.3 trillion in taxes with a tax rate of 30 percent — as alleged by the tax office — the company should have made Rp.4.3 trillion in profits during the period, Faisal said.

Thus, the Rp 4.3 trillion in profits accounted for 57 percent of total sales during the period.

“A 57 percent profit margin is difficult to achieve, let alone for four years in a row,” said Faisal.

“I have explained my findings to the [Finance Ministry’s] director general for taxation [Fuad Rachmany], and I also used this research when I was summoned as a witness for Asian Agri in court.”

When asked how much tax Asian Agri should actually have paid, the company’s general manager, Freddy Wijaya, said, “Look, our profits in the 2002-2005 period were Rp 1.24 trillion, but we were taxed Rp 1.3 trillion. How come the tax was higher than our profits?”

Being one of the major players in the palm oil industry, Asian Agri’s tax evasion case is the biggest and most controversial in the nation’s history.

Asian Agri was founded by tycoon Sukanto Tanoto in 1979. It oversees 160,000 hectares of oil palm plantations across Sumatra, and owns 19 oil palm mills with a combined annual capacity in excess of 1 million tons.

Asian Agri’s problems began in 2006, when Vincentius Amin Santoso, then the firm’s controller, was reported to the police for embezzling $3 million from the company.

Vincent, who then fled to Singapore, tattled on his former employer, accusing Asian Agri of evading taxes.

In January 2013, the Supreme Court ordered Asian Agri to pay Rp 2.5 trillion in fines, or 200 percent of its tax obligation.

Until January this year, the company had paid up to Rp 720 billion and would settle the remainder with installments of Rp 200 billion each month until October through the Attorney General’s Office’s account at state lender Bank Mandiri. (dwa)

sumber : The Jakarta Post - Asian Agri

Suwerrr..

Ini berita-berita bikin kaget. Ane kira Asian Agri sah bersalah, nggak taunya ekonom kayak Faisal Basri aja bilang ada kejanggalan.

Kata Faisal Basri, Asian Agri harusnya nggak kekurangan pajak Rp 1,3 triliun selama 2002 - 2005, karena laba perusahaan Asian Agri aja total cuma Rp 1,24 triliun dari 2002 sampe 2005, anehnya Ditjen Pajak malah bilang pajak Asian Agri Rp 1,3 triliun.

Mana bisa Gan pajak lebih gede dari laba? Bukannya pajak cuma sekian persen aja dari laba?

Jangan2 ini modus SBY buat cari tambahan dana kampanye demokrat gan, buat 2014?

Bisa ajeee nemu caranya SBY emoticon-Ngakak
0
5.6K
48
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Berita dan Politik
Berita dan PolitikKASKUS Official
671.4KThread41.2KAnggota
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.