jipeusAvatar border
TS
jipeus
Karimun jawa : Destinasi Tetirah
Gan, ini ada artikel bagus mengenai Karimun Jawa, liat foto-fotonya ane jadi beneran pengin main kesana dan gatel mo ikutan foto2 juga emoticon-Smilie

-----------------------------------


Tribuana Karimunjawa

Awalnya perkampungan nelayan, Karimunjawa berubah menjadi destinasi tetirah yang populer. Hotel bermunculan, operator tur tumbuh subur, titik-titik diving dipetakan. Tapi, di tengah suburnya pariwisata, dua bahaya mengintip: illegal fishing dan banjir sampah. Sejauh mana kepulauan di utara Jawa ini sanggup bertahan?
Oleh Cristian Rahadiansyah
Foto oleh Muhammad Fadli

Di Karimunjawa, ada lebih banyak pulau ketimbang mobil. Ada lebih banyak ikan ketimbang manusia. Gisela Williams datang ke sini pada 2012 dan meninggalkan julukan manis dalam artikelnya: Maladewa tanpa pariwisata. Mungkin klise, tapi cukup akurat. Terhampar di utara Jawa Tengah, Karimunjawa adalah kompleks lazuardi yang terdiri dari 27 pulau. Cuma lima di antaranya yang berpenghuni. Luasnya hampir dua kali Jakarta, tapi populasinya hanya 10 ribu jiwa.

Sudah setahun penulis yang diutus The New York Times itu beranjak dari bumi Karimunjawa. Menekan tombol fast forward, kita dihadapkan pada produk sebuah transformasi besar. Transformasi yang digerakkan oleh mesin pariwisata. Tiap akhir pekan, lebih dari 600 turis berdatangan. Guna mengakomodasi mereka, masyarakat mendirikan sekitar 50 hotel. Ke tempat inilah saya berkunjung.

Sabtu pagi, kapal cepat Kartini membelah keheningan di Pelabuhan Tanjung Emas, Semarang, lalu meluncur 120 kilometer ke utara. Di dalam kabinnya, grup-grup wisata duduk berkelompok dalam pakaian berwarna senada. Mei adalah bulan pembuka di musim turis. Angin barat telah berlalu. Ombak lebih jinak. Seluruh operator tur memasang kuda-kuda untuk memanen rupiah.

Tapi siklus musim tak selalu mematuhi skenario baku pengamat cuaca. Pagi ini, Laut Jawa seperti melawan takdirnya. Gulungan air setinggi satu setengah meter menerjang konstan dan mengocok perut para penumpang. Kartini yang gagah limbung. Saat hantaman ombak terlalu deras, nakhoda kadang menghentikan mesin selama beberapa detik.

Gejala keganasan laut itu terbaca di 20 menit pertama. Usai sesi berdoa, petugas membagikan kantong plastik. Satu per satu, sejumlah penumpang mencelupkan wajahnya ke dalam kantong. Muntah mirip menguap—aktivitas biologis yang menular bak wabah di udara. Bukan pemandangan yang ideal untuk mengawali liburan. Saya berusaha memfo-kuskan perhatian ke film Avatar di layar televisi.

Sulitnya memprediksi laut adalah alasan Kura Kura Resort, salah satu penginapan di Karimunjawa, menyediakan layanan pesawat dari Semarang. Dengan durasi terbang hanya 40 menit, penumpang bisa langsung mendarat di Bandara Dewadaru. Sayang, akibat minim penumpang, dua maskapai yang memiliki rute ke sini—Kura Kura Aviation dan Deraya—berhenti beroperasi. Yang tersisa hanyalah pesawat carter milik Asco Nusa Air.

Dua tahun lagi, situasi itu mungkin akan berubah. Arus turis memberi alasan bagi pemerintah setempat membenahi akses jalur udara. Bandara Dewadaru, yang namanya diambil dari nama tanaman lokal, akan diperpanjang landasannya agar maskapai berjadwal semacam Kal Star sudi mampir. Jika sudah terwujud, wisatawan tak perlu lagi bertarung dengan Laut Jawa dan mencelupkan wajahnya ke kantong plastik demi menikmati liburan.

Kartini akhirnya berlabuh di Pulau Karimunjawa, pulau terbesar di kepulauan ini. Waktu tempuh molor 30 menit. “Saya kira tidak jadi datang,” ujar Eko Budi Susanto, staf Kura Kura Resort. “Tadi saya dengar kabar, ombak mencapai dua meter dan jadwal kapal dibatalkan.” Di jalur labil Karimunjawa, kapal gagal berangkat adalah tragedi yang harus dimaklumi. Tahun lalu, seorang teman bahkan terjebak selama empat hari akibat cuaca buruk.

Kendati harus bertaruh dengan laut temperamental, keinginan melihat replika Maladewa terus mendorong pelancong menyatroni pulau-pulau anggun Karimunjawa. Di pertengahan tahun, ketika permukaan air tenang seperti danau, jumlah turis mencapai puncaknya. Di musim ombak dari Januari hingga Februari, bumi Karimunjawa terisolasi dari dunia. Namun, di tempat secantik ini, isolasi tidak berarti bui, malah bisa jadi disambut dengan lapang hati.

Pelaut-pelaut asing juga sudah lama kepincut oleh karisma tempat ini. Ajang anual Sail Indonesia selalu mencantumkan Karimunjawa dalam rute pelayarannya. Juli tahun ini, lebih dari 150 kapal layar bertolak dari Darwin, berputar-putar selama tujuh minggu di Nusa Tenggara Timur, kemudian singgah di Karimunjawa sebelum meluncur ke Bintan dan Singapura.

Dalam peta ekspedisi maritim, peran Karimunjawa juga signifikan. Tongkang batu bara dan alat berat dari Kalimantan rutin singgah guna melego jangkar dan mengisi ulang perbekalan. Saat cuaca ekstrem, pulau-pulau di sini bertindak layaknya pemecah ombak alami yang menyediakan perlindungan bagi pelaut dalam pelayaran ke Surabaya atau Cirebon.

Dari dermaga, saya menaiki speedboat, lalu meluncur ke Kura Kura Resort. Laut masih ganas. Tak ada kantong plastik. Tak ada film Avatar. Saya mengobati perut mual dengan menebarkan pandangan ke pulau-pulau mungil dan pantai-pantainya yang menyilaukan di bawah sorotan matahari terik bulan Mei.

Ada lebih banyak pohon kelapa ketimbang bangunan. Ada lebih banyak penyu ketimbang telepon genggam. Kura Kura Resort mengingatkan kita pada resor-resor di—lagi-lagi—Maladewa. Pondok-pondok mungil beratap sirap dan jerami bertaburan menghadap lautan yang ditaburi pulau. Dindingnya dicat putih, seputih pasir tempatnya berpijak. Air desalinasi di kamar dialirkan dari sumur payau di tengah pulau. Listriknya diproduksi oleh generator yang bekerja nonstop, tak seperti listrik PLN yang menyala hanya di malam hari.

Mayoritas tamu resor berasal dari Eropa, sampai-sampai saya pun merasa perlu membawa paspor. Kura Kura Resort berlokasi di Pulau Menyawakan. Luasnya 22 hektare. Dalam waktu 30 menit, saya dapat mengelilinginya dengan berjalan kaki, melewati barisan pohon kelapa yang buahnya sengaja dibabat. (Di Maladewa sekalipun, lebih banyak orang tewas akibat tertimpa buah kelapa ketimbang diterkam hiu.) Nama Kura Kura Resort terinspirasi dari bentuk Menyawakan saat dilihat dari udara.

Bahkan di tempat seindah ini, bukti-bukti serangan gelombang terlihat gamblang. Sebuah dermaga kayu terbelah dua. Di sampingnya, sebuah jetty rontok dan menyisakan puing. “Ada badai besar di Januari,” kenang Eko. “Tinggi ombak lebih dari empat meter.”

Dari November hingga Maret, saat cuaca di puncak emosinya, Kura Kura Resort menjalani sesi hibernasi. Sebagian staf dirumahkan, sisanya tinggal untuk memperbaiki fasilitas. Saya duduk di tepi pantai sembari menikmati welcome drink dan menyaksikan para tukang membetulkan dermaga memakai balok-balok kayu asal Jepara. Tak lama berselang, menu makan siang disajikan: vitello tonnato, masakan klasik Italia berisi lembaran tipis daging sapi remaja yang diguyur saus rasa tuna.

Sejarah Kura Kura Resort menyatu dengan sejarah pariwisata di Karimunjawa. Properti ini diresmikan di 1999, saat Indonesia berjuang mengobati krisis ekonomi dan Karimunjawa masih berada di luar radar wisatawan. Kala isu kepemilikan pulau oleh warga asing panas dipergunjingkan, saya sempat mewawancarai Ake Sorenlax, pendiri Kura Kura Resort. Mereka yang dulu mencercanya mungkin kini patut meminta maaf. Berkat upaya promosinya yang gencar, pria asal Swedia itu sukses menempatkan Karimunjawa dalam orbit turis internasional. Sejak 2007, Kura Kura Resort dimiliki Pietro Tura, hotelier asal Italia. Tapi Sorenlax masih dikenang warga sebagai tokoh sentral dalam industri pariwisata Karimunjawa.

Di depan pondokan saya, kursi-kursi ditata menghadap laut. Pohon-pohon menaunginya dan menghadirkan keteduhan. Resor ini dirancang untuk mengajak kita melewati waktu dengan bermalas-malasan, tanpa merasa bersalah. Selain untuk relaksasi, tamu-tamu Eropa datang untuk menyelam. Survei ekologi oleh Wildlife Conservation Society menemukan, Karimunjawa dihuni hampir 250 spesies ikan karang dan 100 spesies koral. Pada 2001, 22 dari total 27 pulau di sini ditetapkan sebagai taman nasional. “Whale shark lewat tiap akhir tahun. Lumba-lumba ada banyak. Sangat banyak,” jelas Renato Ticozzi, dive master Kura Kura Resort. Saya mengobrol dengan pria asal Italia ini di dekat kolam renang—satu-satunya kolam renang di Karimunjawa.

Sebelum hijrah ke Kura Kura Resort, Renato bekerja di Afrika dan Maladewa. Sosoknya mirip nelayan di kawasan Mediterania. Kulitnya kecokelatan setelah 26 tahun bergelut di laut. Rambutnya ikal. Kumisnya tebal dan beruban. Lima tahun memandu turis di Karimunjawa, dia berhasil memetakan 25 titik diving. “Waktu menyelam terbaik adalah April-Juni dan September-Oktober,” katanya.
...................................

masih banyak ceritanya gan, capek copasnya, mendingan liat foto2nya aja yuks emoticon-Kiss (S)

Awas BW killer gan! awas ngilerr juga emoticon-Malu (S)

Seorang turis mancanegara di Pulau Geleang. Karimunjawa menjadi destinasi favorit para turis backpacker.

Mangrove di Pulau Karimunjawa

Mercusuar

Kuliner emoticon-Cendol (S)

Pantai lagi gan

Bawaannya pengen berenang yah emoticon-Cape d... (S)

Yang mao ngelmu mungkin bisa juga dimari, namanya juga destinasi tetirah hihi

Kapten kapal yang nganterin agan2 ke Pulau Karimunjawa

Yang doyan mancing tu gan, mantep kan ikannya


Ane kira ini pedesaan nelayan di Italia sono emoticon-I Love Indonesia (S)
Coba agan nembak gebetan dimarih, pooll banget romantisnya! Kalo gak masih gak diterima, jangan khilap yah, banyak batu soalnya emoticon-Malu (S)



Laut ohh laut................

Gimana gan, top kan Indonesia kita ini? masih banyak foto2 keren sama ceritanya di websitenya, ane cuman pasang yang kira2 bagus hehe.

ada yang rada BB juga emoticon-Malu (S)

Happy travelling! emoticon-I Love Indonesia

Sumber
Diubah oleh jipeus 16-09-2013 03:48
0
4.1K
18
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Domestik
DomestikKASKUS Official
10.2KThread3.6KAnggota
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.