- Beranda
- Supranatural
Belajar Ilmu Tanpa Guru ( Wirid, Ijazahan, dll)
...
TS
kezametsuki
Belajar Ilmu Tanpa Guru ( Wirid, Ijazahan, dll)
Walaupun Copas, Tulisan ini sangat menarik dan bersifat warning untuk kaskuser semuanya karena dilapangan sy juga menemukan hal kyk gini. Berhati hatilah..... by Kez
[FONT="Georgia"][SIZE="2"][I]Wiridan sih sah-sah saja. Bahkan wirid sendiri sangat dianjurkan dalam
Islam. Tentunya, selama hal itu tidak bertentangan dengan ajaran
Rasulullah. Lain halnya bila wiridan itu diembel-embeli dengan puasa
beberapa hari atau ritual tertentu lainnya. Bukan apa-apa. Maksud hati
ingin memperoleh ketenangan batin, tapi yang didapat justru sebaliknya.
Diikuti oleh jin yang mengaku sebagai khadam. Istilah lain untuk
pembantu atau pelayan dari bangsa jin. Inilah kenyataan yang dialami
oleh Firmansyah, pemuda asli Betawi. Pemuda ini mengkisahkan
pengalamannya kepada majalah Ghoib di rumahnya Menteng, Jakarta Selatan.
Sewaktu sekolah Aliyah dulu, sekitar tahun 1996, saya mengalami suatu
peristiwa yang membawa saya ke dalam pengembaraan panjang. Sebagai
seorang pemuda yang bergelut dengan dunia jin melalui wiridan.
Peristiwa terjadi pada suatu pagi yang cerah, saat saya sholat dhuha di
masjid tua di daerah kuningan. Saat itu, di dalam masjid tidak ada orang
lain, hanya saya seorang diri. Kemudian muncul keinginan untuk belajar
pidato. Maka dengan tenang layaknya seorang ustadz, saya melangkah ke
mimbar. Lalu duduk sejenak di kursi saya raih tongkat yang ada kemudian
bergaya seperti seorang khotib. Dan secara perlahan meski sedikit
gemetar, saya latihan khutbah, Alhamdulillah Alhamdulillahilladzi
Nah, satu minggu setelah kejadian itu saya merasakan kehadiran seseorang
yang tidak terlihat. Saya suka ngomong sendiri. Kalau di kelas badan
terasa lemas dan tidak bergairah. Untuk menjawab soal pun terasa agak
sulit. Selain itu, saya saya mudah kesurupan. Misalnya, ketika sedang
mengikuti pengajian disebuah masjid, tiba-tiba badan saya merinding.
Merasa seperti itu, saya segera pulang. Begitu tiba di rumah saya
langsung berteriak, Hua ha ha.. saya kesurupan. Kemudian Bapak
membaca ayat kursi, tapi jinnya tidak merasa apa-apa. Sepuluh menit
kemudian jinnya itu pergi begitu saja.
Kesurupan ini seakan menjadi bagian dari hidup saya. Karena bisa
dipastikan hampir tiap minggu saya selalu kesurupan. Kalau Cuma sekali
dua kali mungkin tidak terlalu masalah tapi bila berlangsung hingga satu
tahun. Tentu sangat berat bagi saya. Akibatnya saya selalu hidup dalam
ketakutan dan tidak punya gairah hidup.
Keadaan saya ini, ternyata tidak luput dari perhatian guru-guru. Hingga
guru sosiologi menghampiri, Kenapa kok lemas terus? Akhirnya saya
disuruh kerumahnya. Sepertinya ada yang aneh dalam dirimu
komentarnya setelah menuangkan minuman ke gelas. Saya tidak tahu,
Pak. Kemudian saya ceritakan apa yang saya alami. Dari tatapan matanya
saya tahu bahwa ia berempati kepada saya. Kemudian dengan bijak ia
banyak menasehati dan mengajarkan beberapa amalan yang katanya
mengurangi beban saya.
Saya disuruh membaca Alfatihah untuk nabi Muhammad, para wali dan para
orang-orang tua saya. Kemudian membaca shalawat shalawat seratus kali
dan ya lathif seratus kali. Lalu berdoa, Ya Allah. Dengan kekuatan
sayidina umar berilah saya kekuatannya.
Saya gembira sekali hari itu. Dan bertekad untuk mengamalkannya agar
rasa takut itu hilang dan kembali bersemangat. Tapi ketika saya
mengamalkan wiridan iti di rumah saya terkejut. Kok saya teriak-teriak
terus, Hoh hoh hoh badan saya menggigil dan gemetaran. Meski
demikian saya terus saja membaca wiridan itu. Hasilnya baru terasa
seminggu kemudian. Ya, saya mulai tenang.
Sudah agak lama saya tidak kesurupan, hingga akhirnya jin itu datang
lagi. Peristiwanya kali ini terjadi di rumah sakit. Saat saya terkena
penyakit typus dan sudah stadium tiga. Waktu itu sudah seminggu saya
tidak shalat, harus terbaring lemah diatas ranjang dan tidak bisa
berdiri. Tapi tiba-tiba saya bisa berdiri tegak kemudian berjalan dengan
cepat. Hingga para pasien dan keluarganya keheranan. Tak lama kemudian,
saya berbicara keras dengan suara bergetar. Tapi suaranya itu bukan
suara saya sendiri saya mau shalat. Anak ini sudah meninggalkan shalat
berhari-hari. Dia harus shalat sekarang. Kemudian jin yang memasuki
tubuh saya itu berceramah, sambil sesekali menepuk dada. Melihat itu,
orang-orang pada ribut dan akhirnya membiarkan saya shalat. Ulah jin
yang memasuki tubuh saya itu tidak berhenti sampai disini. Ia ingin
membawa saya melompat dan terjun dari rumah sakit bertingkat itu. Saya
mau terjun. Saya tidak kuat disini. Saya mau pulang sampai banyak
suster yang mau saya cekik.
Melihat itu, Bapak berteriak. Siapa kamu? Saya adalah syaikh Abdul
Jabbar. Ha ha ha, saya yang selama ini mengikuti dia. Dan saya dihalangi
khadam buyutnya. Saya tonjok mereka hingga babak belur. Saya adalah raja
jin yang terkuat, jawab jin yang merasuki tubuh saya.
Akhirnya pihak rumah sakit mengizinkan saya dibawa pualng. Namun, di
tengah jalan mobil yang saya tumpangi mogok. Bapak saya menduga
karburatornya yang rusak. Tapi setelah dibuka cross airnya muncrat
ke muka bapak. Ketika sampai di rumah, saya melihat rumah yang selebar
enam meter itu sepertinya kecil. Seakan hanya beberapa puluh senti saja.
Kemudian saya tidak bisa tidur hingga beberapa hari.
a. Jin Abdul Jabbar Keluar Masuk Tubuh
Dalam kondisi demikian, ada seorang teman yang menjenguk sambil membawa
katanya air dari wali. Setelah dia meminumnya sedikit ia kemudian
menyemprotkan kembali ke badan saya. panaas teriak jin yang merasuki
saya. Kamu belajar sama siapa? tanya jin. sama habib, jawab
teman saya. Oh, bagus, bagus teruskan saja belajarmu. Seolah jin itu
menasehatinya. Kemudian teman saya membaca Ya Allah, Ya Rahman..sampai
kepada ya Jabbar. Kemudian jin itu tertawa terbahak-bahak, Ha ha ha.
Itu nama saya. Kamu bacakan apa saja, pasti tidak mempan karena saya jin
Islam. Saya hafal 30 juz. Setelah tidak mampu mengobati saya, akhirnya
teman saya itu pulang.
Dua hari kemudian, di pagi hari yang cerah saya di bawa ke rumah habib.
Tapi anehnya habib itu sudah ada di depan rumah. Seolah dia sudah
menunggu kedatangan saya. Pas ketika saya masih berdiri terpaku didepan
rumahnya, sreet saya merasakan ada sesuatu yang keluar dari tubuh
saya. Kemudian bapak ngobrol agak lama dengan habib. Dan setelah meminum
air dari habib, kami segera pulang. Tapi, hanya beberapa menit istirahat
di rumah, saya kesurupan lagi. Jin Abdul Jabbar itu datang lagi. Katanya
dia takut sama habib itu dan sempat keluar.
Keesokan malamnya, sehabis shalat maghrib saya diantar seorang tetangga
ke Cibinong untuk bertemu dengan seorang kyai. Aneh, setelah keluar dari
tol, sopir itu tidak lagi tahu arah. Berkali-kali ia bertanya, namun
tetap tidak tahu arah. Sementara di luar, cuaca gelap, langit tak
berbintang. Disertai dengan hembusan angin kencang yang terus mendesing
di telinga, seakan hujan akan turun dengan lebatnya. Saat saya melihat
ke arloji, ternyata sudah pukul 10 malam. Taka lama kemudian, Inalillah,
mobil itu mogok diperkebunan dan tak bisa dihidupkan lagi, lalu saya
kesurupan lagi, ・Ha ha ha. Saya mogokin mobilnya・. Akhirnya kita
berlima jalan kaki, walau hawa dingin terasa menusuk tulang. Dan,
setelah memperhatikan sekeliling beberapa saat, akhirnya sopir itu tahu
bahwa kita sudah hampir sampai dirumah kyai. Kira-kira hanya berjarak
300 meter.
Alhamdulillah, akhirnya sampai ke tempat tujuan juga, setelah tersesat
beberapa jam. Kemudian saya di bawa ke ruangan yang kira-kira muat untuk
sepuluh orang. Kamar itu beralaskan karpet plastik, dengan jendela dan
pintu dibelakangnya. Lalu bapak saya menyerahkan dua butir telur ayam
kampung. Pak kyai mengambilnya sebutir lalu memecahkan dan mencampurnya
dengan minyak lulur, yang dipakai untuk pijat saya. Selama pemijatan
itu, terdengar suara pintu Gubrak-gubrak, padahal pintu itu sudah
ditutup tapi selanjutnya terbuka lalu tertutup lagi, begitu seterusnya.
Tak lama kemudian saya mulai kesurupan Ha ha. Akulah Abdul Jabbar saya
dari zaman syaikh Abdul Qadir Jailani. Saya berumur 900 tahun. Saya
senang anak ini karena dia rajin ibadah. Tapi saya juga benci, sebab dia
dulu berani naik mimbar itu bukan tempatnya. Yang berhak naik ke mimbar
itu adalah orang-orang yang berilmu. Dan jangan permainkan tempat saya.
Kalau tidak. Saya bunuh anak ini. Tak lama kemudian saya tidak
sadarkan diri. Dan setelah saya sadar tahu-tahu pengobatan itu sudah
selesai. Sejak saat itu jin Abdul Jabbar entah karena apa, tidak datang
lagi. Walau sebenarnya jin itu masih bersarang di tubuh saya.
Quote:
[FONT="Georgia"][SIZE="2"][I]Wiridan sih sah-sah saja. Bahkan wirid sendiri sangat dianjurkan dalam
Islam. Tentunya, selama hal itu tidak bertentangan dengan ajaran
Rasulullah. Lain halnya bila wiridan itu diembel-embeli dengan puasa
beberapa hari atau ritual tertentu lainnya. Bukan apa-apa. Maksud hati
ingin memperoleh ketenangan batin, tapi yang didapat justru sebaliknya.
Diikuti oleh jin yang mengaku sebagai khadam. Istilah lain untuk
pembantu atau pelayan dari bangsa jin. Inilah kenyataan yang dialami
oleh Firmansyah, pemuda asli Betawi. Pemuda ini mengkisahkan
pengalamannya kepada majalah Ghoib di rumahnya Menteng, Jakarta Selatan.
Sewaktu sekolah Aliyah dulu, sekitar tahun 1996, saya mengalami suatu
peristiwa yang membawa saya ke dalam pengembaraan panjang. Sebagai
seorang pemuda yang bergelut dengan dunia jin melalui wiridan.
Peristiwa terjadi pada suatu pagi yang cerah, saat saya sholat dhuha di
masjid tua di daerah kuningan. Saat itu, di dalam masjid tidak ada orang
lain, hanya saya seorang diri. Kemudian muncul keinginan untuk belajar
pidato. Maka dengan tenang layaknya seorang ustadz, saya melangkah ke
mimbar. Lalu duduk sejenak di kursi saya raih tongkat yang ada kemudian
bergaya seperti seorang khotib. Dan secara perlahan meski sedikit
gemetar, saya latihan khutbah, Alhamdulillah Alhamdulillahilladzi
Nah, satu minggu setelah kejadian itu saya merasakan kehadiran seseorang
yang tidak terlihat. Saya suka ngomong sendiri. Kalau di kelas badan
terasa lemas dan tidak bergairah. Untuk menjawab soal pun terasa agak
sulit. Selain itu, saya saya mudah kesurupan. Misalnya, ketika sedang
mengikuti pengajian disebuah masjid, tiba-tiba badan saya merinding.
Merasa seperti itu, saya segera pulang. Begitu tiba di rumah saya
langsung berteriak, Hua ha ha.. saya kesurupan. Kemudian Bapak
membaca ayat kursi, tapi jinnya tidak merasa apa-apa. Sepuluh menit
kemudian jinnya itu pergi begitu saja.
Kesurupan ini seakan menjadi bagian dari hidup saya. Karena bisa
dipastikan hampir tiap minggu saya selalu kesurupan. Kalau Cuma sekali
dua kali mungkin tidak terlalu masalah tapi bila berlangsung hingga satu
tahun. Tentu sangat berat bagi saya. Akibatnya saya selalu hidup dalam
ketakutan dan tidak punya gairah hidup.
Keadaan saya ini, ternyata tidak luput dari perhatian guru-guru. Hingga
guru sosiologi menghampiri, Kenapa kok lemas terus? Akhirnya saya
disuruh kerumahnya. Sepertinya ada yang aneh dalam dirimu
komentarnya setelah menuangkan minuman ke gelas. Saya tidak tahu,
Pak. Kemudian saya ceritakan apa yang saya alami. Dari tatapan matanya
saya tahu bahwa ia berempati kepada saya. Kemudian dengan bijak ia
banyak menasehati dan mengajarkan beberapa amalan yang katanya
mengurangi beban saya.
Saya disuruh membaca Alfatihah untuk nabi Muhammad, para wali dan para
orang-orang tua saya. Kemudian membaca shalawat shalawat seratus kali
dan ya lathif seratus kali. Lalu berdoa, Ya Allah. Dengan kekuatan
sayidina umar berilah saya kekuatannya.
Saya gembira sekali hari itu. Dan bertekad untuk mengamalkannya agar
rasa takut itu hilang dan kembali bersemangat. Tapi ketika saya
mengamalkan wiridan iti di rumah saya terkejut. Kok saya teriak-teriak
terus, Hoh hoh hoh badan saya menggigil dan gemetaran. Meski
demikian saya terus saja membaca wiridan itu. Hasilnya baru terasa
seminggu kemudian. Ya, saya mulai tenang.
Sudah agak lama saya tidak kesurupan, hingga akhirnya jin itu datang
lagi. Peristiwanya kali ini terjadi di rumah sakit. Saat saya terkena
penyakit typus dan sudah stadium tiga. Waktu itu sudah seminggu saya
tidak shalat, harus terbaring lemah diatas ranjang dan tidak bisa
berdiri. Tapi tiba-tiba saya bisa berdiri tegak kemudian berjalan dengan
cepat. Hingga para pasien dan keluarganya keheranan. Tak lama kemudian,
saya berbicara keras dengan suara bergetar. Tapi suaranya itu bukan
suara saya sendiri saya mau shalat. Anak ini sudah meninggalkan shalat
berhari-hari. Dia harus shalat sekarang. Kemudian jin yang memasuki
tubuh saya itu berceramah, sambil sesekali menepuk dada. Melihat itu,
orang-orang pada ribut dan akhirnya membiarkan saya shalat. Ulah jin
yang memasuki tubuh saya itu tidak berhenti sampai disini. Ia ingin
membawa saya melompat dan terjun dari rumah sakit bertingkat itu. Saya
mau terjun. Saya tidak kuat disini. Saya mau pulang sampai banyak
suster yang mau saya cekik.
Melihat itu, Bapak berteriak. Siapa kamu? Saya adalah syaikh Abdul
Jabbar. Ha ha ha, saya yang selama ini mengikuti dia. Dan saya dihalangi
khadam buyutnya. Saya tonjok mereka hingga babak belur. Saya adalah raja
jin yang terkuat, jawab jin yang merasuki tubuh saya.
Akhirnya pihak rumah sakit mengizinkan saya dibawa pualng. Namun, di
tengah jalan mobil yang saya tumpangi mogok. Bapak saya menduga
karburatornya yang rusak. Tapi setelah dibuka cross airnya muncrat
ke muka bapak. Ketika sampai di rumah, saya melihat rumah yang selebar
enam meter itu sepertinya kecil. Seakan hanya beberapa puluh senti saja.
Kemudian saya tidak bisa tidur hingga beberapa hari.
a. Jin Abdul Jabbar Keluar Masuk Tubuh
Dalam kondisi demikian, ada seorang teman yang menjenguk sambil membawa
katanya air dari wali. Setelah dia meminumnya sedikit ia kemudian
menyemprotkan kembali ke badan saya. panaas teriak jin yang merasuki
saya. Kamu belajar sama siapa? tanya jin. sama habib, jawab
teman saya. Oh, bagus, bagus teruskan saja belajarmu. Seolah jin itu
menasehatinya. Kemudian teman saya membaca Ya Allah, Ya Rahman..sampai
kepada ya Jabbar. Kemudian jin itu tertawa terbahak-bahak, Ha ha ha.
Itu nama saya. Kamu bacakan apa saja, pasti tidak mempan karena saya jin
Islam. Saya hafal 30 juz. Setelah tidak mampu mengobati saya, akhirnya
teman saya itu pulang.
Dua hari kemudian, di pagi hari yang cerah saya di bawa ke rumah habib.
Tapi anehnya habib itu sudah ada di depan rumah. Seolah dia sudah
menunggu kedatangan saya. Pas ketika saya masih berdiri terpaku didepan
rumahnya, sreet saya merasakan ada sesuatu yang keluar dari tubuh
saya. Kemudian bapak ngobrol agak lama dengan habib. Dan setelah meminum
air dari habib, kami segera pulang. Tapi, hanya beberapa menit istirahat
di rumah, saya kesurupan lagi. Jin Abdul Jabbar itu datang lagi. Katanya
dia takut sama habib itu dan sempat keluar.
Keesokan malamnya, sehabis shalat maghrib saya diantar seorang tetangga
ke Cibinong untuk bertemu dengan seorang kyai. Aneh, setelah keluar dari
tol, sopir itu tidak lagi tahu arah. Berkali-kali ia bertanya, namun
tetap tidak tahu arah. Sementara di luar, cuaca gelap, langit tak
berbintang. Disertai dengan hembusan angin kencang yang terus mendesing
di telinga, seakan hujan akan turun dengan lebatnya. Saat saya melihat
ke arloji, ternyata sudah pukul 10 malam. Taka lama kemudian, Inalillah,
mobil itu mogok diperkebunan dan tak bisa dihidupkan lagi, lalu saya
kesurupan lagi, ・Ha ha ha. Saya mogokin mobilnya・. Akhirnya kita
berlima jalan kaki, walau hawa dingin terasa menusuk tulang. Dan,
setelah memperhatikan sekeliling beberapa saat, akhirnya sopir itu tahu
bahwa kita sudah hampir sampai dirumah kyai. Kira-kira hanya berjarak
300 meter.
Alhamdulillah, akhirnya sampai ke tempat tujuan juga, setelah tersesat
beberapa jam. Kemudian saya di bawa ke ruangan yang kira-kira muat untuk
sepuluh orang. Kamar itu beralaskan karpet plastik, dengan jendela dan
pintu dibelakangnya. Lalu bapak saya menyerahkan dua butir telur ayam
kampung. Pak kyai mengambilnya sebutir lalu memecahkan dan mencampurnya
dengan minyak lulur, yang dipakai untuk pijat saya. Selama pemijatan
itu, terdengar suara pintu Gubrak-gubrak, padahal pintu itu sudah
ditutup tapi selanjutnya terbuka lalu tertutup lagi, begitu seterusnya.
Tak lama kemudian saya mulai kesurupan Ha ha. Akulah Abdul Jabbar saya
dari zaman syaikh Abdul Qadir Jailani. Saya berumur 900 tahun. Saya
senang anak ini karena dia rajin ibadah. Tapi saya juga benci, sebab dia
dulu berani naik mimbar itu bukan tempatnya. Yang berhak naik ke mimbar
itu adalah orang-orang yang berilmu. Dan jangan permainkan tempat saya.
Kalau tidak. Saya bunuh anak ini. Tak lama kemudian saya tidak
sadarkan diri. Dan setelah saya sadar tahu-tahu pengobatan itu sudah
selesai. Sejak saat itu jin Abdul Jabbar entah karena apa, tidak datang
lagi. Walau sebenarnya jin itu masih bersarang di tubuh saya.
tien212700 memberi reputasi
1
92.8K
Kutip
226
Balasan
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Supranatural
15.6KThread•10.8KAnggota
Terlama
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru